🍇 37

450 79 37
                                    

Halooo, sebelum baca, aku mau bilang jangan lupa vote sama comment ya gaisss. Apalagi komen sih, soalnya komen kalian sangat berpengaruh atas nyambung ngganya cerita ini di part selanjutnya. Komennya bebas aja sihhh. Soalnya sedikit aja komen dari kalian bisa ngebuat aku sadar kalo aku ada kesalahan di alurnya atau ngga.

Makasih semuaaa.

Selamat membaca 🥰

.
.
.
.
.

🍇 BLACKCURRANT 🍇
================[37]


"Mama!" teriak Alish semangat.

Erkan mengikuti arah pandang anak itu, kemudian tubuhnya seketika membeku. Beda halnya dengan Alish yang segera turun dari bangku dan langsung berlari untuk memeluk kaki mamanya.

Safira--wanita yang dipanggil Alish sebagai mama--itu mengusap puncak kepala anaknya, tapi dengan tatapan mata yang masih tertuju pada Erkan.

Merasakan geli di kepalanya, Alish jadi terkekeh saat mendongak melihat Safira.

Erkan yang masih duduk di tempatnya seketika merasakan kembali kehancuran di hatinya. Melihat lagi selingkuhan papanya yang sudah dihindarinya setelah sekian lama adalah mimpi buruk untuk Erkan. Apalagi mengetahui anak kecil yang sedaritadi dekat dengannya adalah anak kandung sang papa yang mana berarti Erkan masih tetap dianggap sebagai kakak Alish sendiri.

"Kak!" panggil Alish yang kemudian berhasil membuat Erkan menurunkan pandangannya hingga menatap anak itu.

"Papa Ais!" Alish menyentuh tangan papanya sembari berucap dengan tubuh yang menghadap Erkan, seolah ia sedang menunjukkan dengan bangga pada Erkan bahwa laki-laki yang berdiri di samping mamanya adalah papanya.

Seketika itu juga, mata Erkan memanas. Bahkan tak hanya matanya saja, tubuhnya pun ikut memanas akibat emosinya yang memuncak. Ditambah lagi, ia melihat kehadiran Dariel yang berjalan mendekat sambil mulai melepas pandangannya dari ponsel.

Tak mau berlama-lama di sana, Erkan segera menyambar tasnya dan pergi dari tempat itu, mengabaikan panggilan "Kakak!" yang berulangkali Alish teriakkan untuk mencegah Erkan pergi.

Perasaan Erkan benar-benar tak karuan. Ia bahkan sempat menabrak beberapa orang karena jalan yang cukup padat.

Sampai di depan sebuah bangunan yang di dalamnya terdapat banyak bilik, Erkan langsung disambut oleh celotehan Kinta yang rasanya makin membuat telinganya panas.

"Erkan! Ternyata bukan perasaan Kinta doang kalo Erkan mirip Alish. Perhatiin potonya baik-baik deh!" Kinta yang baru keluar dari area toilet perempuan segera menghadapkan kameranya ke arah Erkan.

"Ayo pulang," ajak Erkan.

"Liat dulu, Erkan .... Mirip kan mirip kannn ih mirip banget!"

"Pulang."

"Apa sih kok nyuruh pulang, es krimnya kan masih ada. Apa Erkan udah abisin?!"

Mata Kinta tiba-tiba membulat. "Alish mana? Erkan, Alish mana?"

"Pulang Kinta!" bentak Erkan kemudian. Matanya sudah menyiratkan bahwasannya dia sedang marah, tapi Kinta benar-benar tak sadar dan tetap sibuk memikirkan Alish.

"Tapi Alish di mana? Masa Erkan tinggal!"

Tak terima, Kinta pun segera melangkah untuk menuju bangku mereka sebelumnya.

Geram, Erkan langsung menahan lengan Kinta kemudian menariknya dengan kasar, otomatis, Kinta berputar ke belakang.

"Ayo susul Alish dulu Erkan!" ajak Kinta.

Blackcurrant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang