🍇 46

316 59 11
                                    

Erkan memaksa dirinya untuk tetap berdiri tegap saat tanah mulai menutupi peristirahatan terakhir sang mama. Tubuh Erkan membeku, berusaha menahan tangisnya yang mungkin bisa saja benar-benar membuncah. Dengan tatapan kosongnya, Erkan melihat semua mimpi buruk di sana yang menjadi kenyataan sekarang.

Nova, mama Erkan telah berpulang untuk selama-lamanya.

Tiga sahabat Erkan setia berada di sisi lelaki itu, barangkali saja Erkan membutuhkan sesuatu, mereka siap membantunya. Mereka paham Erkan tak punya siapa-siapa lagi. Mereka juga paham Erkan tak akan lagi menganggap sang papa sebagai orangtuanya.

Maka darinya Genta, Yanfa, dan Pampam ingin mengabdikan diri sebagai tangan yang akan selalu membantu sahabatnya itu.

Seusai pemakaman selesai, Erkan kembali ke rumah dengan membawa motornya. Sendirian, tanpa ditemani siapapun sebab ...

Erkan sendiri yang meminta tiga sahabatnya untuk tak ikut, tapi dengan syarat, Erkan tak boleh melukai dirinya sendiri untuk urusan apapun.

"Gue masih waras," ujar Erkan pada Genta.

"Pokoknya bae-bae Er."

"Temen gue kuat, Gen! Gak akan dia lukain dirinya sendiri," bela Pampam dengan mata berkaca-kaca.

Ya, Pampam paham betul rasanya, saat kehilangan dua sayap yang ia punya untuk terbang menjelajahi dunia. Hari pertama sayap itu patah, Pampam tak tahu lagi bagaimana harus melanjutkan perjalanannya. Pampam juga tak bisa berpikir bagaimana jika ia harus memulai semua perjalanan barunya.

Namun semoga Erkan benar-benar kuat menghadapi semua, sebab di mata Pampam, Erkan itu baja, maka darinya Erkan tak serapuh itu kan seperti yang dikhawatirkan Genta?

Erkan menoleh pada Pampam. Dan seolah dapat membaca maksud dari tatapannya, ia pun segera mengalihkan pandangan. "Gue pulang," pamitnya.

"Yo, Er," Yanfa mempersilakan.

***

Membuka pintu rumah, Erkan kemudian merasakan hening yang benar-benar menyambut kedatangannya.

Tak ada suara sapaan Nova saat Erkan datang, atau pun wangi masakan yang menyeruak.

Sepi. Kosong. Sunyi.

Erkan harus hidup dengan siapa sekarang? Apakah sebatang kara akan menjadi julukan Erkan mulai saat ini? Tapi Erkan tak mau, tak pernah mau mendapat sematan itu.

Memikirkannya, mata Erkan pun mulai meneteskan bulir bening. Tak peduli bahwa ia laki-laki, ketakutan pun pasti tetap dirasakannya.

Erkan butuh Nova. Erkan butuh sang mama ada di sisinya. Erkan tidak bisa hidup sendirian!

"Erkan ...."

Suara Kinta tiba-tiba saja terdengar dari balik pintu. Beberapa kali, perempuan itu bahkan mengetuk pintu tersebut. "Erkan ada di dalem kan?" tanyanya.

Erkan menghapus air mata, kemudian membuka pintu itu.

Saat pintu dibuka, Kinta langsung sadar bahwa Erkan habis menangis. Maka darinya gadis itu menautkan alisnya karena khawatir. "Erka--"

"Pergi," suruh Erkan yang berhasil membuat Kinta seketika menatapnya dengan bingung.

"Gak mau!"

"Jangan buat gue bentak lo untuk kesekian kali," pinta Erkan.

"Kinta pengen di sini temenin Er--"

"Denger kan?" tanyanya baik-baik.

"Erkan ...."

Blackcurrant ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang