"Muel! Bisa gak, sih? diem satu detik ... aja!" Bulan menatap tajam ke arah Muel lalu, memijit pelipisnya yang terasa pusing.
Muel hanya nyengir tanpa dosa, lalu terdiam. Sedetik kemudian ia kembali bersuara membuat Bulan yang tadinya sedikit tenang kini mulai tersulut emosi. Muel sudah seperti cacing kepanasan yang tidak bisa diam, dan itu sungguh mengaganggu gadis cantik yang sedang duduk manis bersenderkan pembatas kasur kebesarannya.
"MUEL ... DIEM!" teriak Bulan penuh penekanan.
Muel langsung kicep tak berani bersuara. Adiknya sungguh menakutkan jika dalam fase marah, ia lebih memilih menghampiri adiknya lalu melompat ke ranjang besar Bulan. Muel membuat lompatan yang cukup kuat, sehingga membuat gadis yang sedang dalam fase marah itu mencium lantai yang dingin. Bokongnya mendarat sempurna di lantai diiringi dengan pekikkan yang menggelegar.
Bulan memekik sakit, sedangkan Muel hanya bersiul-siul seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Bulan bangkit lalu, menghampiri Muel yang sedang menatap polos ke arahnya. Benar-benar menyebalkan!
Gadis itu berkacak pinggang sambil menatap tajam ke arah abangnya. Melihat wajah polos Muel membuat Bulan ingin menenggelamkannya saat ini juga, tapi jika sampai ia menenggelamkan abangnya itu pasti bisa dipastikan bahwa namanya akan dicoret oleh Zean. Dari pada ia berdebat dengan Muel yang tidak ada ujungnya, lebih baik ia pergi dari kamar.
Brak!
Bulan membanting pintunya dengan kencang, membuat Muel mengelus dadanya sabar.
"Allahhuakbar! Buset, adek gue ...!"
Gadis itu berdecih pelan. Ini malam minggu dan Muel bukannya pergi berkencan, tapi abangnya itu lebih suka mengganggu Bulan. Gadis itu memilih mengambil minuman dingin untuk menyegarkan tenggorakannya yang terasa kering.
Seseorang menepuk pelan bahu Bulan dari belakang, membuat gadis itu terlonjak kaget dan tanpa sengaja ia menumpahkan air dingin yang berada di genggamannya. Laki-laki itu meringis pelan saat bajunya tertumpahan minuman dingin.
"P--pak Dirga?" Dirga mendongak menatap Bulan yang memucat, lalu berdehem kecil seraya mengibas-ngibaskan kemejanya yang basah.
"M--maaf, Pak. Bulan gak sengaja," cicitnya pelan.
"Hem ...." Lagi-lagi Pak Dirga hanya berdehem menanggapi Bulan. Tangan kekar itu sibuk mengelap kemejanya yang basah akibat ulah Bulan.
"Biar saya aja, Pak." Bulan mengambil alih tisyu dari tangan Dirga lalu mengelapnya dengan hati-hati. Dirga membiarkan gadis itu melakukan apa yang ia inginkan, selagi ia bahagia dan Dirga akan sangat senang.
"Bapak ngapaiin ke sini?" tanya Bulan yang masih sibuk dengan tisyu dan kemeja Dirga.
"Mau apelin kamu," jawab Dirga santai. Bulan menggulum bibirnya bahagia. Ada perasaan beda saat ia bersama Dirga, yah, walaupun Dirga sedikit menyebalkan, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa Bulan merasa nyaman saat berdekatan dengannya.
"Ah, Bapak bisa aja! Becandanya gak lucu banget! Hhhha ...." Tanpa sengaja Bulan menepuk dada Dirga dengan kencang, membuat Dirga sedikit terhuyung ke belakang.
"Eh, maaf, Pak." Bulan menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya.
"Saya gak papa. Mari ikut saya." Dirga menarik tangan Bulan.
"Ke mana?"
"Jalan-jalan."
"Tapi 'kan saya belum siap-siap, Pak." Dirga tidak menghiraukan ucapan Bulan, ia terus menarik pergelangan tangannya.
***
"Pak, sebenarnya kita mau ke mana, sih? Kok dari tadi muter-muter terus, sih." Bulan mencibikkan bibirnya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Galak (ON GOING)
Romance_Bulan Pradipta_ Bekerja di salah satu perusahaan musuh adalah musibah terbesar, dan musibah itu harus gue rasaiin setiap hari. Baru seminggu bekerja sudah ngebuat hati, huft ... menyebalkan! "Bulan, ambilkan saya minum!" "Bulan tolong pijitin bahu...