10:54

1.1K 219 103
                                    

Satria punya selera musik yang unik.

Naya tahu dia menyukai Didi Kempot lewat ceplas-ceplos Joshua di telepon, tapi yang mengejutkan, Satria tau lebih dari sekedar campursari dan musik norak tahun 2005-an. Di playlist-nya ada beberapa koleksi harta karun yang mampu membuat Naya mengangguk kepala karena irama. Kebanyakan band lokal memang, tapi untuk menemukan judulnya si pendengar harus mengubek-ubek seluruh isi spotify tiga hari tiga malam.

Jalan mudahnya, Naya bertanya pada Satria, kemudian mengingat-ngingat judul itu sampai dia bisa memasukkan si lagu ke dalam playlist-nya sendiri.

"Judul?"

"I Don't Know You, yang nyanyi Noni," jawab Satria sambil mengetuk jarinya pada kemudi sesuai ritme lagu, sesekali dia ikut mengangguk dan bersiul.

"Indo juga?" tanya Naya lagi.

Satria mengangguk.

Dan pertanyaan sama selalu keluar dari mulut Naya setiap lagu berganti.

"Mending gue kasih lo playlist aja deh nanti pas pulang," saran Satria setelah lagu ke-lima.

Naya mengangguk antusias, "Boleh tuh! Bikin baru aja, terus kasih nama Lagu Pas Banyuwangi biar gue gak lupa."

"Lah? Ngatur?" delik Satria.

"Lo kan udah menawarkan, ya gue nambahin syarat aja biar sekalian," kata Naya cuek.

Satria tidak pernah lupa menyunggingkan senyum setiap membalas argumen dari Naya. Kata oke dan yaudah adalah jawaban pasti. Kemudian, mereka akan hening kembali atau salah satu membawa topik baru ke dalam percakapan.

Sifat tidak ragu-ragu yang dimiliki Naya bisa dibaca oleh Satria. Perempuan itu langsung berkata gue mau makan nasi padang ketika ditanya perihal makan siang. Kini, dia mengatur seorang mantan ketua BEM menamai playlist. Satria pikir, lucu bagaimana di balik wajah jelita itu banyak sifat otoriter terpendam. Dia terus memberi rasa salut kepada Teater Wirasa, karena memiliki pemimpin jelmaan Vladimir Putin.

"Lo kemaren daftar volunteer staff pentas, ya?" tegur Naya, membuat Satria sedikit tersentak dan menoleh.

"Ho'oh," jawabnya santai. "Tapi lo tolak."

Naya memukul lengan Satria dan melontar protes, "Bukan gue yang nolak, tapi si Dika, calon HRD. Gue kerjanya cuma mantau," kemudian membenarkan posisi duduknya, mengarah penuh ke Satria. Sekantong chiki jagung berbentuk stik tinggal setengah, dia terus rogoh untuk mengganjal perut sampai tengah hari tiba. "Lagian lo senior, Satria. Mana pantes dapet kerjaan cemen kayak ngangkat-ngangkat properti."

"Pada akhirnya gue dapet kerjaan cemen juga," gelak Satria, mengedar tangan ke seluruh sisi mobil, menunjukkan bahwa dia benar-benar ada di sini.

"Ini bukan kerjaan, ini namanya bantu temen."

"Oke, berarti gue anggep ini liburan aja."

"Iya, liburan yang bayar dan buang-buang duit, sama orang asing yang suka ngatur dan tukang ngabisin chiki," ledek Naya, masih melahap chikinya.

"Lo yang bilang loh, ya. Gue gak ngomong lo suka ngatur dan tukang ngabisin chiki."

Naya memilih abai. Digerakan tubuh mungil itu ke jarak antara bangku pengemudi dan penumpang, untuk merogoh kantong plastik terletak di lantai bagian tengah mobil. Tangannya mencari dan mencari. Bunyi krasak-krusuk terdengar, sampai akhirnya dia kembali duduk ke posisi semula dengan sebuah kaleng soda sudah aman dalam dekapan.

"Kemaren Joshua bilang lo suka tipes," ucap Naya membawa topik baru.

"Ah enggak, gue selalu sehat-sehat aja."

Silih SelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang