Chapter 21.

27 9 54
                                    

"Aku baru saja memulainya. Kuharap, bahagia tak lagi hilang tanpa jejak. Ku berdoa, semoga mereka bisa segera aku temukan."

Selamat membaca 💜

***

Raja berdiri dengan berkacak pinggang, laki-laki itu memasang muka garang, beda dengan biasanya. Ia yang kepalang kesal karena diabaikan memilih mendekati Merta yang sibuk menulis sesuatu di buku namun matanya terus menilik layar laptop.

Raja merampas buku yang sedang Merta gunakan, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi saat gadis itu berusaha merebutnya. Merta cemberut, sedetik kemudian dia memasang ekspresi datar lengkap dengan matanya yang membola. Karena kebetulan mereka berdua memiliki bentuk mata yang sama, maka akan sangat lucu saat melotot bertatapan.

"Siniin gak?!" desis Merta. Ia yang jauh lebih pendek dari Raja berusaha mengambil buku catatan itu sambil terus melompat. "Raja! Gak lucu ya, tolong, aku lagi butuh banget ini!" erang Merta frustasi.

Raja tak menggubris. Ia tetap mengangkat tangan kanannya setinggi mungkin agar buku itu tak dapat Merta raih. Ia kemudian menjulurkan lidahnya meledek, kemudian tertawa keras, sendirian. Suara tawanya tersapu angin yang cukup kencang di atas atap sekolah ini.

Merta tak gentar. Ia kembali mencari cara agar bukunya bisa kembali. Ia kemudian tersenyum penuh arti dan menatap balik Raja yang tengah memperhatikannya.

Dalam hati Merta mulai menghitung. Satu ... tatap matanya, dua ... kasih senyum manis buat Raja, tiga ... peluk!

Greb

Merta memeluk Raja dengan kencang, gerakan kilat yang ia lakukan berhasil meruntuhkan pertahanan Raja. Cowok tinggi tegap itu tersungkur ke belakang dengan Merta yang ikut jatuh.

Raja meringis. Punggungnya yang membentur lantai dingin membuatnya harus menahan sakit. Ia mendongak, wajah Merta berada tak jauh dari dirinya. Merta berada di atasnya tanpa menindih.

Untuk beberapa alasan, Raja merasa nyawanya melayang. Dia kehilangan kesadarannya ketika bahkan matanya tak bisa berkedip. Mereka berdua saling bertatapan dengan nafas yang tak teratur. Di dalam sana, jantung Raja berdentum dengan keras.

Rambut Merta yang tergerai terbang tertiup angin. Wajah gadis itu terlihat sangat cantik, berkali-kali lipat bagi Raja. Matanya yang belo, alisnya yang berbentuk rapi alami, serta bibir tipis ... dan senyum sinis—dalam kelengahan yang Raja lakukan, Merta bergerak sigap.

Gadis itu bangkit dan langsung memungut bukunya yang tergeletak tak jauh dari situ akibat terlempar. Dia kemudian langsung berdiri tegap dan tersenyum penuh kemenangan.

"Satu kosong!" ujar Merta, matanya menatap Raja remeh.

Laki-laki itu masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Ketika tersadar, Raja hanya mampu terkekeh. Ia kemudian bangkit dengan dibantu uluran tangan Merta.

Merta membantu membersihkan Hoodie Raja yang berdebu dan kotor akibat terjatuh tadi. "Duh Ja, jadi kotor gini. Maafin aku ya," ucap Merta, merasa tak enak.

Raja terkekeh. Ia berbalik dan menggenggam tangan Merta yang tadi sibuk menepuki punggungnya. Dia tersenyum, sementara Merta menatap heran. "Gak usah makasih kali Ta." Dia kemudian melepaskan tangan Merta dan menarik ke atas Hoodie-nya, bermaksud melepas. Merta memperhatikan dengan tetap berdiri.

"Nih." Hoodie-nya yang baru saja dilepas, ia berikan kepada Merta. "Bawa pulang. Dicuci yang bersih, sekalian bantuin beban nyuci aku, hehe," ujarnya, meringis.

Merta menerimanya dengan helaan nafas maklum. "Makasih Ja, ntar gak aku kembalikan ya. Mau aku simpen aja," seru Merta, bercanda. Gadis itu berjalan menjauh. Kembali menuju meja di mana tadi dia duduk mencatat.

Serpihan. [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang