"Untuk kamu yang datang dengan sayang. Kamu yang membuat aku bingung, entah kau sungguh atau singgah. Aku hanya minta, kau tidak datang untuk menanam luka."
Selamat membaca 💜
***
Sinar mentari masuk melalui celah jendela seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya. Meski burung di luar sudah berkicau dan ayam pun sudah berkokok berkali-kali, Merta tetap tidak terusik.
Daripada memikirkan untuk bangun dari posisinya, ia lebih tertarik untuk mencari cara agar bisa menghubungi Laras, sementara tangannya saja tidak punya tenaga. Tubuhnya panas, rasanya menggigil, dan Merta bahkan tidak bisa untuk sekedar bangun. Ini semua akibat ia yang kehujanan kemarin, meskipun sudah menggunakan mantel, tapi tetap saja hujaman air itu menyerbunya.Dengan susah payah, akhirnya Merta berhasil mengambil ponselnya yang masih berada di dalam tas. Kemarin setelah mandi ia langsung tidur, bahkan tidak makan lebih dahulu karena tubuhnya sudah tidak tahan. Saat menekan tombol power, ia tidak menemukan satupun pesan dari Adam. Bahkan merasa bersalah pun tidak, dasar. Ia merutuk pada dirinya sendiri yang begitu bodoh kemarin, harusnya ia pulang naik bus saja. Untuk apa menunggu Adam yang bahkan pergi meninggalkannya tanpa suatu alasan.
Saat baru akan mengirim pesan, Laras sudah lebih dulu meneleponnya.
Laras: Assalamualaikum, Merta. Pagi ini berangkat sama gue, ya. Sekalian ada yang mau gue omongin sama lo, ya, ya?" Suara Laras terdengar ceria sekali. Sepertinya ia punya berita baik untuk diceritakan.
Merta: Waalaikumsalam. Nggak bisa Ras, hari ini gue ma—" suara Merta terpotong seruan Laras di seberang sana.
Laras: Merta! Suara lo kok serak, lo sakit? Jangan bilang kemarin lo hujan-hujanan?! Lo pulang sama Adam, kan!?Merta: Nggak, gue pulang sama Raja. Udah ya, gue minta tolong nanti izinin. Gue mau tidur lagi, bye," ucap Merta lirih.
Ia memutuskan panggilan secara sepihak kemudian mematikan gawainya agar tidak ada yang bisa menghubungi. Dia hanya ingin hari ini tidur dengan tenang dan tidak memikirkan apapun. Dia tak mau tahu apa yang kemarin Adam lakukan sampai harus membuatnya menunggu seperti orang bodoh. Ia tidak mau tahu, bagaimana bisa Raja tahu ia belum pulang dan datang bak pahlawan. Ia juga tidak mau tahu dengan segala rentetan pertanyaan yang pasti akan keluar dari mulut Laras. Ia tidak mau tahu, kenapa ibunya sama sekali tidak peduli. Ia hanya ingin istirahat. Itu saja.Mengerjapkan mata secara pelan, Merta melihat jendela kamarnya yang tirainya terbuka. Matahari sudah bersinar terik. Sepertinya sudah siang, ia menengok sebentar ke meja belajarnya. Kosong. Tidak ada sekedar teh hangat atau nasi. Perutnya yang sudah kosong sejak kemarin meronta meminta jatahnya. Tapi tubuhnya sama sekali tidak bisa diajak kerja sama. Bangun dari kasur saja rasanya sangat berat. Seberat menanggung rindu, sendirian.
Ia merubah posisinya menjadi telentang. Matanya menatap langit-langit kamar, pikirannya jauh menerawang. Berkelana menembus batas waktu.
4 tahun lalu.
"Menurut kamu, apa semua manusia bakal bisa rengkuh bahagianya masing-masing?" Seorang gadis dengan rambut panjang tergerai dan dihiasi bandana itu bertanya sambil menatap angkasa biru.
"Iya. Entah itu masih lama atau sebentar lagi, tapi aku yakin semua manusia pantas dan berhak untuk bahagia,"
"Terus, kapan aku bakal bahagia?"
"Kamu nggak bahagia? Sama aku pun kamu nggak bahagia kah?" tanya laki-laki itu penuh tanya.
"Kamu tahu bukan itu maksud aku," suaranya berubah dingin. "Aku pengen banget bisa punya keluarga bahagia. Tempat di mana aku benar-benar diinginkan, disayang, dan dilindungi. Di mana aku bisa pulang saat hidup terasa melelahkan untuk dijalani. Tempat paling aman saat semesta membuatku terluka. Buat aku, selama ini nggak pernah benar-benar ada yang namanya rumah. Aku rindu, rindu rumah tempatku pulang," paparnya lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan. [Tamat]
Romance"Aku lelah, ingin sekali rasanya menyerah. Hilang bagai debu yang tertiup angin petang, kemudian terlupakan." *** Selamat datang di dunia Amerta yang baru. Selamat berjatuh cinta, dan mengenal luka. Selamat bergabung dan semoga tidak berkabung. Teri...