Chintya Gabriella - Lelah Dilatih Rindu
***
Merta menerima kunci motor yang disodorkan Ratih. Setelah berpamitan dia pun bergegas pergi menuju alamat yang sudah lebih dulu ia dapatkan dari Rendi.
Untunglah jalanan tidak macet sehingga Merta bisa sampai di rumah dua lantai yang tampak sepi itu dengan cepat. Merta melepaskan helm yang ia kenakan lalu turun dari motor. Rasa ragu kembali menyergapnya. Bagaimana dia harus memulai pembicaraan dengan Adam? Apa yang harus ia katakan?
Ia meremas tas selempang yang dikenakannya. Menghalau segala rasa gugup, Merta memberanikan diri. Saat sampai di pintu utama yang tertutup, ia memencet bel dan tak lupa mengucapkan salam.
Terdengar sahutan dari dalam beserta langkah kaki yang mendekat. Sembari mengatur nafasnya, Merta tak lupa mengucapkan bismillah.
"Waalaikumsalam, cari siapa, dek?" Seorang wanita yang mungkin hampir berusia setengah abad muncul dari balik pintu. Dia menatap Merta dengan tatapan bingung.
Merta berdiri kikuk. "Itu Bu, sebelumnya perkenalkan saya Amerta Rembulan. Saya ke sini mau ketemu Adam. Apa dia ada, Bu?" tanya Merta sopan.
Wanita di depannya tersenyum lembut. "Ternyata Merta pacarnya anak saya itu kamu, ya," ujarnya, terkekeh. "Saya gak nyangka lho kamu cantik sekali. Oh iya, kamu nyari Adam?" lanjutnya.
Merta mengangguk. Dia melihat raut Bunda Adam yang tiba-tiba berubah.
"Adam tidak di rumah. Tadi pagi dia pergi, ibu pikir ketemu sama kamu," paparnya.
"Adam gak bilang mau pergi ke mana, Bu?" Merta mencoba berpikir ke mana Adam kira-kira berada sekarang.
"Iya. Dia gak bilang mau pergi ke mana. Bahkan dia belum sarapan waktu pergi." Bunda Adam memegang lengan Merta sambil terkekeh geli. "Selama liburan ini kamu sama Adam udah pergi ke mana aja? Dia selalu pergi setelah liburan dan kalau pulang pasti raut mukanya bahagia banget. Ibu makasih banyak lho, kamu udah mau nerima Adam," tuturnya panjang lebar.
Merta terkesiap. Tapi dia segera menormalkan lagi raut wajahnya. Adam selalu pergi selama liburan? Padahal laki-laki itu saja tak pernah mengabari Merta. Aneh sekali. Tidak mungkin Adam pergi dengan Rendi, karena sekarang pacar Laras itu sedang ke kampung halaman orangtuanya.
Suara deringan ponsel dari Bunda Adam menyelamatkan Merta agar tak perlu menanggapi. "Ibu kayaknya dapat telepon penting. Kalau gitu saya pergi dulu saja. Setelah ini juga saya punya urusan soalnya. Makasih ya Bu, saya permisi."
Merta melajukan motor Ratih meninggalkan rumah Adam dengan perasaan yang sulit dijabarkan.
Merta sampai di rumahnya kembali dengan muka masam. Ratih yang sedang rebahan di depan rumah sambil mengerjakan tugas kuliahnya di laptop menatap aneh.
"Kenapa? asem banget kayaknya muka lo," celetuk Ratih. Dia bangun dari posisinya dan memilih duduk. Lalu menangkap kunci motor yang Merta lemparkan. "Eits! Santai dong, Ta! Lo kenapa sih? Gak ketemu sama si Adam?" tanyanya, memastikan.
"Gak di rumah orangnya. Lagi selingkuh kali!" Merta menyahut tak acuh dan tanpa minat.
Ratih yang menyadari suasana hati Merta yang buruk hanya diam. Tidak berniat memancing gadis itu, bisa bahaya.
"Eh iya, nanti kita ke rumah sakit jam berapa?" Ratih kembali bersuara, kini dengan merapikan buku-bukunya yang berserakan. "Gue belum mandi soalnya, jadi kudu tahu dulu."
"Jorok banget si lo! Dari tadi masih belum mandi juga ternyata. Pantes aja masih jomblo! Mandi sana lo! Jauh-jauh dari gue!" seru Merta, tentu saja hanya meledek. Dia tertawa kencang saat melihat respon Ratih yang menekuk mukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan. [Tamat]
Romance"Aku lelah, ingin sekali rasanya menyerah. Hilang bagai debu yang tertiup angin petang, kemudian terlupakan." *** Selamat datang di dunia Amerta yang baru. Selamat berjatuh cinta, dan mengenal luka. Selamat bergabung dan semoga tidak berkabung. Teri...