14. Sakit

62 46 11
                                    

"Cause I'm in a field of—"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cause I'm in a field of—"

"Eh, Bulan? Sini buruan makan! Lama banget kamu jalannya," ujar Lina mengalihkan perhatian Matahari yang tengah tes vokal untuk lomba bernyanyi esok hari. Dihadapan keduanya kini berdiri Bulan dengan jinjingan tas besar di tangan kanannya, membuat Lina meraih tas tersebut dan membukanya dengan penuh penasaran.

"Woah! Gaun! Buat apa nak?" tanya Lina melebarkan gaun tersebut, dan hopla! Terlihat gaun putih nan mewah yang menyilaukan mata. "Buat lomba besok, ma. Aku nyewa," balas Bulan duduk di atas kursi meja makan setelah membuka rompi dan sepatunya.

Matahari berdiri dari duduknya, memilih pergi menuju kamar atas, mengistirahatkan dirinya tentang lelah tubuh dan pikirannya. Membuat Bulan yang ingin menyapa kakaknya tersebut seketika termenung, mengingat perkataan kakaknya kemarin, benar-benar ikut membuat hatinya pilu.

"Lantas mengapa harus menjadi cantik agar mendapatkan perhatian?"

"Kamu mandi gih, biar mama siapin makanan sama baju kamu ini. Mandi yang bersih!" ujar Lina pergi ke arah kamarnya membawa gaun yang tadi di bawa Bulan, hendak menyetrikanya.

Bulan hanya mengangguk, lantas pergi ke kamar mandi di lantai dua.

Matahari menghela nafasnya, sudah sedari tadi ia berusaha agar tidak tersulut emosi lagi, namun usahanya gagal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari menghela nafasnya, sudah sedari tadi ia berusaha agar tidak tersulut emosi lagi, namun usahanya gagal. Tatkala melihat wajah Bulan, rasanya ia ingin menangis dan berteriak lagi, sakit.

Sampai pada akhirnya mereka dipertemukan lagi pada makan malam, keduanya nampak jelas canggung, tak seperti biasanya. Membuat Aldebaran yang baru saja pulang dari kantor benar-benar heran, "Kalian kenapa?" tanyanya seusai merapihkan piring dan sendok makannya.

Bulan hanya diam seribu kata, begitu pula Matahari sampai akhirnya, "Menurut papa aku ini cantik?"

Aldebaran yang tengah menikmati tehnya otomatis tersedak, "Maksud kamu apa, Ri? Jelas-jelas kamu ini cantik. Putri papa juga."

Matahari berdiri dengan lesu, ditatapnya mata sang papa dengan lamat-lamat, "Papa bohong!" Setelah itu ia langsung berlari ke kamar atas, membuat Aldebaran turut mengikuti langkah anaknya tersebut. Namun gagal, karena cepatnya langkah Matahari di depannya.

"Nak! Matahari! Dengerin papa! Kamu cantik, nak!" teriak papanya dari balik pintu yang barusan dikunci oleh Matahari.

Matahari yang mendengar itu hanya pura-pura tuli, dan menutupi seluruh bagian dirinya dengan menggunakan selimut tebal.

"Hey! Buka pintunya!" teriak Aldebaran menaik turunkan gagang pintu tersebut cepat, cenderung kasar. Membuat Lina yang sedang membereskan makanan ikut teralihkan, lantas menyusul suaminya ke lantai dua.

"Matahari! Ini mama ... kamu kenapa nak? Kamu cantik, Ri!" ujar mamanya dari balik pintu, berkali-kali mengetuk pintu tersebut cepat.

"Matahari! Kamu cantik!" —Aldebaran lagi-lagi menggerakkan gagang pintu tersebut— "buka nak! Kamu kenapa?!"

"KALIAN BOHONG! K-kalau aku cantik, aku ga mungkin diabaikan dan diinjak-injak, pa! Ma!"

Deg.

Aldebaran meneguk salivanya kasar, mencerna kata-kata yang dilontarkan anaknya barusan, "Maksud kamu apa?"

Tak ada balasan.

Hanya ada tangisan yang terdengar dari luar.

"Nak ... dengerin papa, kamu cantik! Sesuai dengan nama kamu, kamu itu cahaya bagi papa dan mama ...." lirih papanya dari arah luar, bingung ingin berkata apa lagi karena ia tak pernah menghadapi hal seperti ini.

Lina menatap pintu putih itu lamat-lamat, lantas berucap, "Papa dan mama sayang sama kamu, Matahari ... kami sayang padamu, jadi buka pintunya, agar papa dan mama bisa dengerin cerita kamu dengan jelas ...."

Hening.

Tak ada balasan pula tangisan lagi terdengar.

Cklek.

Pintu tersebut terbuka, memperlihatkan sosok Matahari dengan mata sembab yang tak seperti biasanya. Aldebaran dan Lina langsung memeluk anak gadisnya itu erat, sembari menepuk-nepuk kepala dan punggungnya.

Sepasang orang tua tersebut lantas menuntun anaknya masuk ke dalam kamar, untuk menceritakan tentang apa yang terjadi di sekolahnya.

"Cerita, mama sama papa akan dengerin—"

Bulan yang penasaran dengan apa yang terjadi, ikut naik ke lantai dua dan melihat orang tua dan kakaknya itu berpelukan, yang membuat seketika hatinya terasa sesak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bulan yang penasaran dengan apa yang terjadi, ikut naik ke lantai dua dan melihat orang tua dan kakaknya itu berpelukan, yang membuat seketika hatinya terasa sesak. Setelah melihat mereka masuk ke dalam kamar, Bulan yang tadinya hendak masuk ke dalam kamar memilih mengurungkan niatnya, memilih duduk dibalik dinding kamar, menyimak pembicaraan ketiganya.

"Sakit ... ma ... pa ...." lirih Matahari yang dapat didengar dari balik dinding, membuat seketika ia menunduk, Ku pikir ... kakak senang juga dengan banyaknya temanku di sekolah, apa kakak benci dengan banyaknya fans ku disekolah?

Atau kakak iri? batin Bulan sedih memikirkan jika sebenarnya kakaknya tidak suka apabila dia bahagia, lantas air pun menetes dari pelupuk matanya. Karena tak ingin ambil pusing, ia berdiri, memilih beranjak menuju ke balkon rumah tanpa mendengarkan alasan jelas mengapa Matahari bersikap demikian. Yang ia tahu sekarang adalah, bahwa kakaknya benci dengan kebahagiaan yang dirasakannya.

 Yang ia tahu sekarang adalah, bahwa kakaknya benci dengan kebahagiaan yang dirasakannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

©AksaraTemu
: Hai! Kembali lagi bersama Aksa😂. Semoga tidak bosan ya! Oh ya, buat yang lomba 40 days bersama saya, semangat ya! Semoga kita menang, Aamiin Ya Rabbal Alamin! 🤍✨

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan menekan ⭐ dan comment 💬ya ! Terima kasih.

salam hangat, Aksa.

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang