21. Pusing

40 23 4
                                    

"Ma, Pa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ma, Pa. Kami pulang!"

Sepasang tersebut otomatis menoleh ke arah kedua anak perempuannya dengan wajah aneh, bingung dengan siapa anak yang berdiri di tengah-tengahnya. Sosok tubuh tinggi dengan model rambut undercut itu tersenyum seraya berkata, "Halo Om, Tante."

"O-oh silahkan masuk dulu sini," ujar Lina duduk di sofa ruang tamu, tangannya meraih cangkir teh seraya menyeruput sisa-sisa airnya. Aldebaran diam—cuek.

Ketiganya masuk dan salim dengan kedua orang tua di hadapan mereka. Dengan kaku, Gemma duduk di atas sofa tersebut sembari membuka resleting jaket hitamnya yang menutupi kemeja putih dibaliknya.

Deg.

"Nama kamu siapa?" tanya Aldebaran menatap kaku ke arah Gemma yang kini gugup tak karuan. Sebuah pilihan buruk untuk mengiyakan ajakan Matahari agar masuk ke dalam rumah.

"Gemma Polrais, om."

Deg.

"Kamu kan yang jadi pasangan KiEn Bulan? Jadi gimana? Menang kan?"

Bulan dan Matahari yang sedari tadi menyembunyikan piala, sertifikat, dan uang itu langsung mengeluarkannya dengan mata berbinar-binar. "Kita berdua menang, Ma!"

"Ya ampun ... syukurlah," lirih Lina memeluk kedua anak kembarnya erat, disusul oleh Aldebaran yang menepuk puncak kepala keduanya dengan bangga. "Papa bener-bener bangga sama kalian berdua!" ujarnya mengelus pipi keduanya lembut.

"Gih, kalian ganti baju dan pajang ya piala dan sertifikatnya di lemari kaca itu. Uangnya kalian simpan saja," ucap Lina menggenggam tangan keduanya erat dengan senyum bahagia tercetak di wajah manisnya.

"Oke, Ma!"

Keduanya menenteng tas, piala, dan lainnya menuju ke kamar—hendak membersihkan diri dan mandi. Karena saking lincahnya, Matahari sempat tersandung dan menjatuhkan tas putihnya.

Gemma terkejut, hendak menolong namun seketika kepalanya pusing; kembali kaku, memilih diam saja di sofa.

"Bubu jangan laju-laju!"

"Ih! Kakak ayo cepetan! Mamas udah ngejar tuh!" Bocah berkepang pink tersebut berlari, menghindari anak lelaki yang berusaha menyentuh pundaknya—bergantian mengejar.

"Bu tunggu—"

"Akh auu!!!" ringis Bocah tersebut tersandung dengan tangan yang terjatuh duluan. "Mamar kena!!!"

Gemma menetralkan sakit di kepalanya. Apa itu tadi ..., batin Gemma meracau, lantas karena sedari tadi memojok di pinggir sofa, ia pun mulai buka suara, "Y-yaudah kalau gitu saya pulang ya, Om, Tante."

"Eh jangan! Kita makan malam bareng, sebagai ucapan terimakasih tante dan om juga karena kamu sudah antar Bulan dan Matahari pulang," ucap Lina memegang tangan Gemma yang hangat, cenderung panas. "Tuh kan! Kamu ga enak badan lho, Gem. Makan dulu ya, lagipula magrib lho ini," sambung Lina berdiri; hendak berjalan menyiapkan makanan yang sudah diselesaikannya sedari tadi.

TRIANGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang