5

19.1K 2.5K 148
                                    

Haechan bangun pukul lima pagi, ia merasa tenggorokannya benar-benar kering dan kepalanya sakit tidak karuan. Ini efek dari alkohol?!

Haechan menarik dirinya untuk bersandar pada kepala ranjang lalu memijat pangkal hidungnya. Haechan tidak pernah merasakan sakit kepala sampai separah ini—ia ingat dengan jelas bagaimana Mark membatunya. Ini jelas sebuah kesalahan! Bagaimana jika Tuan besar Lee tau?! Entah apa yang akan terjadi; sebenarnya Haechan lebih berpikir ke 'apa yang akan Ayahnya lakukan?'.

"Kau sudah bangun?" Haechan melompat kaget. Benar-benar pemandangan langka untuk Mark, hatinya berbunga-bunga hanya karena melihat Haechan terkejut. "Kau mabuk dan aku tidak yakin untuk membawa mu pulang." Alasan! Benar, Mark hanya beralasan. Paman Kim bersedia mengantar Haechan sampai rumah, tapi Mark menolaknya.

"Maaf." Haechan beranjak dari atas kasur. Jantungnya berdetak tidak karuan karena terkejut, wajahnya memanas—masih dengan alasan yang sama. Membayangkan ia tidur bersama Mark membuat otaknya tidak berfungsi. 'apa mereka melakukan sesuatu?'

"Tidak masalah." Di luar dugaan, Haechan langsung terlelap semalam. Tidak ada tingkah lucu dan menggemaskan, atau umpatan kesal. Haechan benar-benar tidak normal!! Bahkan dalam keadaan mabuk Haechan tetap bersikap dingin dan datar, seperti tidak ada beban hidup yang di pikul pemuda itu. "Kau mandilah, aku sudah menyiapkan pakaian untukmu." Ujar Mark lalu beranjak dari atas ranjang. "Kau bisa menggunakan kamar mandi ku atau ruang lain, aku akan meninggalkanmu sebentar."

Haechan tidak ambil pusing kelakukan Mark yang sedikit aneh, ia memilih mengambil pakaiannya lalu menuju kamar mandi yang tersedia di kamar. Setelah mandi dan merapikan diri, Haechan turun ke bawah untuk sekedar membantu menyiapkan sarapan pagi. Tapi yang Haechan temui Mark sedang mengobrol akrab dengan Ayahnya, membuat perasaan iri yang tidak Haechan sadari. Ia juga menginginkan sosok Ayah dalam hidupnya.

Haechan beranjak dari tempatnya, menuju dapur untuk membantu yang lain. Seperti niat awalnya.

***

Pukul dua belas malam Haechan kembali dari kediaman keluarga Lee, ia menghampiri Ibunya yang terbaring tidak berdaya di ranjang kamar. Ibunya mengidap Kanker otak dan kondisinya semakin membaik dari hari ke hari. Haechan tersenyum.

"Bagaimana harimu, nak?" Wanita tua itu menyuruhnya duduk di pinggir ranjang lalu mengusap kepalanya lembut. Menyentuh sisi lain Haechan, perasaan yang selama ini Haechan inginkan.

"Baik, Bu."

"Kau lelah?" Haechan tidak di ajarkan mengeluh, seberat atau seburuk apapun harinya Haechan tidak akan mengeluh. "Kau bertemu Ayahmu?" Mustahil untuk dua orang yang bekerja dalam satu ruang lingkup tidak bertemu, Haechan tentu bertemu Ayahnya setiap hari.

"Ya."

"Astaga, anakku sudah sebesar ini." Yang terjadi di masa lalu terlalu membekas diingatan dan sekarang ia menyesali perbuatannya itu. Seharusnya ia tidak meminta Haechan untuk kuat, seharusnya ia menyuruh Haechan menangis sejadi-jadinya untuk menumpahkan perasaannya. Jika saat itu ia melakukannya Haechan tidak akan seperti ini, seseorang tanpa jiwa. "Tidak ada yang ingin kau sampaikan pada Ibu?" Menurutnya Haechan hidup seperti mayat, tubuhnya tidak membusuk tapi jiwanya. Air mata lolos tanpa permisi, ia memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan air mata itu.

"Tidak, Ibu ingin mengatakan sesuatu?"

"Kau suka taman hiburan?" Rasa sesak membuat air mata terus mengalir deras, ia menghapus jejak itu lalu tersenyum pada sang Anak. "Ayo kita pergi ke sana."

"Ibu harus kontrol kesehatanmu." Haechan bahkan lupa apa itu taman bermain. "Aku akan mandi lalu istirahat, aku harap Ibu juga istirahat." Haechan berdiri lalu membungkuk sebelum keluar dari ruang kamar Ibunya.

Weirdos [MARKHYUK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang