1

48K 3.3K 257
                                    

Haechan terlahir di keluarga pelayan, sejak kecil ia di ajarkan menjadi anak baik dan patuh. Apa yang keluar dari mulut Mark adalah mutlak dan harus ia lakukan; bahkan jika Mark menyuruhnya bunuh diri, Haechan akan lakukan.

Haechan tau ini sudah jalan hidupnya, menjadi seorang pelayan sudah jalan cerita kehidupannya. Tapi untuk melayani Mark?! Haechan masih memiliki otak!! Ia tidak akan melakukannya!!

"Kemarilah, kau membuatku menunggu terlalu lama."

Haechan menundukkan kepalanya, tangannya terkepal kuat di samping tubuhnya.

"Kau menolak ku?" Mark berdiri dari duduknya, menghampiri Haechan lalu menatap Haechan kesal. Dia di tolak?!

"Maaf, tuan." Haechan semakin menundukkan kepalanya. Ia menggigit bibirnya, Haechan ingin memukul Mark tapi ia masih sadar batasannya.

"Maaf?" Mark mendelik kesal, ia benar-benar di tolak?! "Kau ingin aku mengadukan ini pada Ayahmu?" Mark berujar tajam, menarik sudut bibirnya ke atas-merasa menang, ia yakin Haechan tidak akan menolaknya setelah ini. "Apa yang akan dilakukan Ayahmu jika kau terus membangkang? Dia akan bersujud padaku,,"

Haechan tidak peduli pada Ayahnya, hubungan mereka kurang baik karena Mark sering mengadu perihal kelakuannya. Ayahnya sering memukul dan mengoceh tentang kehidupan yang sudah diberikannya, tentang kebutuhan yang di penuhi, dan hal yang menurut Haechan kurang jelas artinya.

Haechan mencoba untuk patuh, ia melakukan segala hal untuk Mark bahkan membunuh orang, tapi untuk yang satu ini Haechan tidak bisa. Ia masih waras! "Maaf, tuan."

Mark kembali mendelik. Ia tidak suka di bantah dan berulang kali Haechan melakukannya! Tugas pelayan itu melayani tuannya!! "Ah, begitu rupanya. Kau menolak ku?" Sekali lagi ia mendengar kata maaf dari Haechan. "Kalau begitu cari jalang dan bawa dia kesini."

"Baik tuan." Haechan membungkuk lalu keluar. Ia menghembuskan nafasnya pelan, merasa lega karenanya. Haechan melanjutkan langkahnya menuju lantai bawah, ia mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, jemarinya bermain di atas layar lalu menempelkan ponsel pada telinganya. "Hyung aku butuh bantuan mu." Haechan berujar melas. "Hyung ada di tempat?" Haechan menanti jawaban dari sebrang lalu tersenyum mendengarnya. "Baiklah, aku ke sana."

***


"Hyung." Haechan mengeluh, ia menaruh gelas jus miliknya sambil menunggu pesanannya yang lain.

"Dilihat dari wajahmu, dia memintamu melakukannya lagi?" Tanya Ten. Ia senior Haechan saat sekolah dulu, mereka dekat karena Haechan tidak memiliki teman-Lee Haechan itu anak yang kaku, pertama kali ia berkenalan dengan Haechan bocah itu menggunakan kalimat terlampau formal, bukan hanya gaya bicara tapi perilakunya juga. Selama tiga tahun Haechan berbicara layaknya robot, tidak berekspresi bahkan saat seseorang menjambak rambutnya. Haechan seperti boneka hidup. "Kenapa tidak pergi saja?"

"Jika aku bisa sudah ku lakukan." Haechan menjadikan dagu sebagai tumpuan kepalanya di atas meja, matanya menatap gelas jus miliknya tidak minat.

"Kenapa tidak bisa? Kau memiliki hak untuk pergi, kau bisa pergi."

"Hyung tidak mengenalnya." Ujar Haechan lesu. "Dia bisa membunuhku jika aku melarikan diri."

Ten terpaku. Sebenarnya ia merasa sedikit senang karena Haechan mau berbagi kesulitannya dan menunjukan ekspresi seperti itu. "Johnny bisa membantu jika kau mau, dia akan bersedia menyembunyikan mu jika aku memintanya." Ia melihat kilatan pada mata Haechan, adiknya itu pasti tertarik pada tawarannya.

"Aku senang jika Hyung membantuku, tapi bagaimana dengan keluarga ku? Aku tidak bisa meninggalkan Ibu sendiri." Haechan tersenyum. "Aku tidak ingin Ibu disakiti."

Weirdos [MARKHYUK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang