Sebagai perayaan atas berita baik yang kami terima—maksud gue, fakta bahwa Rey (mungkin) akan hamil adalah sebuah berita baik bukan?—gue memutuskan buat mengajak kekasih gue itu pergi liburan. Atau setidaknya, anggap saja ini adalah sebuah bulan madu karena semenjak kami menikah, gue sama sekali belum mengajak istri gue itu jalan-jalan.
Di pelataran rumah kami yang penuh dengan bunga mawar—Rey yang menanamnya kalau kalian penasaran—gue dan Rey kini sibuk memasukkan travel bag terakhir ke dalam bagasi mobil. Tiga hari yang lalu, Kak Kimmy sudah berbaik hati menyewakan sebuah cottage milik temannya yang ada di Bali. Dan tentu saja, dengan senang hati gue menerimanya meski sebagai bayarannya, kakak perempuan gue itu memaksa gue untuk mengurus cabang terbaru The Coffee Boutique yang akan buka di Jakarta Barat. Lagipula, gue juga belum tahu akan bekerja di mana setelah ini, jadi anggap saja ini adalah batu loncatan sebelum gue benar-benar mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuan gue.
"Nah, Rey, sudah semua barang-barang kamu?" Gue mendorong sedikit travel bag terakhir yang selesai kami masukkan ke dalam bagasi sebelum menoleh ke arah Rey. Pemuda imut itu mengenakan celana pendek khaki serta kemeja pantai beraksen bebungaan yang membuat sosoknya mampak menggemaskan.
"Sudah, Kak," katanya. Meletakkan sebuah topi anyam menutupi rambutnya yang kecokelatan diterpa cahaya matahari. "Makasih ya?"
"Untuk?" Gue mengangkat alis kanan.
"Untuk liburan ini," jawabnya mengulum senyum. "Kakak tentu tahu kalau aku sangat suka pantai, kan?"
Gue memutuskan untuk menjatuhkan tangan ke atas bahunya yang mungil. Tentu saja gue tahu kalau Rey begitu menyukai pantai. Matanya yang nampak berbinar ketika suatu saat dulu gue menceritakan liburan gue ke Gili Terawangan bersama teman-teman kampus sudah cukup untuk menjelaskan itu.
"Sama-sama, Rey." Gue mengecup singkat telapak tangannya. "Ini bukan apa-apa ketimbang apa yang udah kamu kasih ke dalam hidupku."
Rey diam, tapi ada binar kebahagiaan di sudut bibirnya.
"Kehadiran kamu di dalam hidup aku, asal kamu tahu, adalah hadiah paling membahagiakan yang nggak akan pernah bisa kubayar dengan apapun," lanjut gue sungguh-sungguh. "Dan selamanya, aku ingin hadiahku tetap ada di sampingku sampai nanti kita sama-sama menua dan rapuh."
Tanpa gue nyana, tepat ketika gue usai mengatakan itu, Rey berbalik dan mendaratkan ciumannya ke bibir gue. Rasa manis yang tak pernah hilang dari bibir pemuda itu pada kenyataannya nggak pernah gagal ngebikin gue merasa jadi laki-laki paling beruntung di dunia ini. Dan meskipun akan banyak hal buruk yang mungkin saja kami hadapi nantinya, gue yakin, gue bakal bisa menghadapinya selama ada Rey di samping gue.
Maka setelah ciuman dalam kami pada akhirnya terlerai, gue kemudian membimbing Rey untuk masuk ke dalam Range Rover hitam yang telah selesai dipanasi. Sisa waktu yang kami miliki sebelum flight ke Ngurah Rai tinggal satu jam lagi, dan kami tak mau kemacetan Jakarta yang seringkali datang tanpa kenal waktu mengacaukannya.
***
KIMBERLY JOYCE PRADIKARSA
Tok. Tok. Tok.
Ketukan berirama lambat itu terdengar di sana, membuatku yang sejak tadi sibuk dengan laporan keuangan di layar MacBook seketika mengangkat kepala.
"Masuk!" perintahku, yang sesaat setelahnya, memunculkan sosok Theo yang merupakan asistenku untuk mengurus coffee shop ini.
"Ada yang ingin bertemu dengan Bu Kimmy," katanya. "Seorang pria."
"Siapa?"
Tak menjawab, laki-laki itu justru mengulurkan sebuah kartu nama ke arahku, yang pada detik berikutnya, kuterima dan kulihat dengan saksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
[MPREG#3] BE A GOOD DADDY
RomanceBabak kedua kisah Javier Pradikarsa dan Reytama Adliandhika segera dimulai! Benarkah Javi akan bertransformasi menjadi seorang good daddy? Sebuah sekuel dari HAMIL. COPYRIGHT 2020 BY BAGUS TITO MENGANDUNG UNSUR LGBT, MALE PREGNANCY DAN MALE TO MAL...