FOUR: The Secret

3.5K 434 11
                                    

"Ini... tentang sebuah eksperimen yang dilakukan oleh seorang professor bernama Shinji Kitano, Kak."

Pada akhirnya, kalimat itu lolos dari bibir Rey setelah jeda yang cukup lama.

"Shi... Shinji Kitano?" Gue mengulang. Merasa teramat asing dengan nama yang baru saja disebutkan oleh Rey itu.

"Kejadiannya empat bulan setelah Kakak pergi ke Perancis," jelasnya. Yang pada detik berikutnya, tentu semakin ngebikin gue nggak paham dengan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Rey. "Ada sekelompok dokter yang tiba-tiba saja mengirim pesan beruntun tentang sebuah proyek."

"Proyek?" Gue menaikkan alis kanan, tanda semakin bingung.

"The Male Pregnancy Project, Kak," tukas Rey telak, jauh sebelum gue sempat memuntahkan kalimat terakhir gue. "Proyek penanaman rahim terhadap tubuh pria dengan harapan pria tersebut bisa hamil dan melahirkan bayi."

"La-lu?" tanya gue, nggak tahu harus mengucapkan apa lagi.

"Proyek itu melibatkan lima laki-laki usia remaja untuk dijadikan subyek." Rey melontarkan mata teduhnya ke arah gue. Yang dengan segera, ngebikin gue sadar ada keraguan di dalam tatapannya. "Dan akulah salah satunya, Kak."

What?

Maka sedetik setelah kalimat terakhir yang diucapin sama Rey, gue nyaris terperanjat dari kursi tempat gue duduk. Beberapa tamu yang duduk nggak jauh dari meja kami bahkan sempat melemparkan tatapan ke arah kami. Untung saja, Rey segera memberi isyarat dengan menempelkan telunjuk ke bibirnya. Sebab jika tidak, gue yakin pasti pihak restoran pun bakal mengusir kami karena dianggap menimbulkan kegaduhan.

"Kamu nggak sedang bercanda kan, Rey?" Gue mendekatkan wajah ke arah kekasih gue itu. Berbisik. "Ini bukan bulan April, lho? Kamu nggak lagi nyiapin kejutan buat April Mop, kan?"

Satu gelengan di kepala pemuda itu, sialnya sudah cukup menjelaskan bahwa dia sama sekali nggak berbohong dengan kalimat yang baru saja diucapkannya.

"I am not, Kak. Sudah lama aku pengen cerita ke Kak Javier tentang ini, namun selalu saja... aku nggak punya nyali."

Dan, boom!

Entah perasaan seperti apa yang tiba-tiba saja menghantam dada gue. Rasanya, kayak ada semacam rasa bahagia yang bercampur dengan kekhawatiran di sana. Bahagia karena-jika memang benar Rey bisa hamil-itu akan menjadi sebuah anugerah bagi rumah tangga kami, sekaligus khawatir karena aku belum bisa benar-benar percaya.

"Ta... Tapi... Bagaimana bisa, Rey? Maksudku, kenapa kamu mau dijadikan subyek dalam proyek gila seperti itu?"

"Mereka menjanjikan sejumlah uang jika aku menerima tawaran mereka, Kak," jelasnya. "Dan Kak Javi tentu tahu bukan kalau aku benar-benar butuh uang untuk pengobatan Bunda?"

Maka detik itu, nggak ada yang bisa gue lakukan lagi selain menelan ludah yang serta-merta berubah kayak biji kendondong. Seringkali, kenyataan dalam hidup gue terjadi tanpa sekalipun bisa gue terka.

"Ja... Jadi..." Gue mengumpulkan keberanian yang serta-merta saja tercecer entah ke mana. "Itu berarti, karena proyek itu, ka... kamu bakal bisa hamil jika kita... berhubungan... seks?"

Di atas duduknya, Rey hanya bisa menatap gue dengan dalam sebelum kemudian menganggukkan kepalanya dengan tegas.

"Aku tahu. Tubuhku sudah rusak, Kak."

Holly shit!

Gue nggak bermaksud buat ngebikin Rey jadi insecure begitu. Maksud pertanyaan gue tadi sebenernya lebih ke semacam penegasan kalau apa yang sedang kami bicarakan bukanlah sebuah lelucon, bukannya mau menghina kalau Rey itu cacat atau semacamnya.

[MPREG#3] BE A GOOD DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang