TWO: The Ceremony

5.5K 549 11
                                    

"Jav, Gimana? Udah siap apa belom?"

Suara nggak sabaran itu kembali terdengar setelah satu ketukan (yang sama nggak sabarannya) mendarat di pintu kamar gue. Gue memalingkan muka, mendapati sosok Reuben yang sudah dibalut kemeja putih berdasi kupu-kupu menyembul dari balik kosen kayu yang dibuka lebar.

"Sebentar, Ben! Gue lagi nyiapin mental!" tukas gue seraya menelan sekali lagi ludah yang rasanya nyangkut di tenggorokan. Sejak bermenit-menit yang lalu, gue masih berusaha keras mengumpulkan keberanian yang serta-merta saja menghilang entah ke mana.  Hari ini, janji suci antara gue sama Rey bakal terjadi, tidakkah Reuben bisa memahami kegelisahan itu?

"Alah, Jav! Lo itu cuma mau nikah, bukan mau rapat negara sama Kim Jong Un, jadi ngapain sok-sokan nyiapin mental segala, sih?" Bukan Reuben Djanuarta namanya kalau nggak ngeluarin ocehan macam itu saat masa genting begini. Belum aja dia ngerasain bagaimana nevous-nya nyiapin mental saat detik-detik janji suci lo udah di depan mata. Ah, kalaupun dia nanti jadi married sama Bian pun, gue yakin juga dia nggak bakal ngerasain apa-apa, sebab pihak yang bakal ngerasain situasi kayak gue itu ya si Bian.

"Bisa nggak sih lo ngebantu gue buat redamin nervous ketimbang malah ngoceh nggak jelas soal kenegaraan macam itu?" Gue memilih menarik tangan Reuben biar cowok itu tahu bagaimana kondisi gue saat ini. "Lo itu sahabat baik gue, tapi kenapa malah berubah bangsat di saat penting kayak begini?"

Yang gue kata-katain, bukannya sadar diri, malah ketawa ngikik seraya mengambil foto gue dari ponselnya. "Sorry, bro. Habis gue nggak tahan buat nggak nge-bully lo yang udah kayak kambing kebakaran jenggot itu," katanya menjatuhkan tangan kanannya ke bahu gue. "Gue paham kok, lo nervous karena sebentar lagi lo mau nikah sama Rey, tapi ya jangan lebay kayak gitu, dong?"

See? Sekarang dia malah ngatain gue lebay. Belum aja ni bocah satu gue timpuk pake sepatu pantofel.

"Ini semua adalah hal yang lo harepin, kan?" lanjutnya karena gue enggan mengeluarkan sepatah kata pun dan memilih menatap kembali pantulan wajah gue di cermin. "Maka dari itu, yakinkan diri lo, dan buang semua keraguan dalam hati lo. Biar lo bisa tegas dan bisa ngelakuin ini semua tanpa sedikitpun kekhawatiran."

Gue diam, tumben kata-kata Reuben bisa ngena juga.

"Lo sayang sama Rey, kan? Maka dari itu, buktiin sekarang dan lakukan yang terbaik."

Maka usai satu penggal kalimat terakhir tersebut, gue nggak tahan lagi buat nggak memeluk tubuh bongsor Reuben. Meski sebajingan dan secerewet apapun, sahabat baik tetaplah sahabat baik. Dan itulah yang gue temukan dari sosok Reuben yang bermulut Indomie Abang Adek level lima ratus juta itu.

"Thanks ya, Ben. Yo are my bestest friend," ujar gue, jujur dari dalam hati.

"Iya, gue tahu. Ya udah, kalau gitu, mending sekarang lo keluar. Rey dan keluarganya udah nungguin lo di gereja," pungkas Reuben membenarkan letak jas dan dasi di leher gue. "Omong-omong, lo ganteng juga ya, kalau pakai pakaian kayak gini, Jav."

Tadinya, gue udah mau berantem lagi sama sahabat gue satu itu, tapi berhubung suara klakson yang dibunyikan sopirnya Papa udah kedengeran lagi, gue putuskan buat mengurungkan niat gue itu. Sekali lagi, gue menatap bayangan gue di balik cermin, sebelum kemudian, merunuti langkah Reuben yang membawa gue keluar dari kamar gue yang lebar.

Di pelataran rumah, tiga buah mobil yang telah diisi penuh oleh Papa, Mama dan beberapa kerabat dekat telah terparkir sejajar menanti kehadiran gue. Dengan gegas, nyokap langsung memerintahkan gue buat segera mengambil duduk sebab waktu semakin berjalan maju. Dan tepat ketika pantat gue telah rebah di salah satu kursi, Papa segera memerintahkan Pak Diman, sopir keluarga kami menginjak pedal gas dan membawa kami menuju gereja tempat Rey beserta keluarga kecilnya telah menanti gue.

[MPREG#3] BE A GOOD DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang