SEVEN: Why Him?

2.9K 315 26
                                    

"Mi-Miko?"

Nama itu serta-merta lolos dari bibir gue. Membuat sosok lelaki dalam balutan kemeja hijau muda dan celana chino berwarna khaki itu tersenyum.

"It's really you. What a coincidence." Dalam langkah pelan, Miko memajukan langkahnya, memutus jarak yang menyekat kami berdua, sehingga aroma kayu Ek dari tubuhnya perlahan-lahan menyentuh indera penciuman gue. "What are you doing here anyway, in Bali?"

"Ah. Eum. I just having my holiday." Dalam alasan yang gue sama sekali nggak mengerti, tiba-tiba saja lidah gue terasa kelu. Degup jantung yang terasa familiar juga tiba-tiba menguasai dada gue. Terasa sesak, namun juga sekaligus menyenangkan. "Lo sendiri?"

Tak menjawab, laki-laki itu hanya menyunggingkan senyum seraya melipat kedua tangannya ke atas dada. Dalam segala umpatan yang pengen banget gue keluarkan dari bibir, sosok lelaki itu sungguh-sungguh masih sama dengan sosok yang gue kenal bertahun-tahun lalu. Senyum tipis yang tercetus dari bibir tebalnya yang keunguan masihlah sama. Pun juga tatapan teduh penuh kehangatan yang memancar dari kedua bola mata almondnya, sungguh-sungguh masihlah tatapan yang sama yang dulu pernah mengunci gue dalam pesonanya.

"Singet gue, gue dulu pernah bilang kan kalau salah satu cabang perusahaan yang gue kelola ada di Bali?" katanya. "Dan jika lo tanya kenapa sekarang gue ada di sini, gue lagi company visit aja. Ada sedikit masalah yang harus gue selesaikan."

"Ah, iya." Menggaruk leher yang sama sekali tak gatal, gue mengatakan itu. Untung saja di toilet ini, hanya ada kami berdua, sehingga tidak ada pengunjung lain yang curiga melihat dua cowok bercakap akrab di kamar mandi.

"So, how's life?" Laki-laki kisaran akhir tiga puluh itu bertanya. Kami berdua kini sama-sama beranjak menuju wastafel. Dia sibuk merapikan rambut dan pakaiannya melalui kaca, sementara gue mulai asyik mencuci tangan dengan sabun. "Gue lihat-lihat di social media lo, kayaknya lo udah ada someone special, nih?"

Atas apa yang dikatakannya, gue hanya mengangkat ujung bibir seraya menarik selembar tissue dari dispenser. Gue lupa, meskipun tak pernah bertukar nomor telepon, kami berdua sempat saling mem-follow media sosial masing-masing.

"So much things have changed, Mik." Gue membuang tissue yang telah basah ke tempat sampah. "Pertemuan kita dulu memang telah banyak mengubah hidup gue. Harus gue akui, memang benar kata lo dulu, bahwa mungkin gue bisa menghapuskan sakit hati gue terhadap Chelsea dengan beralih mencintai laki-laki."

Dari pantulan bayangan yang terpampang di hadapan kami, gue bisa melihat Miko menolehkan pandangan ke arah gue. "So, you are gay, now?"

Antara ragu dan takut, gue menganggukan kepala dengan pelan. Gue nggak tahu harus berbuat seperti apa di situasi seperti ini. Di samping gue sekarang, berdiri sesosok laki-laki yang telah mengubah orientasi seksual gue sekian tahun yang lalu. Dan harus gue akui, ingatan-ingatan masa lalu itu serta-merta bergelenyar di dalam dada gue.

"Gue seneng pada akhirnya lo mengambil keputusan itu." Miko menjatuhkan tangan kirinya ke atas pundak gue. "Kita memang nggak pernah punya pilihan untuk menjadi apapun yang kita inginkan, tapi setidaknya, pilihan untuk menjadi bahagia akan selalu ada."

Mau tak mau, gue kembali mengulas senyum tipis di sudut bibir gue. Ini benar-benar aneh! Ketika berada di samping Miko, seluruh logika dan perasaan gue seperti tersihir oleh pesona dan kharismanya. Entah kenapa, otak gue sudah semacam mencandu dan teracuni akan perannya bagi gue. Di dalam ingatan gue, Miko adalah malaikat penyelamat yang hadir saat gue terpuruk dan tak tahu harus melangkah ke mana untuk menemukan kebahagiaan.

"Anyway, I have to go now." Miko melirik sekilas arloji di sampingnya sebelum mematut kembali bayangannya di permukaan cermin. "Dan kalau lo nggak keberatan, bisa kita bertukar kontak?"

[MPREG#3] BE A GOOD DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang