FOURTEEN: Pengintaian

1.6K 188 10
                                    

Dengan berbagai pertimbangan, gue memutuskan untuk tidak memberitahu Kak Kimmy tentang rencana pengintaian yang akan gue lakukan bersama Troye.

Bukan berarti gue nggak percaya sama rencana yang telah disiapkan Dokter Rob dan yang lainnya. Hanya saja, gue nggak bisa jika harus terus duduk diam menunggu aba-aba tanpa melakukan apapun. Gue perlu tahu bagaimana kondisi Rey. Pun, gue juga perlu tahu apa yang dilakukan oleh orang-orang dari The Anti Malebirth Society itu terhadap Rey ataupun bayi kami.

"Kita berangkat sekarang?"

Suara berat Troye itu menuntaskan lamunan yang sesaat tadi muncul di kepala gue. Kami berdua telah sama-sama duduk di atas kursi mobil SUV hitam gue yang terparkir di depan apartemen cowok itu. Setelah obrolan gue sama dia di bandara tempo lalu, pada akhirnya gue setuju buat mengikuti rencana permainan yang akan dilancarkan oleh cowok tinggi itu.

Tanpa membuang lebih banyak waktu, gue kemudian menginjak pedal gas dan membiarkan mobil yang membawa kami melaju melewati jalanan Jakarta yang ramai lancar. Hari ini, kami berencana melakukan pengintaian di markas The Anti Malebirth Society yang lokasinya telah berhasil dilacak oleh Troye. Kami juga berencana menyadap beberapa kamera di sana sehingga kami bisa mengintai setiap pergerakan yang mereka lakukan terhadap Rey.

"Jadi, ada apa dengan Miko sampai-sampai lo begitu curious sama dia?"

Gue memutar kemudi ke kanan menuju daerah selatan Jakarta ketika pertanyaan tersebut terucap dari bibir gue. Sama kayak para ilmuwan yang pertama kali menemukan adanya Virus Ebola, gue juga turut kaget sekaligus heran sama imbalan yang diinginkan sama cowok itu saat setuju buat membantu gue menyelamatkan Rey. Alih-alih meminta gue menyerahkan Rey kembali padanya—which is nggak bakal gue lakuin sampe kapanpun—cowok itu justru meminta gue memberitahunya segala hal tentang Miko. Seolah-olah, informasi tentang pria itu adalah sesuatu yang begitu berharga baginya.

"Gue tertarik aja sama dia, bro." Tanpa sedikitpun mengalihkan kedua matanya dari rentetan gedung tinggi yang berlarian di luar jendela, Troye menjawab. "Ada sesuatu yang menarik soal cowok itu."

Tanpas sadar, gue mencibir jawaban singkat cowok itu. "Jadi sekarang selera lo berubah haluan dari cowok imut macam Rey ke om-om binal macam Miko?"

Dan tentu saja, Troye langsung menggeplak kepala gue atas perkataan itu.

"Ini bukan kayak gue lagi naksir sama cowok gay lain yang menurut gue menarik, Jav," katanya setelah puas melihat gue mengaduh. "I just found that he is interesting. Meskipun kata interesting di sini gue belum tahu pasti yang seperti apa. Gue cuma ngerasa bahwa kami berdua memiliki banyak kesamaan. Nggak selamanya rasa tertarik itu butuh sebuah alasan yang pasti, bukan?"

Tanpa tahu harus merespon kalimat Troye itu, gue memutuskan buat mengangguk saja seraya terus mengarahkan mobil mengikuti arahan GPS yang ditunjukkan ponsel gue. Memang benar kata cowok itu, nggak selamanya kita butuh alasan untuk tertarik ataupun mencintai seseorang. Sebab ketika kita suka terhadap seseorang, hati kitalah yang bekerja, bukan logika.

Sekitar setengah jam kemudian, SUV hitam gue sampai pada lokasi yang ditunjukkan oleh ponsel gue. Memutar kemudi untuk mencari posisi parkir yang aman, gue kemudian mematikan mesin dan melepas seat belt yang sejak tadi membelenggu tubuh gue. Setelah mengkonfirmasi pada Troye bahwa memang inilah tempat yang berhasil dilacaknya, kami berdua lalu beranjak turun dari mobil dan menginjakkan kaki ke atas paving koyak sebuah kawasan tak terpakai yang entah di mana lokasi pastinya.

"Sinyal pelacaknya berasal dari sana." Troye menunjuk ke sebuah bangunan yang berada sekitar tiga kilometer dari tempat kami berdiri. Bangunan tersebut seperti sebuah lokasi pabrik terbengkalai yang disekelilingnya ditumbuhi rumput-rumput ilalang setinggi dada.

[MPREG#3] BE A GOOD DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang