ONE: Come Back Home

8.4K 624 24
                                    


JAKARTA. Beberapa bulan kemudian.

Udara panas bercampur debu khas negara tropis segera menyambut begitu kami melangkahkan kaki menuju pintu keluar Bandara Internasional Soekarno Hatta siang itu. Di sekeliling kami, puluhan manusia dari bermacam ras terlihat berseliweran memadati koridor sempit berbatas queuing line yang dijaga oleh dua petugas berseragam biru muda. Suara-suara dalam bermacam bahasa menyesaki udara, ngebikin gue menutup mata sejenak menikmati kenyataan bahwa pada akhirnya, gue memutuskan buat pulang ke Indonesia dengan Rey dalam genggaman.

Di depan gue, pemuda itu masih sibuk menunjukkan paspor kami pada petugas imigrasi. Dan lima menit setelah dokumen-dokumen kami dinyatakan valid, segera gue mengekor langkah kecil cowok kesayangan gue itu seraya menarik dua buah koper berukuran besar di tangan kanan pun kiri.

"Kak Kimmy udah nunggu di luar. Kita langsung aja ke sana, ya?" kata Rey pasca mengecek pesan yang masuk sesaat setelah ponselnya tersentuh jaringan wi-fi. Yang dengan segera gue balas dengan dengan anggukan mantap.

"Ya udah, langsung aja," jawab gue sebelum memindahkan kedua koper ke tangan kanan dan menggamitkan tangan kiri gue ke bahu Rey.

Di antara penuh sesak dan hilir mudik manusia yang seolah tak pernah habis, gue pun Rey kemudian memajukan langkah keluar bandara menuju area pick up yang sama ramainya. Belum sempat gue selesai mengedarkan pandangan, sekian meter dari hadapan kami, Kak Kimmy sudah berlari kencang sebelum menghambur ke arah gue.

"Javi!!! Oh, my God! Gue kangen banget sama lo!!" pekik kakak perempuan gue itu seraya menghibahkan pelukan erat ke tubuh gue. Seolah memang menjadi jenis wewangian kesukaannya, gue bisa mencium aroma segar citrus menguar dari tubuhnya yang jenjang. "Apa kabar? Lo sehat-sehat aja, kan?"

Gue mengeratkan pelukan di tubuh gue. "Gue sehat kok, Kak? Lo sendiri?"

"Gue nggak pernah sesehat dan sesemangat ini, Javier Pradikarsa!" bisiknya haru di samping telinga gue. "Gue selalu menjadi orang pertama yang mengharapkan lo pulang ke Indo setelah keputusan lo buat pergi ke Prancis satu tahun tujuh bulan yang lalu itu. Gue pula orang pertama yang selalu mengharapkan Rey bisa membawa lo kembali dan berubah, lo harus tahu itu."

Pelukan kami terurai, menyisakan senyum yang kini mengembang di bibir gue dan Kak Kimmy. "Dan sekarang gue udah pulang, Kak. Jadi lo nggak usah selebay itu lagi, ya?"

Atas apa yang gue katakan, Kak Kimmy lantas mencubit hidung gue dengan gemas. Kebiasaan yang sering dilakukannya ketika kami berjumpa kembali setelah lama berpisah kala kecil dulu. Meski hampir dua tahun berpisah, nyatanya Kak Kimmy memanglah seorang kakak perempuan yang sama. Sosok kakak perempuan yang akan memendam rindu jika lama berpisah dengan adik kesayangannya.

"Dan Rey juga makin manis, ya?" Kak Kimmy sudah berpaling dan gegas memeluk Rey yang sejak tadi mematung diam di samping gue. "Rey yang malang. Pasti di Prancis sana, kamu sering digarap ya sama Javi?" lanjut Kak Kimmy yang ngebuat gue mau nggak mau meninju pelan bahu kakak perempuan gue itu demi menyelamatkan wajah Rey yang memerah padam. Kami bertiga tertawa bahagia. Senang merasakan kembali satu momen yang teramat lama tidak kami dapatkan itu.

"Berhenti godain Rey atau bakal gue bikin lo pingsan kegelian, Kak," ancam gue yang ngebikin perempuan cantik itu kembali tertawa.

"Iya, iya. Dih, balik-balik dari Prancis kenapa jadi protektif banget sih lo sama si Rey?" cibir Kak Kimmy.

"Ya iya, dong. Soalnya kalau gue nggak protektif, bisa-bisa Rey dicolong sama orang lain! Kayak nggak tahu aja, homo lokal itu kayak kucing yang suka belagak khilaf kalau disodorin ikan asin!" balas gue sok galak yang ngebikin kakak perempuan gue itu makin ngakak nggak berhenti-henti.

[MPREG#3] BE A GOOD DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang