Sas

1K 161 13
                                    

Sungchan melangkah memasuki kamarnya, kemudian merebahkan tubuhnya diatas kasur. Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, dan Sungchan beberapa hari ini rela lembur kerja karena dia harus membeli sepatu sepak bola yang diinginkannya, lomba perektrutan tim akan dilakukan dua hari lagi dan Sungchan harus berusaha sekuat tenaga untuk itu.

Baru saja pemuda 15 tahun itu memejamkan matanya sebuah pukulan keras di rasakan di lengannya.

"Bangun lo! Nggak bantuin gue beresin rumah kek! Siap-siap buat sekolah kek!"

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Berkali-kali pukulan itu kembali dilayangkan pada tubuh Sungchan dan lebih sakitnya itu diberikan oleh ibunya sendiri, Taeyong.

"Bangun nggak lo bangsat!" dengan segenap kekuatan yang dia miliki Sungchan mendudukkan dirinya,

"Apa sih?! gue capek tau nggak?!" Sungchan balas membentak Taeyong. Sudah satu tahun Sungchan lewati dengan perubahan sikap ibunya yang semakin kasar semenjak perceraian-nya dengan Johnny. Tak ada hari tanpa pukulan dari ibunya dan caci-maki yang dilontarkan Taeyong padanya. Kadang berdasar dengan kelakuannya yang suka tawuran, atau malah tidak berdasar seperti ini.

"Lo capek abis ngapain, hah?! pulang pagi, trus tidur. Anak macem apa lo?! hah?!" Taeyong menatap garang pada Sungchan, tangan Sungchan sudah terkepal kuat menahan amarahnya dan agar tidak kelepasan memukul orang yang telah melahirkannya.

"Gue darimana pun apa lo peduli? Lo nggak kasih gue duit buat beli makan, lo malem, malah nggak pulang pun gue nggak peduli. Lo pikir gue nggak butuh makan, hah?!" pemuda itu bangkit, beranjak dari ranjang kecil kamarnya kemudian pergi dari apartemen dengan membanting pintu, tak mempedulikan Taeyong yang berkali-kali meneriakkan namanya. Kemudian Sungchan memilih untuk membolos, ia perlu mengistirahatkan tubuhnya, tapi rumah yang dulu menjadi tempat istirahatnya tidak pantas lagi ia sebut rumah.

Tak ada tempat istirahat yang tenang baginya, hingga kaki Sungchan menuntun pemuda itu hingga ke pemakaman dan berhenti didepan sebuah nisan bertuliskan Seo Aerin.

"Pagi dek," sapa Sungchan ketika ia sudah berjongkok disana. Marga Johnny dipakai oleh adik kecilnya itu, sedangkan Sungchan, dahulu dia memiliki nama Seo Sungchan, namun ketika Sungchan berumur lima tahun Taeyong mengubah namanya menjadi Jung Sungchan, entah untuk alasan apa.

"Aerin baik kan disana?" tangan Sungchan terulur untuk mengelus nisan milik sang adik yang meninggal saat baru berumur lima tahun. Karena kelalaian Johnny dalam menjaga Aerin.

Gadis kecil cantik itu bukan adik sedarah Sungchan, dia anak yang diadopsi Johnny untuk menghibur hati Taeyong setelah sepuluh tahun tak mempunyai anak karena Taeyong yang tak bisa mengandung kembali.

"Hari ini abang capek banget, pengen tidur," ucap Sungchan, senyum terukir di bibirnya, hanya untuk adik kesayangannya. Kemudian yang tak Sungchan sadari adalah dirinya yang tertidur di pemakaman dalam posisi duduk bersandar pada pohon yang ada di dekat makam Aerin dan pemuda itu terbangun ketika jam menunjukkan pukul 12 siang. Tiga jam lagi Sungchan harus bekerja.

Setidaknya selama SMP Sungchan memiliki impian untuk menjadi pemain sepak bola, sebelum akhirnya ketika SMA, Taeyong membuang sepatu yang dia beli dengan uangnya sendiri ke tempat sampah, bahkan ketika Sungchan memungutnya lagi, Taeyong malah membakar sepatu itu.

Lalu Sungchan berhenti berharap menjadi pemain sepak bola dan mulai mencari mimpi lain yang mengandalkan otaknya. Namun ternyata tidak berhenti disitu, sering kali Taeyong pulang ke rumah hanya untuk mengomel pada Sungchan untuk berhenti sekolah karena menghabiskan biaya. Padahal sedikit pun Sungchan tak pernah meminta uang pada Taeyong, ia makan dengan uangnya sendiri. Taeyong itu jarang pulang, sekalinya pulang pun tak membawa apa-apa, hanya omelan yang diterimanya. Entah kemana perginya sang ibu hingga berhari-hari tak pulang, Sungchan tak peduli. Yang dia pedulikan adalah bagaimana caranya bertahan hidup, ah, dan Sungchan tak bodoh untuk tak menyadari kalau Johnny membayar biaya SPP sekolahnya. Sungchan sering melihat punggung pria itu keluar dari ruang administrasi sekolahnya, dan lagi, apa peduli Sungchan?

BENTALA (LEE DONGHYUCK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang