Dwi Vimsati

728 161 41
                                    

Haechan melangkahkan kakinya memasuki rumah sakit tempat Doyoung dirawat, ini jam dua pagi dan yang pasti tidak ada siapa-siapa disana nantinya. Ayah Haechan juga pasti sibuk mengurus kasus Doyoung.

Pemuda itu membuka pintu ruang rawat Doyoung dengan perlahan, takut jika membuat si pemilik ruangan itu terbangun. Haechan tak akan macam-macam kok, dia hanya akan memberikan sebuah hadiah kecil untuk sang kakak sebagai permintaan maaf. Ia meletakkan kotak tersebut di meja dekat ranjang, Haechan berdiri sejenak dan menatap Doyoung yang masih tertidur lelap. Terlihat sangat damai, Haechan baru pertama kali melihat wajah Doyoung yang seperti ini. Tak ada kemarahan dan kebencian pada raut wajahnya, ia jadi berimajinasi, bagaimana jika Doyoung bersikap baik padanya layaknya kakak laki-laki pada sang adik.

Pasti menyenangkan.

Haechan tersenyum hanya dengan memikirkan itu.
"Maaf ya Kak, karna Echan belom bisa jadi adek yang baik buat Kakak. Yang bisa bikin Kakak nyaman sama Adek, maaf udah jadi beban buat Kakak. Echan sayang sama Kakak, semoga Kakak bisa bahagia," batin Haechan. Kemudian pemuda itu keluar dari kamar rawat Doyoung dan berjalan menjauh. Dia sudah memantabkan hatinya, langkah kaki Haechan membawanya ke pusat informasi.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya perawat yang berjaga disana, Haechan menyodorkan ponsel pada perawat yang menampilkan note dengan jawaban atas pertanyaan dari perawat itu.

"Saya mau ketemu sama dokter yang bertanggung jawab atas pasien Lee Doyoung," ungkapnya. Perawat itu mengangguk lalu melihat catatan pasien,

"Oh, Pak Moon. Kebetulan beliau baru selesai jam kerjanya, mungkin adek bisa langsung ke ruangannya. Ayo kakak anter dek," ucapnya. Haechan mengangguk sembari tersenyum, kemudian mereka berjalan beriringan menuju ke ruangan Dokter Moon.

Begitu sampai di ruangan itu, perawat berbicara terlebih dahulu dengan Dokter Moon apakah beliau senggang untuk menerima tamu.

"Silahkan masuk Dek, kalo gitu kakak pergi dulu ya?" ucap perawat perempuan itu dengan senyum manis sebelum pergi meninggalkan Haechan. Pemuda itu lantas tersenyum menanggapi perawat itu, lalu membuka pintu untuk masuk ke dalam ruangan.

Ketika Haechan masuk, atensi dokter senior bernama Moon Taeil itu langsung menuju ke Haechan. Sosok itu tersenyum ketika melihat Haechan,

"Duduk dulu sini," ucapnya dengan ramah, Haechan duduk di kursi yang berhadapan dengan Taeil, meja kerja itu tak terlalu luas dengan berbagai dokumen dan alat tulis disana,

"Kamu adiknya Doyoung, kan?" tanya Taeil. Haechan mengangguk sebagai jawaban,

"Kenapa mau ketemu saya? apalagi ini terlalu pagi untuk bertamu," ucap Taeil. Haechan tersenyum kaku, ia lantas mengetikkan sesuatu di ponselnya,
"Saya tahu kamu bisa bicara, saya liat semuanya," ucapan Taeil membuat Haechan terdiam,

"Saya nggak bakal bilang sama Ayah kamu kalo kamu bicara, ngomong aja. Jangan takut," ucap Taeil. Haechan menghela nafas beberapa kali, meyakinkan diri untuk mengeluarkan suaranya.

"S-saya..mau..donor mata saya buat Kakak saya," ucap Haechan. Mendengar itu Taeil terdiam,

"Resikonya besar, kamu pertimbangkan dul-"

"Saya udah yakin, saya mau donorin mata saya buat Kakak saya," sahut Haechan bahkan sebelum Taeil menyelesaikan ucapannya. Bagi Haechan, lebih cepat lebih baik. Taeil menghela nafas,

"Kita cari pendonor-"
"Nggak, nggak perlu. Kak Doyoung gini gara-gara saya, saya bakal tanggung jawab," ucap Haechan.

"Saya mohon," lanjutnya, bahkan Haechan sampai bangkit dari duduknya kemudian bersimpuh di lantai.

BENTALA (LEE DONGHYUCK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang