2

5.7K 590 31
                                    

"Lo gak usah gila deh, Ra!" Qilla memberikan sorot mata tajamnya. Yang benar saja jika Aira akan mendatangi undangan mantannya yang laknat tingkat dewa itu.

Sementara Aira masih dengan senyum miringnya tanpa mengeluarkan suara apapun. Ia sibuk memikirkan bagaimana caranya nanti untuk memperlihatkan dirinya yang baru ketika menghadiri undangan sang mantan.

"Ra, jangan macem-macem deh, jangan mulai lagi!" sahut Qilla berusaha menerjemahkan apa arti dari tatapan dan senyuman sang sahabat. Jangan sampai sahabatnya akan benar-benar melakukan hal gila.

Sudah cukup image terakhir Aira dipandang classy oleh mantan dan selingkuhannya. Jangan sampai ia merubah kesan terakhir dirinya menjadi tidak baik, karena Qilla tau sendiri bagaimana sikap gadis itu jika sedang bar-bar mode on.

Pelabrakan kemarin saja sudah syukur Aira mau mengikuti perintahnya untuk bersikap tenang dan mengontrol emosinya agar tidak keblablasan.

"Enggak, kok. Yang jadi pr gue sekarang, gue butuh pendamping pura-pura gue."

"Hmm, tapi siapa ya yang kira-kira bisa gue bawa." Aira mengubah posisinya dari bersandar di punggung kursi menjadi satu tangan yang ia tekuk dan ditaruh diatas meja. Gadis itu mengetuk-ngetuk meja dengan salah satu jari di tangan lainnya. Sembari berusaha memikirkan pertanyaannya tadi.

"Lo yakin, Ra?"

"Hm apa gue minta tolong Geo aja kali ya?" ujar Aira tak mengindahkan ucapan lawan bicaranya. By the way, perlu kalian ketahui kalau Geo ini merupakan salah satu sahabat Aira dan juga Qilla. Mereka sudah bersahabat semenjak SMP, namun dua tahun terakhir ini mereka jarang bertemu Geo. Pria itu sedang melanjutkan studi S2 nya di jogja.

"Lo tau sendiri dia lagi sibuk thesis."

"Ah bener juga."

"Kenapa harus pura-pura sih Ra? Kenapa lo gak coba nerima kak Farrel?" ujar Qilla memberi saran.

"Terlalu banyak janji manis, lo tau sendiri gue gak suka cowo kayak gitu." Aira menghentikan ketukan jarinya. Ah benar benar tidak terpikirkan siapa yang akan ia bawa nanti.

***

Kaitlyn melangkah dengan semangat menuju kamar sang kakak, Arva. Ketika kakinya sudah berhenti melangkah di depan kamar Arva, ia mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum memasuki kamar kakak lelakinya.

Tok tok tok!

Setelah itu, ia langsung menekan dan mendorong gagang pintu. Kaitlyn memunculkan kepalanya terlebih dahulu, mencari keberadaan sang kakak. 

"Abang!" sahut gadis itu dengan sudut bibir yang ia angkat kala netranya menangkap objek yang ia cari.

"Kebiasaan, ngetuk doang tapi nggak nunggu jawaban." Kaitlyn menyengir polos dan berjalan mendekati kasur Arva. Seperti biasa, ia langsung merebahkan badannya disana sembari mencium aroma khas sang kakak yang masih tertempel di bantal.

"Hehehe."

"Abang.." Kaitlyn memanggil Arva yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya di meja kerja kamar pria itu.

"Hm?" Arva menjawab dengan deheman tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

"Nge-mall yuk, Kai bosen nih."

"Kapan?"

"Sekarang." Arva tampak berpikir sejenak sebelum memberi jawaban dari ajakan sang adik.

"Bisa kan? Ya? Ya? Ya?" Kaitlyn beranjak dari kasur dan berjalan menuju kursi dimana Arva duduk.

Ia menyamakan tingginya dengan posisi wajah Arva dan mendekatkan wajahnya dari sisi sebelah kanan sang kakak.

Bout TrefeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang