13

4.5K 394 98
                                    

Sepuluh menit sudah Arva mengemudi motor hitam miliknya. Aira di belakangnya hanya melihat-lihat gedung pencakar langit yang menghiasi ibu kota.

"Arva, lo masih hafal rumah gue kan??" tanya Aira dibalik helm fullface hitamnya.

"Apa?" sahut Arva dengan nada yang naik beberapa oktaf karena ia tak begitu jelas mendengar perkataan gadis itu.

"LO MASIH HAFAL RUMAH GUE KAN?? " teriak Aira mengulang kembali pertanyaannya.

"Hafal." Arva menjawab dan diangguki oleh Aira.

Selang satu menit dari percakapan tadi, Arva memelankan laju kecepatannya karena tetesan air yang tiba-tiba turun dari langit.

Ia berhenti di salah satu kios pinggir jalan yang sedang tutup. Arva membuka helm dan menyugarkan rambut hitamnya.

"Gerimis. Kita berhenti dulu," sahut Arva yang membuat Aira segera turun dari motornya.

"Okay, tunggu ujan reda aja,"

Baru sebentar gerimis turun, kini diganti oleh hujan lebat disertai angin yang membuat Aira kedinginan. Gadis itu sedari tadi sudah mengusap kedua lengannya karena angin dingin yang menusuk kulit kuning langsatnya.

Melihat hal itu dari ujung matanya, Arva melepas jaket dari badannya dan melingkari jaket itu pada bahu Aira.

Merasakan ada sesuatu yang menyelimuti tubuh belakangnya, Aira pun tersenyum dan memutar pandangan menuju Arva.

"Thanks Va,"

DUARRR!!!

Kilatan petir muncul disertai bunyi yang menggema di langit. Aira spontan memundurkan kakinya beberapa langkah.

Sekilas ingatannya beberapa tahun lalu membuat gadis itu terduduk di atas lantai teras kios.

Flashback on

"R-ra," suara lemas seorang pemuda yang tergeletak di atas tanah memanggil sebuah nama ketika melihat siluet sosok gadis dari kejauhan.

Melihat sebuah tubuh tergeletak yang tak asing ditambah cairan merah disekitarnya, membuat gadis itu refleks menjatuhkan payung dalam pegangan tangannya. Gadis itu berlari mendekati pemuda yang memanggilnya tadi.

Flashback off

"Ra? Aira?" Arva jongkok menyamakan tingginya dengan Aira. Pria itu memegang kedua lengan Aira yang terlihat bergetar.

Namun lintasan ingatan itu membuat kedua tangan Aira menutup kupingnya. Gadis itu terus menggelengkan kepala. Menghiraukan panggil Arva kepadanya.

DUARRRR!!

Aira semakin ketakutan mendengar petir yang bersambutan lagi.

"V-va," lirih Aira meluruskan pandangan pada Arva di depannya.

"G-gue takut," tambah Aira dengan nada yang lebih terdengar lemah lagi.

Tak tahu harus berbuat apa, Arva pun dengan ragu mengangkat tangannya ke udara dan perlahan mengelus punggung gadis berbaju mint itu.

"Ada saya disini,"

***

Beberapa menit berlalu, kini hujan sudah berhenti membasahi jalanan. Setelah Aira juga tenang sehabis meminum obatnya, Arva memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mengantar Aira ke rumah gadis itu.

"Makasi Va," ucap Aira setelah turun dari motor dan melepas helm di kepalanya.

Arva mengangguk sebagai balasan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bout TrefeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang