Aira menyapu pandangannya dari tempat ia berdiri. Gadis itu berdiri didekat pintu masuk salah satu restoran yang baru saja ia datangi. Restoran dimana ia berjanjian untuk bertemu dengan sang pemilik id card.
Aira memfokuskan perhatian matanya pada setiap orang berpakaian hitam yang duduk di dalam restoran. Chat terakhir dengan akun yang mengontaknya kemarin, mengatakan bahwa pria yang akan menemuinya memakai baju hitam.
"Arvagara?" tanya Aira kepada salah satu pria dengan setelan sweatshirt hitam yang ia curigai sebagai si pemilik kartu.
"Aira?" tanya Arva kembali, memastikan bahwa itu benar wanita si pemilik akun yang menyimpan kartu identitasnya.
But wait. Arva merasa wajah wanita ini tidak asing. Ingatannya kembali ke beberapa hari yang lalu dimana ia menemukan seorang wanita di tepi teras kaca dan ia ingat bagaimana wanita itu berbicara sendiri hingga akhirnya jatuh tertidur dalam pelukannya.
"Iyaa, em boleh gue duduk?"
Arva tersadar kembali dari ingatannya ketika Aira kembali bersuara. Benar-benar tidak disangka bahwa wanita yang membawa id card nya adalah wanita yang sama dengan orang yang ia temui di teras kaca beberapa waktu lalu.
Arva menjawab pertanyaan Aira dengan menganggukan kepalanya.
"Mau pesan?" tanya Arva singkat dan dingin. Baru saja semenit pertama dari pertemuan mereka, Aira sudah bisa menilai bagaimana sosok pria yang ada di depannya ini.
Jujur saja kesan pertama bertemu dengan Arva, Aira sempat memuji ketampanan pria itu. Ternyata, sosok visual aslinya lebih tampan lagi daripada yang ada di foto id card tersebut. Tapi ternyata tidak seindah yang ada difoto, pria itu tampak dingin dan datar.
"Hah? Pesan? Pesan apa?"
"Minuman."
"Oh. Boleh." Aira memanggil pramusaji yang berdiri tak jauh dari mejanya.
"Mbak, boleh minta menunya?" Pramusaji tadi pun mengambilkan buku daftar menu untuk Aira.
Selagi melihat-lihat menu, Aira bercelutuk "Eh emang masnya ga laper?"
Arva menaikkan pandangannya yang semula menatap handphone menjadi mengarah ke Aira yang sedang asyik melihat buku menu.
"Gamau pesen makanan juga nih?" tambah Aira sekali lagi dan mengalihkan pandangannya pada Arva, menunggu jawaban pria itu.
"Ngga." jawab Arva singkat padat dan jelas.
"Hm, mbak saya pesan dua japanesse curry rice sama satu mango juice." Setelah menyebutkan apa saja pesanannya, Aira menutup buku menu dan memberikan buku tersebut kepada sang pramusaji.
Arva yang semula baru saja balik menundukan pandangannya pada handphone, menaikkan kembali pandangannya menuju Aira dengan sorot mata yang seolah berkata "Kenapa dua?"
"Katanya japanesse curry rice menu favorit disini. Tenang, gue yang traktir sekaligus sebagai permintaan maaf gue atas keteledoran gue kemarin."
Setelah mendengar penjelasan dari wanita disebrangnya, Arva hanya menghembuskan napas pasrah. Kalo kayak gini ceritanya, bisa-bisa ia akan lebih lama disini. Huh, padahal kan niatnya hanya mengambil id card saja.
"Em, gue ke toilet dulu ya. Nitip tas, thanks." ucap Aira setelah pramusaji yang mencatat pesananya pergi menjauh dari meja tempat ia duduk. Sementara Arva hanya membalas dengan anggukan tanpa melihat ke arah gadis berambut hitam itu.
Lima menit Aira keluar dari toilet, ia kembali ke meja tempat semula gadis itu duduk. Bertepatan dengan makanan yang juga datang, Aira memilih untuk makan dahulu, baru ia akan memberi barang yang menjadi tujuan utamanya bertemu dengan Arva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bout Trefeen
General Fiction🌼 Spin off Notre Destin 🌼 "You're like the sky. Unpredictable. It could be cloudy today but the next day it becomes very beautiful."