Rosetta mengambil handuknya, badannya terasa lengket karena keringat. Ia pun masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintu lantas menyalakan keran. Namun, air tak kunjung keluar.
"Loh, kenapa enggak keluar airnya?" Rosetta berdecak, ia kesal disaat tubuhnya butuh guyuran air, malah tak mau mengalir.
Pintu kamar mandi ia buka, Rosetta keluar dan menuju pintu depan. Ia memilih bertanya pada tetangganya, Teora. Walau sebenarnya ia ragu pria itu bersedia membuka pintu untuk Rosetta.
Suara ketuka pintu kini bisa Teora dengar, pria itu juga baru saja pulang bekerja. Dengan langkah gontainya, ia pun membukakan pintu.
"Kamu? Mau apa?" tanya Teora.
"Air kamar mandimu mati juga, enggak?" tanya balik Rosetta tanpa membuang-buang waktu.
"Kamu enggak baca pesan dari pemilik kosan? Air memang mati nyampe jam delapan malem, begitu juga dengan listrik. Ada pemadaman sekitar jam sepuluh nanti," ungkap Teora.
Rosetta melongo, baru kali ini Teora berbicara panjang lebar kepadanya.
"Dari ekspresimu, sih ... aku yakin kamu enggak baca pesan itu, ya?" Teora melipat tangannya di dada.
Rosetta mengangguk dengan raut wajah menyesal. "Tadi aku sibuk banget, nyampe enggak sempat pegang ponsel."
"Sekarang sudah tahu, kan? Sana balik! Aku mau istirahat," usir Teora.
"Tunggu!" Rosetta mencegah pria di hadapannya berbalik.
"Apa lagi?" Teora terlihat malas meladeni Rosetta.
Rosetta meremas ujung pakaiannya. "Kamu stok air, gak?"
"Kenapa? Mau numpang mandi?" Begitu angkuh wajah Teora saat ini.
"Kalau boleh, sih ... iya." Rosetta merasa malu, hingga kini ia menundukkan pandangannya.
Teora terdengar berdecak, dalam hatinya Rosetta yakin bahwa pria itu akan menolaknya. Lantas bagaimana nasib Rosetta sekarang? Badannya benar-benar sudah tidak nyaman.
"Bawa alat mandimu, termasuk pakaian ganti. Aku akan menunggu diluar, kamu bisa kunci saja pintu kosanku dari dalam." Teora masuk ke dalam kosannya
, ia mengambil ponselnya dan sebungkus rokok yang tadi tergeletak di meja, kemudian keluar dan duduk di bangku depan kosan.Rosetta segera masuk ke dalam kosannya, mengambil alat mandi dan pakaian ganti beserta handuk. Ia tersenyum pada Teora dan segera masuk ke dalam kosan pria itu, mengunci pintu lantas menuju kamar mandi.
"Ck, awas saja kalau dia mandi terlalu lama dan menghabiskan air di kamar mandiku!" decak Teora seraya menyesap rokok miliknya.
Lima belas menit berlalu, Rosetta sudah selesai mandi. Badannya benar-benar terasa segar dan aroma bunga menyeruak dari sabun cair yang tadi ia kenakan.
Saat keluar dari kamar mandi, Rosetta sempat melirik dapur milik Teora, terlihat beberapa bahan masakan tergeletak begitu saja di atas meja. Rosetta berpikir bahwa pria itu berencana akan memasak.
Sempat terlintas dalam pikiran Rosetta untuk membalas kebaikan pria itu dengan memasakan makanan untuknya. Namun, Rosetta tak mau gegabah, ia perlu meminta izin terlebih dahulu kepada pemililnya.
Ia pun memilih untuk menghampiri Teora di luar. Teora yang melihat pintu kosannya terbuka segera beranjak, ia membuang puntung rokoknya dan langsung mencium wangi bunga saat berhadapan dengan Rosetta.
Sial! Wangi banget!
"Sudah?" tanya Teora berbasa-basi.
Rosetta mengangguk. "Airnya masih ada, kok. Cukup buat kamu mandi, makasih, ya."
"Sama-sama, sana pulang!" usir Teora lagi.
Bibir Rosetta mengerucut. "Suka banget ngusir, deh. Kamu belum makan, kan?"
Teora menggeleng.
"Itu bahan masakan, mau dibuat apa? Aku masakin boleh?" tawar Rosetta.
"Enggak, makasih. Sana pulang, ah!" perintah Teora.
Rosetta mendengus kesal, ia pun memutuskan untuk kembali ke kosannya. Teora juga langsung masuk ke dalam kosan, pria itu langsung merebahkan tubuhnya di sofa.
"Sial! Kosan ini sudah seperti toko bunga!" keluhnya.
Wangi sabun yang Rosetta kenakan benar-benar beraroma kuat, hingga disaat wanita itu telah pergi pun, wanginya masih bisa tercium oleh Teora.
Pukul 08:00 PM
Rosetta tersenyum ketika sambal goreng kentangnya sudah matang, ditambah ada ayam goreng dengan aroma bumbu yang menggiurkan. Nasi pun sudah matang, saat Rosetta hendak mengambil nasi, ia teringat pada Teora.
Wanita itu langsung mengurungkan niatnya, ia mengambil sebuah piring dan membagi semua menu makan malam kali ini. Rosetta berniat untuk memberikannya pada Teora.
Kini Rosetta keluar dari kosan dengan membawa piring berisikan makanan yang ia masak. Pintu Teora kembali diketuk, tak lama pemiliknya keluar dengan wajah khasnya yang selalu terkesan dingin dan menyebalkan bagi Rosetta.
"Apa lagi?" tanya Teora malas.
"Nih, buat kamu." Rosetta menyodorkan piringnya.
Teora menerimanya. "Ini beli?"
"Enak aja! Aku yang masak," ketus Rosetta.
"Makasih, sana pulang!" Lagi dan lagi, pria itu sepertinya sangat senang mengusir Rosetta.
Pintu langsung Teora tutup, Rosetta yang kesal pun mencoba tak peduli dan memilih kembali ke kosannya untuk segera mengisi perut yang lapar.
Pukul 10:00 PM
Benar kata Teora, listrik kali ini padam. Untung saja Rosetta sudah menyiapkan lilin dan daya ponsel miliknya juga terisi penuh. Karena rasa kantuk yang tak kunjung datang, Rosetta memilih untuk mendengarkan beberapa lagu kesukaanya.
Wanita itu memeluk guling, badannya tertutup oleh selimut bermotif bunga dengan warna merah muda. Pikirannya kini berada di Semarang, di dalam rumah ketika situasi ini terjadi ada Mino atau ibunya yang akan menemani.
Tak terasa bulir air mata lolos membasahi pipi, ia kembali merindukan suasana rumah. Kehangatan keluarga adalah sesuatu hal yang sangat berharga baginya.
Suara ketukan pintu membuat lamunannya buyar, Rosetta menyeka air matanya dan memutuskan untuk turun dari lantai dua berbekal cahaya senter dari ponsel.
Sebelum membuka pintu, Rosetta sempat bertanya pada orang yang hendak menemuinya, memastikan bahwa itu adalah orang yang ia kenali.
"Siapa?" tanya Rosetta.
"Tetangga," jawab seseorang di balik pintu.
Rosetta pun segera membuka pintu, karena ia tahu yang datang adalah Teora. Saat pintu terbuka, pria itu langsung menutup matanya, cahaya dari ponsel Rosetta langsung menyorot ke arah wajah Teora.
"Ups, maaf!" Rosetta menjauhkan ponselnya.
"Nih, lilin!" Teora menarik tangan Rosetta dan langsung menyerahkan dua lilin putih.
"Buat aku?" tanya Rosetta.
"Bukan, buat cicak!" Teora pun melenggang kembali ke kosannya.
Mata Rosetta berkedip beberapa kali, ia tak pernah paham dengan pria tersebut. Maksudnya mungkin baik, tapi mulutnya selalu mengeluarkan kata-kata menyebalkan.
Bersambung ....
Voment jusseyo, mian untuk typonya. 🙇
KAMU SEDANG MEMBACA
BERUANG KUTUB ✔
Fanfiction[Roseanne Lokal Series] Mimpi apa aku bisa punya tetangga dingin banget, ditanya jawab seperlunya. Senyum aja enggak pernah, ngeselin sumpah! - Viorella Rosetta. Kenapa harus cewek cerewet itu, sih? Ini semua gara-gara Juan yang malah pindah cari ko...