11. Pelipur Lara

821 211 18
                                    

"Mas, kamu kalau mau kembali duluan ke Bandung enggak apa-apa, kok."

Teora menoleh. "Enggak, aku masih mau di sini," tolaknya.

Rosetta merasa tidak enak, sudah hampir empat hari Teora berada di Semarang. Pria itu terus menemaninya dan membantu keluarganya dalam menggelar tahlilan almarhum Mino. Sosok Teora telah menjadi pelipur lara Rosetta selama ini.

Sedangkan Ranggana setelah kembali ke Bandung terjebak dengan berbagai kesibukan urusan Factory Outlet. Ia berjanji akan menyusul Rosetta pada akhir pekan. Rosetta tentu saja bisa memakluminya.

"Mas, nanti kalau kamu dipecat gimana? Aku enggak mau, loh kamu jadi dapet masalah sepulang dari sini," khawatir Rosetta.

Teora tersenyum. " Tenang aja, pemiliknya udah aku kenal banget, kok. Dia juga mengerti kondisi kayak gini."

"Seriusan?" tanya Rosetta.

Teora membelai lembut rambut wanita yang duduk di hadapannya. "Iya, aku enggak tenang ninggalin kamu. Paling enggak ... nyampe sehari sebelum pacar kamu dateng aja."

Rosetta meraih tangan Teora yang telah membelai rambutnya. Ia menggenggam tangan itu dengan erat. "Makasih, ya. Kamu ada pas aku bener-bener butuh seseorang buat nguatin aku. Bahkan cowok yang statusnya jadi pacar aku aja enggak bisa ada di sini."

Teora tersenyum dan langsung mengecup kening Rosetta. "Aku sayang sama kamu. Aku enggak bakalan tega buat ngebiarin kamu sendirian ngejalani ini."

Rosetta terkejut atas pengakuan yang Teora lontarkan. Mungkinkah gunung es itu benar-benar mencair?

Teora menyadari keterkejutan Rosetta. Ia lantas memegang tangan Rosetta dengan tangan kirinya. Kini tangan mereka saling bertumpuan, menggenggam satu sama lain. "Jangan di pikirin soal yang barusan. Kamu punya pacar, aku enggak ada maksud gimana-gimana, cuma pengen tahu kondisi hati aku kalau aku ungkapin itu semua langsung sama kamu. Akhirnya yang terganjal di hati ini hilang dan aku tahu kalau rasa aneh yang ganggu aku selama ini memang cinta."

"Mas ... aku ...."

"Kan aku udah bilang, jangan di pikirin. Aku bisa bilang sama kamu pun udah buat aku lega. Setidaknya Beruang Kutub ini sekarang tahu gimana rasanya jatuh cinta." Teora tersenyum.

Rosetta terdiam. Dia tidak tahu harus merespon apa. Yang jelas ia tidak ingin menyakiti Teora dan menghargai pengakuan perasaannya tadi.

"Dek, dipanggil sama Mama, tuh. Katanya ada yang mau diobrolin." Papanya Rosetta tiba-tiba datang.

"Mas, aku tinggal dulu, ya." Rosetta pun beranjak setelah melihat anggukan dari Teora.

Sepeninggal Rosetta, Teora menuju kamar tamu yang menjadi kamarnya selama menginap di rumah orang tua Rosetta. Pria itu duduk di tepi tempat tidur.

"Kenapa harus bilang sekarang, sih? Ini hati sama mulut kagak bisa diajak kompromi banget! Gimana kalau ini malah nambah beban pikiran buat Rosetta? Arrght

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa harus bilang sekarang, sih? Ini hati sama mulut kagak bisa diajak kompromi banget! Gimana kalau ini malah nambah beban pikiran buat Rosetta? Arrght ... bodoh!" monolognya.

BERUANG KUTUB ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang