09. Kesalip Lawan

847 230 11
                                    

"Vio, kamu mau enggak jadi pacar aku?" 

Rosetta tak percaya, kalimat tak biasa itu bisa terlontar dari mulut Ranggana.

"Pak, serius? Ini bukan ngeprank, kan?" tanya balik Rosetta.

Ranggana mendekat, hingga Rosetta harus memundurkan dirinya sampai mentok ke dinding.

"Kamu lihat mata aku, apa itu nunjukin kalau aku cuma bercanda aja?" Ranggana menatap lembut Rosetta.

Seolah terhipnotis, Rosetta pun menatap kedua manik indah milik Ranggana. Ia mencari celah kebohongan yang mungkin tersirat dari pandangannya. Namun, pria itu berkata jujur. Rosetta bisa tahu bahwa Ranggana berkata sesuai dengan hatinya.

"Kenapa harus saya, Pak? Bapak mau jadiin saya mantan ke berapa nanti?" pancing Rosetta yang ingin mengetahui respon pria di hadapannya.

"Kok ngomongnya gitu? Kalau pun aku sering dikasih cap Buaya Darat, tapi coba deh kasih kepercayaan sama aku. Kamu bakalan tahu sekarang ini aku bersungguh-sungguh dan enggak mau mainin perasaan kamu, Vio," ungkap Ranggana.

Duh, gimana ini?

Ranggana menyadari bahwa tidak semudah itu mendapatkan kepercayaan dari seorang wanita bernama Viorella Rosetta.

"Kita coba satu bulan, aku bakalan buktiin kalau aku enggak seburuk apa yang orang lain bilang. Gimana?" bujuk Ranggana.

Rosetta berpikir sejenak. Mungkin tidak ada salahnya ia memberi kesempatan untuk Ranggana. lagipula ia pun tengah menjomlo.

"Oke, ayo kita coba! Kalau Bapak kecewain saya, enggak nunggu sebulan juga saya pasti langsung minta putus sama Bapak. Deal?" tantang Rosetta.

Ranggana tersenyum. "Oke, aku setuju. Hari ini kita resmi pacaran, nih. Mau rayain sambil makan malem bareng, gak?" tawarnya.

"Boleh, tapi bungkus aja. Makan di kosan. Masku datang dari Semarang soalnya," jawab Rosetta.

"Boleh. Sekalian aku ngajak kenalan calon Kakak Ipar, deh." Ranggana mengusap pucuk kepala Rosetta.

Kosan Rosetta

17.45 WIB

Rosetta mengajak Rangga ke kosan miliknya. Mereka berdua membeli ayam Mekdi dan tiga burger lengkap dengan kentang goreng dan sodanya. Saat memasuki kosan, Mino tengah mengobrol bersama Teora dengan kopi dan asbak yang terisi sekar rokok bekas keduanya.

"Eh, udah pulang. Bawa apa, Dek?" tanya Mino.

"Permisi," sapa Ranggana yang muncul dari belakang Rosetta.

"Loh? Siapa?" tanya Mino.

Dengan sigap Ranggana menhampiri Mino, menjabat tangan kakak Rosetta itu dan langsung memperkenalkan diri.

"Aku Ranggana, Mas. panggil aja Rangga. Aku atasan di tempat kerja Viorella sekaligus pacarnya," ungkap Ranggana.

"Uhuk ... uhuk ...." Teora langsung terbatuk-batuk, tersedak kopi yang ia minum karena terkejut mendengar pengakuan dari Ranggana.

"Apa?! Pa--pacar? Ini seriusan, Ros?" Mino pun sama terkejutnya dengan Teora.

Rosetta yang tengah menyiapkan makanan di piring pun langsung menghampiri ketiga pria itu. Ia meletakkan makanannya di meja.

"Iya, Mas," jawab Rosetta seraya menggeserkan asbak dan gelas kopi di meja.

Teora merasa ada yang tak beres dengan dirinya. Ada sensasi panas membara pada dadanya. Ia juga kesal. Ingin rasanya menyeret pria bernama Ranggana itu keluar dan memberi satu pukulan pada wajah menyebalkannya.

Sebelum amarah dan emosi tak dapat ia kendalikan, Teora memilih berpamitan kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Pria itu memilih kembali ke kamar kosannya sendiri. Mino dan Rosetta sempat menahannya, tapi Teora menolak untuk tetap berada di sana dan memilih untuk pergi.

Mino terdiam melihat Teora meninggalkan kosan Rosetta. Kakak Rosetta itu menyadari bahwa Teora ada pada suasana hati yang tidak baik. Mungkin membiarkannya sendiri untuk saat ini adalah hal yang tepat.

Selepas kepergian Teora, Ranggana mulai melancarkan aksinya untuk mendapatkan perhatian dari Mino. Bagaimanapun ia harus bisa menadapatkan hati Mino juga. Dengan begitu, Rosetta bisa semakin yakin mengenai perasaan Ranggana yang sesungguhnya.

Respon Mino biasa saja, ia bahkan terkesan cukup dingin dalam menanggapi perkataan Ranggana. Hingga Rosetta sedikit menyenggol lengannya, memberi isyarat bahwa pria itu harus bersikap lebih baik dan hangat pada pacarnya.

21.00 WIB

Mino dan Rosetta duduk di teras depan kosan. Semenjak tadi Mino hanya diam. Ia berkenan keluarpun karena ajakan Rosetta yang mengaku lapar dan ingin membeli bakso langganan yang seringkali lewat di sekitaran kosannya.

Tak lama, Teora pun keluar dengan menggunakan hoodie abu-abunya.

"Eh, Teo. Mau kemana?" tanya Mino.

Dengan terpaksa Teora pun menoleh, ia awalnya enggan bertegur sapa dengan kakak eradik tersebut.

"Mau ke ujung jalan, beli nasi goreng, mas," jawab Teora.

Mino pun menoleh ke arah adiknya. "Dek, beli nasgor aja, yuk! Mas keburu laper."

"Boleh, deh. Aku bawa jaket dulu sama hape, ya." Rosetta masuk ke dalam kosannya.

Mino pun beranjak, ia mendekati Teora dan menepuk pundak sebelah kanan pria itu. "Kesalip lawan bukan berarti semuanya berhenti begitu saja. Janur kuning belum melengkung, kok!"

"Ma--maksudnya apa, Mas?" tanya Teora dengan terbata.

Mino tersenyum, saat hendak menjelaskan, Rosetta keburu datang. Pria itu pun mengurungkan niatnya. Kini ketiga orang itu pun berjalan bersama menuju tempat tukang nasi goreng di ujung jalan.

Sesampainya di tempat penjual nasi goreng, Mino dengan sengaja membuat Teora dan Rosetta duduk berdampingan. 

"Biar aku yang pesen, kalian tunggu aja, ya!" pesan Mino dan langsung berjalan menuju penjual.

Teora dan Rosetta sama-sama diam. Rosetta bahkan merasa canggung pada pria itu. Terlebih tadi sore ia pulang dengan membawa Ranggana bersamanya. Sementara itu, Teora memilih mengeluarkan rokoknya dan menyalakan pematik api. Kepulan asap mulai terlihat, Teora menyesap dalam-dalam batang rokoknya.

"Mas, kamu enggak bisa berhenti buat ngerokok, ya?" Akhirnya Rosetta berani memulai pembicaraan.

Teora menggeleng. "Tanggung, udah kecanduan."

"Kalau kamu niatnya bener pasti bisa, kok. Lagian ngerokok juga gak baik buat kesehatan, kan? Mas Mino juga sekarang udah mulai jarang ngerokok," ungkap Rosetta.

"Kamu siapa berani bilang gitu?" tanya Teora dengan wajah dinginnya.

Rosetta terdiam. Ia menyadari bahwa dia bukanlah siapa-siapa Teora. Ia tidak berhak banyak mengatur pria itu.

"Maaf," kata Rosetta dengan suara lirih dan langsung membalikan badannya. Ia enggan menatap Teora kembali.

Teora pun sebenarnya merasa tidak enak, tapi suasana hatinya memang benar-benar tak baik hingga ia pun tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Pria itu beranjak dari tempat duduknya, Rosetta menoleh dan mendongak.

"Kalian aja yang makan. Aku ada urusan lain, aku pulang duluan. Nanti aku temuin Mas Mino di depan buat batalin pesananku," kata Teora.

Setelah itu, Teora pun pergi. Rosetta tertegun, ia menyadari ada sesuatu yang terjadi pada tetangganya tersebut. Setelah es itu mencair, kini justru kembali membeku dan semakin keras hingga Rosetta merasa tak mampu untuk kembali mencairkannya lagi.

Maaf, Ros. Aku enggak tahu apa yang terjadi sama aku malam ini. Yang jelas aku enggak suka kalau kamu jadi milik orang lain. Entah ini yang namanya cemburu atau hanya perasaan tak jelas, yang penting untuk saat ini lebih baik aku menghindari pertemuan kita. -- Teora.



Bersambung ....

Voment jusseyo, mian untuk typonya.

BERUANG KUTUB ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang