"Baru balik dhi..... " Langkahku terhenti di ruang tamu yang temaram itu, sedikit bergidik mendengar suara itu, terbayang pukulan kasur yang mengayun lalu aku tersadar , aku sudah tujuh belas tahun
"I.... Iya Bah..... " Cengir ku sambil menggaruk garuk rambut kriboku....
"Abah pulang sholat subuh di Langgar ... Dan kamu pulang?"
"Nongkrong sama temen temen di Jaksa... Godain bule.... " Lanjut ku nakal
"Astagfirullah!!! " Kesal Abah
Aku tersenyum bodoh dan perlahan berjalan menuju kamar mandi ... Meninggalkan Abah yang terduduk di sofa batik kami
Sebelum membuka pintu kamar mandi aku nyengir nakal pada Abah...
"Ngapa? " Kesal Abah
Aku menunjuk pangkal paha ku polos "tenang Bah.... Masih perjaka" Ujarku seraya tertawa terpingkal pingkal.... Abah spontan melemparkan bantal kursi yang tepat menghujam Jidatku
"Bahlul..... Wudhu sana terus sholat...." Cemberut Abah.... Aku tertawa seraya mengangguk, Lalu memasuki kamar mandi untuk mengambil wudhu.
********
Aku merasakan silau dan panas tiba tiba mengganggu mimpiku....Umi.... Ini pasti Umi....pikirku kesal sejenak"Umi ah silau...... " Kesalku dengan mata masih tertutup rapat.... umi terkekeh dan menepuk nepuk pundak telanjangku....
"Gemblong nya tarok di meja aja miiii, biar nanti Adhi bikin kopi sendiri umi Aah.... Masih ngantuk iniiiii" Kesalku yang masih setengah terlelap....
"Kamu kan harus sekolah, dhi...... " Ujar Umi, suaranya kudengar terduduk disamping tempat tidur ku....
"Umi lupa ah.... Dua bulan lalu udah lulus.... Lagi nunggu hasil Sipenmaru..... Udah ahhh Adhi mau tidur..... Masih ngantukkkk aaarrgghhh.... " Ujarku seraya menutup Kepalaku dengan Bantal.... Saat mengganggu umi bisa sangat sabar.... Dia menikmati rasanya menggangguku pelan pelan... Seperti menyilet para jenderal sambil menyanyikan lagu genjer genjer.... Umi amat menikmati acara paginya menyiksaku
"Umi serius.... Kamu harus sekolah cah Bagus...." Terdengar kibasan koran di telingaku.... Ini hari hasilnya.... Ini hari aku menerima jawabannya atau tidak
Aku pelan pelan terbangun dan membuka mata.... Tampak Umi berseri sering sambil memberikan koran dengan lembar lembar lebar penuh huruf huruf, koran yang berisi hasil Sipenmaru.
"Namamu sudah umi garis pakek pen merah... " Ujar Umi sumringah....
Aku melongo mendengarnya, umi mengangguk dan memelukku erat..... Ada isak tertahan di pundakku.... Aku tahu itu bahagia.... Tapi kenapa terasa berbeda?
Aku menarik napas panjang "Umi gak apa apa aku tinggal sama si bahlul? " Lirih ku...
Umi spontan menempeleng kepalaku "bibirmu itu lho di.... Untung Abah gak denger ah"
Aku tertawa sebentar "paling nanti ngomel.... Terus nyuruh beli rokok.... Classic.... " Ujarku kemudian menatap wajah Umi yang masih berairmata
"Umi yakin gapapa kutinggal? " Ulangku lagi
"Gapapa, gak ribet mesti beliin kamu gemblong tiap pagi... " Senyum Umi ringan, aku bisa melihat kelebat kehilangan di ujung ujung matanya
"Umi serius..... " Rajukku sambil memeluk pinggangnya dan mendaratkan daguku di pundaknya.... Dulu pelukan itu terasa besar dan luas, tapi karena gen keparat ini aku membesar dan memeluk Umi terasa hanya seperti memeluk guling sekarang
"Umi mendoakan semua ini Dhi... Umi dan abah mengusahakan semua ini.... Kalo hasilnya membuat rumah lebih sepi dari celotehanmu... Umi gak siap...tapi kalo ini buat kamu berhasil.... Umi dan abah harus support... " Ujar Umi bijaksana
KAMU SEDANG MEMBACA
The eternity origins : 1979
Художественная прозаaku tak pernah memilihmu, tetapi biru adalah biru seperti rindu adalah rindu, kita terlalu sering sendiri, dan kita terlalu saling mencintai haryadhi hidayat x Christian Panji Bagaskara