Senja merah dan rumpun bambu
"Mau sampe kapan kowe ciblon nji? " Thomas yang sejak tadi terduduk memandangi Panji yang menyelam kemudian menyemburkan air seraya tertawa tawa.... Melihat langit ini hampir setengah enam dan si mungil masih asyik bergulat dengan Air...
"Masuk sini mas... Anget iki airnya... " Ujar Panji seraya berenang menjauh
"Nji ojo jauh jauh... " Mereka saat ini berada di ujung desa yang terdapat kali kecil dengan sebuah belik atau mata air, tadinya di situ mau dibuat tempat pemandian umum... Namun setiap orang yang datang ke tempat itu akan sakit atau mendapatkan kesialan jadi ide pembuatan pemandian umum dihentikan oleh pemerintah desa.
Thomas dan Panji senang bermain berdua di sana karena tidak ada anak lain yang berani bermain di sana... Mereka selalu bisa berlama lama bermain di sana... Saling bersembunyi di antara rumpun bambu... Lama lamaan berada di dalam air , lomba renang atau hanya berendam sampai jauh sore, sampai suara cempreng Ayu... Tetangga rumah Panji yang seperti perempuan setengah baya yang terjebak dalam tubuh anak usia belasan tahun
Galak dan cerewet...
Ini sudah hampir maghrib tapi kenapa perempuan kecil itu belum datang? Cemas Thomas mengingat Panji hanya takut pada Ayu, dan Panji tidak mau keluar dari sungai sejak tadi.... Kesal Thomas dalam hati
"Nji... Pulang yuk... Hampir Maghrib... " Ujar Thomas, setengah berteriak. Si mungil mengangkat jempol dari kejauhan dan berenang mendekat
Pemuda kecil gembul itu tak sadar menatap langit yang mulai menggelap... Bintang bintang berkilauan ditingkahi suara jangkrik yang mulai bersahutan.
Dia tak sadar mengingat hari itu di SD... Saat semua siswa di kelasnya mengoloknya karena jatuh saat bermain voli.... Mengoloknya karena guru olahraga terlebih dahulu mengoloknya
Bagaimana dengan gigih Panji membungkam tiap mulut yang mengolok Thomas hingga terdiam
"Gigimu ompong ojo kebanyakan notoli permen.... "
"Dia gendut... Kamu busikan... Gak seharusnya kalian saling mengolok... "
"Rambut... Disisir... Disikat kalo perlu... Uwel uwelan gitu mau jadi apa? "
"Dan kamu masih berani ngomong dengan mulut bau begitu? "
Panji terdidik baik.... Cara dia merendahkan orang juga tertata baik.... Cukup baik hingga dengan mudah membungkam mulut bocah bocah tengil itu
"Mikir apa? " Ujar Panji dengan tubuh basahnya berdiri tegap di samping tubuh terlentang Thomas.... Sinar Matahari yang tenggelam membias indah di tubuhnya yang mulai terbentuk ,kulit kecoklatannya yang terkena pendar cahaya terlihat indah seperti dilapis madu ....
Thomas tak sengaja menelan ludah, Panji terduduk di sebelahnya diam....
"Mengko nang seminari.... Jauh dari ibu bapak ya Thom...?" Ujar Panji memecah kesunyian, Thomas memandangi punggungnya yang basah
"Kowe kan yang pengen jauh dari Ayu... " Timpal Thomas, tangannya ingin merengkuh pundak tegap mungil itu.... Tapi dia harus menahan diri
"Jauh dari Ayu.... Bukan dari Bapak dan Ibuk... " Kesal Panji, tangannya mengepal karena marah...
KAMU SEDANG MEMBACA
The eternity origins : 1979
Narrativa generaleaku tak pernah memilihmu, tetapi biru adalah biru seperti rindu adalah rindu, kita terlalu sering sendiri, dan kita terlalu saling mencintai haryadhi hidayat x Christian Panji Bagaskara