"(Y/n)!"
Panggil seorang berpakaian yukata pelayan khas keluarga Kamo. Manik (e/c) bergulir menatap siapa yang memanggilnya. Seulas senyum tersampir dibibir persik (y/n). Teman sekamarnya terlihat melambaikan tangan kearahnya.
"Ada apa, Sania?" tanya (y/n).
Sania terlihat kesulitan membawa beberapa kotak kardus ditangannya, "ugh, tolong aku~" ucapnya memelas. "Tuan muda memintaku memindahkan kardus-kardus berisi dokumen kegudang belakang."
(Y/n) mengulas senyum lebar dan menyisingkan lengan yukata, "iya, iya, sini kubantu."
Gadis itu sedikit terkekeh melihat Sania yang kesulitan. (Y/n) mengambil beberapa kardus dan membawanya dengan mudah menuju gudang.
"Ini dokumen apa?" tanya (y/n).
Sania mengangkat bahu, "entah, aku tak punya urusan untuk tahu itu. Paling itu dokumen berisi catatan pengeluaran."
(Y/n) menata kardus dengan telaten dibantu Sania yang memberi aba-aba. Tangan (y/n) ikut ditarik Sania keluar gudang, "ayo bantu aku lagi! Masih ada tiga kardus lagi yang harus dipindahkan."
Mendengar ucapan Sania, (y/n) pasrah dan terpaksa menunda niatnya untuk bertemu ibunya.
"Ngomong-ngomong soal tuan muda, usianya tahun ini berapa?" tanya (y/n).
Sania menatap teman sekamarnya, tangannya menepuk bahu (y/n) dan mengembangkan senyum tipis, "aku tidak tahu informasi itu, (y/n)-chan, Tuan muda itu orang yang cukup tertutup. Ah! Mungkin sekitar pertengahan dua puluh lima."
Sania melambaikan tangannya seolah tak peduli. Tangannya yang lain menggeser pintu dan memperlihatkan tumpukan kardus didalam ruang kerja Tuan muda Kamo.
Tiga tumpukan kardus disudut ruangan tak bisa mengalihkan pandangan (y/n) dari sosok yang terlihat serius menulis sesuatu. Perasaan asing yang dulu pernah dia rasakan kembali terasa, detak jantungnya meningkat secara tiba-tiba menatap postur tubuh yang tersinari langsung cahaya matahari sore.
Sesosok Noritoshi Kamo yang mampu menyita penuh perhatian (y/n). Sania yang melihat gelagat teman sekamarnya itu, menyikut pelan pinggang (y/n).
Bibir Sania berbisik pelan ditelinga (y/n), "tuan muda tidak suka diperhatikan saat kerja, ayo cepat sebelum tuan muda merasa terganggu."
(Y/n) mengerjap dan ingat apa yang hendak dia lakukan. "Ah iya! Maafkan aku, habis aku hanya sekali pernah melihat tuan muda."
Sania mengambil satu dus sedangkan (y/n) malah menumpuk dus yang tersisa dan mengundang tatapan terkejut dari Sania, "seberapa kuat lengan kurusmu itu?" tanya Sania bertanya.
(Y/n) melepas pegangan tangan kanannya dan membuat Sania sedikit terpekik, "entahlah, aku bisa mengangkat beban maksimal lima puluh kilogram, sepertinya."
"Ehem!"
Suara deheman membuat (y/n) dan Sania langsung keluar dari ruangan kerja tuan muda Kamo. Keduanya berkeringat dingin setelah diperingati oleh Noritoshi.
Noritoshi sendiri menatap rambut panjang yang diikat kepang. Keningnya mengernyit mengingat nama pelayan yang membawa dua dus besar.
"(Y/n)... Ya?" bisiknya pelan.
Pena yang ada ditangan kanannya dia ketuk pelan keatas kertas yang ada dimeja. Noritoshi kembali membuka lembaran lain tugasnya sebagai pemimpin dan mencoba melupakan gadis berambut panjang.
Ikatan pada rambutnya dia lepaskan. Noritoshi menatap pintu yang menjadi jalan keluar kedua gadis pelayan.
Tangannya bergerak mengambil cangkir berisi teh hitam. Matanya menyipit menatap dokumen didepannya.
"Aku ingin hiburan."
.
.
.Nyatanya datang ketempat teman-teman semasa SMA nya justru semakin membuat kepala Noritoshi mengkerut tajam. Meski sudah lebih dari tujuh tahun, teman-temannya masih saja seperti dulu.
Dimulai dari Aoi Todo yang berteriak keras karena kemunculan iklan idol kesukaannya. Zenin Mai yang kesal dengan Aoi lalu Mechamaru-- bukan Kokichi Muta yang menebar ke uwu an bersama Kasumi Miwa.
Noritoshi benar-benar hanya bisa mojok bersama Nishimiya Momo yang belum bertemu ujung benang merahnya alias satu nasib dengan Noritoshi.
Hela nafas keluar dari mulut Noritoshi. Sodoran segelas minuman didepan wajahnya dari Momo diterima oleh Noritoshi.
"Entah kenapa sakit kepalaku bukannya reda malah semakin menjadi." ucap Noritoshi pasrah. Momo yang duduk disampingnya tertawa pelan.
"Kenapa kepalamu bisa sakit?"
Noritoshi memutarkan jari telunjuknya dibibir gelas. "Entahlah, aku terus kepikiran dengan seorang perempuan."
Momo terlihat melebarkan senyumannya, "wah! Aku terkejut kau kepikiran seorang perempuan. Apa dia ujung benang merahmu?"
Noritoshi menggeleng, "aku tidak tahu. Aku belum melihat wajahnya secara keseluruhan."
Momo menyenderkan punggungnya ketembok, "kenapa tidak kau coba saja memanggilnya. Tunggu dulu, pertama kau mengenalnya?"
Noritoshi mengangguk, "ya, dia pelayan ibu."
Momo kembali terkejut, "wah... Kalau begitu seharusnya mudah untuk melihat wajahnyakan? Lalu kenapa kau gundah seperti ini?"
Noritoshi terpekur, memang sangat mudah dia hanya perlu mengeluarkan satu perintah dan dia dapatkan apa yang dia mau. Terlebih pelayan keluarga Kamo adalah aset pribadi masing-masing tuan mereka. Noritoshi adalah pemegang perintah tertinggi, berarti (y/n) adalah miliknya.
"Masalahnya adalah aku takut terlalu berharap." ujar Noritoshi.
"Kau hanya mencoba, kalau dia benar ujung benang merahmu bukannya itu semakin menjadi keuntungan untukmu? Lalu kenapa kau takut?"
Noritoshi menatap Momo, "dikeluarga Kamo, pelayan hanya bisa dijadikan gundik, bukan istri sah."
.
.
..
.
.T
B
C.
.
..
.
.See you next chapter 😗
23 Januari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ ꒦ ͝ Aria (K.Noritoshi x Reader)
FanfictionMate Project by San_21_Arts . . . Hubungan sebatas tuan dan pelayan, membuat keduanya yang terhubung sebagai takdir tak kuasa menentang aturan yang telah ada. "Kita mungkin berjodoh, tapi orang-orang tidak akan menyukai itu." "Saya tahu, saya undur...