⨳ 16

1.9K 385 99
                                    

Duduk di kursi taman memeluk putri semata wayangnya. Semua hinaan yang diluncurkan keluarga Mizuki akan keberadaannya yang dianggap sebagai orang ketiga diantara putri mereka dan sang menantu, diterima dengan baik dan di cam erat-erat didalam benak.

Tak sedikitpun air mata yang keluar sejak kabar kematian Mizuki karena gagal jantung pasca melahirkan. Seorang putra dengan kulit kemerahan berhasil menghirup udara dunia meski harus menyandang nama piatu.

Ryuzaki, berarti kuat dan diharapkan tumbuh dengan baik diladang beracun bernama Kamo.

Menyesap sedikit teh yang disajikan Sania, (y/n) memandang jauh ke taman bunga yang dirawat ibunya yang sudah tak lagi bisa bekerja dengan baik dikediaman, sebagai gantinya dia ditugaskan merawat taman tempat (y/n) tinggal.

"Bagaimana orang itu?" tanya (y/n).

Sania yang berdiri dibelakang (y/n) menggaruk pelan pipinya dengan jari telunjuk. Sedikit menunduk dan berbisik ditelinga (y/n) agar Shirayuki tak terbangun dari tidur lelapnya.

"Noritoshi-sama dan nyonya sedang mengadakan pemakaman untuk nyonya muda Mizuki." jawab Sania.

Pada dasarnya (y/n) terlarang mengikuti pemakaman Mizuki oleh orang tua Mizuki yang tak terima akan kematian anak mereka.

"Apa kremasinya sudah selesai?" tanya (y/n) memastikan sekali lagi.

"Kremasinya akan diadakan besok. Kau bisa melihat nyonya muda nanti malam untuk yang terakhir kalinya, hanya saja..." ucap Sania terputus.

"Hanya saja?"

"Noritoshi-sama selaku suami akan menunggu didepan peti nyonya muda."

Kekeh pelan keluar dari bibir (y/n). Semuanya sia-sia bagi Noritoshi, sudah terlambat jika ingin menyesali kematian istri sahnya. "Orang itu lucu sekali, kemarin aku menyuruhnya untuk menemani Mizuki, dan dia menolak. Apa sekarang dia bersedih karena kematian istri tercintanya itu?"

Kekehan kecil pengganti tawa mengalun pelan, Sania merasakan nada skeptis dan mengejek yang kentara di suara (y/n).

Tangan (y/n) memasukkan dua balok gula kedalam teh dan mengaduknya pelan, "Mizuki-san..." lirihnya pelan. Senyum tipis disampirkan, jarinya mengangkat gelas kearah bulan purnama seolah tengah beradu minuman. "Hukuman untuknya akan dimulai dari sekarang."

(Y/n) berdiri dan menimang Shirayuki pelan, "siapkan yukata putih untukku, aku akan menonton sesuatu yang menarik."

.
.
.

Pakaian yang dikenakan (y/n) terlihat sangat sederhana. Hanya yukata putih bersih dengan tangan membawa setangkai bunga lili biru.

"Apa sekarang kau menyesal?"

Suaranya terdengar berkali lipat lebih dingin dari biasanya ketika melihat punggung yang biasanya kokoh kini merunduk menahan rasa sakit akan kehilangan.

Noritoshi melirik (y/n) yang berdiri tepat dibelakangnya dengan senyum tipis, "apa kau... Kesini untuk mengejekku?"

Pandangan matanya terasa tajam, "jangan terlalu percaya diri, Mengejek? Itu hukuman yang terlalu ringan untukmu."

Noritoshi diam lalu terkekeh pelan, "jadi kau mau menghukumku seperti apa?"

(Y/n) berjalan, langkah kakinya seringan bulu dan berhenti di samping Noritoshi. Tangannya menyampirkan bunga lili biru di atas lipatan tangan Mizuki.

"Bulan terlihat indah bukan? Mizuki, zuki, berarti bulan. Mizuki-san akhirnya bisa beristirahat dengan tenang kali ini." kata (y/n) mengusap rambut arang Mizuki.

✔ ꒦ ͝  Aria (K.Noritoshi x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang