"Aku pulang."
"La, sini dulu!" Dad Gala memanggil Shella yang baru pulang abis les bahasa Inggris.
Baru juga pulang :(
"Iya, Dad." Shella menghampiri ayahnya yang sedang duduk di ruang tv bersama mom.
"Gimana latihan pianonya? Udah lancar?" tanya Dad Gala sambil membelai rambut Shella.
Senangnya...
"Lumayan, Dad." Jawab Shella sambil menunduk.
Takut sama aura yang dipancarkan Dadnya.
"Kenapa belum lancar? Kan Dad udah ngasih kamu waktu 2 minggu loh buat mempelajari cara main piano. Masa kamu belum bisa?" intonasi suara Dad Gala mulai berubah.
"..."
"Jawab Shella." Ucap Mom Marie di sebelah Dad.
"Waktunya ku-kurang cukup, D-dad." Shella semakin menundukkan kepalanya. Takut.
Elusan Dad di pucuk kepalanya berhenti.
"Kurang? Hei kamu ini pinter loh masa belajar main piano aja lemot banget?!" Dad Gala menatap Shella.
Ya walaupun Shella ranking kedua paralel di Starla. Kan yang pertamanya Keenan.
"..."
"Kamu tuh dibilang aja pinter padahal otak kamu nol besar!" Dad Gala semakin menatap tajam Shella.
"Dad udah bantu kamu beli penutup mata, mempermudah kamu masuk SMA Starla, bantu kamu masuk bimbel terbaik. Tapi apa feedback kamu ke kita?" Dad mengapit dagu Shella karena greget Shella diem terus daritadi.
"Jawab, Shella!" Ucap Dad dengan intonasi menekan.
"Hiks..."
Air mata pertama yang turun di hadapan orang tuanya.
"Jangan nangis! Cengeng banget kamu! Dad ga pernah ngajarin kamu buat cengeng dan manja. Jangan mentang-mentang anak bungsu." Dad Gala sedikit mencengkram pundak Shella.
Btw ini kakaknya pada kemana sih?
"Stop, Dad. Biarin Shella mikir dulu buat jawab." Mom Marie menarik tangan Dad buat ga nyengkram pundak Shella. Kasian juga putri kesayangannya dibikin nangis gini.
Dad Gala menghela napas lelah. Kenapa anaknya gaada yang membanggakan sama sekali. Bisanya cuma manja terus.
"Shella jawab, sayang." Ucap Mom Marie sambil menangkup tangan Shella yang terkepal.
"Hiks Shella c-cuma belum bi-bisa hiks Shella c-cuma ga bisa Shella hiks..." Shella semakin menangis.
Dia menumpahkan kelelahannya di sini.
Segala tuntutan yang dia terima ga sebanding sama kemampuannya.
Plak
Entah tamparan ke berapa.
.....
"Mau bareng?"
Lagi lagi, Aleta yang lagi nunggu bus digangguin -padahal ngga- sama orang lain.
Eh bukan orang lain juga sih. Tapi dia tuh Daffin.
Minggu kemaren sama Keenan eh sekarang sama Daffin.
Aw diperebutkan ya bund🤭
"Ngga, gua naik bus aja." Jawab Aleta tanpa menatap Daffin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Eyes [Completed]✅
Teen FictionGimana sih rasanya jadi anak bungsu? Paling dimanja? Atau paling diteken? Apalagi berbeda. Tak sama. Dengan lainnya. Mungkin rasanya seperti anda menjadi bulan, menerangi orang tapi kesepian dalam beban. Bahasa semi baku.