memorabilia - 하나

181 36 2
                                    

Anak laki laki berumur 10 tahun itu menatap si bungsu yang terbaring lemah di kasur. Adik nya sakit karena bermain hujan dengan nya kemarin, padahal Bunda sudah melarang mereka untuk tidak bermain hujan.

Sabitah tidak bisa menolak permintaan adik nya yang ingin bermain hujan, hati nya sedikit sakit melihat adik nya merengek rengek.

KREK

Bunda memasuki kamar si bungsu sambil membawa baskom dan kain. Wanita itu duduk di samping Sabitah yang memegang tangan adik nya, "Abang, kenapa nak?" tanya perempuan itu dengan lembut.

"Sabitah sedih, ngelihat Affandra sakit gara gara Sabitah."

"Sabitah nakal banget ya bun? harusnya Sabitah nolak permintaan Affandra buat main hujan, jadinya Affandra sakit gini."

Bunda mengelus rambut anak sulung nya, ia dapat melihat kekhawatiran dari mata anak nya. "Bukan salah abang, jangan pernah salahin diri abang."

"Tapi, kemarin ayah marahin Sabitah. Katanya Sabitah gak becus ngejaga adik adik. Kalo bisa, Sabitah mau gantiin posisi Affandra! Sabitah aja yang sakit."

"Hush! abang jangan bilang kayak gitu!"

Bunda memegang pipi putra nya, ia menghapus air mata yang jatuh ke pipi gembul Sabitah. Wanita itu juga ingin menangis saat melihat anak nya menyalahkan diri nya.

"Abang, untuk kejadian ini dijadikan pembelajaran tapi jangan juga menyalahkan diri abang. Kita juga gak tau Affandra bakal sakit, biasanya Affandra gak sakit kan kalau lagi hujan hujanan?"

Sabitah mengangguk pelan.

"Jangan pernah menyalahkan diri abang karena suatu hal, itu sama aja abang menyimpan racun dalam tubuh."

"Dalam hidup ini, akan ada banyak kejadian yang gak sesuai dengan ekspetasi kita dan kita gak boleh menyalahkan diri sendiri saat kita gak bisa memenuhi ekspetasi. Kita hanya bisa berjalan dan berusaha semaksimal mungkin untuk bangkit dari keterpurukan."

Sabitah mengerutkan alis nya, "Abang gak ngerti bunda. Bahasa bunda terlalu berat."

Bunda terkekeh pelan, "Gak apa apa kalau sekarang belum ngerti, suatu saat kamu bakal ngerti kok sayang."

Wanita berumur 25 tahun itu beranjak dari tempat nya, ia mengusap rambut Affandra dan Sabitah. "Abang, jagain Affandra ya. Bunda mau masak buat makan malem dulu."

Sabitah mengangguk anggukan kepala nya, wanita itu keluar dari kamar sang bungsu dan melihat suami nya berdiri di depan.

"Baru pulang mas?"

"Iya, Affandra sudah sembuh?"

"Alhamdulillah, panas nya udah turun. Sekarang Sabitah lagi jagain dia."

Sang kepala keluarga hanya memangut mangut mengerti, "Denger perkataan ku tadi kan? kamu jangan salahin Sabitah lagi, mentang mentang dia anak pertama tapi jangan disalahkan. Bimbing dia, jangan sampai dia tumbuh dengan ketakutan dan rasa bersalah."

"Dan inget inget kalimat terakhir yang aku bilang, aku lama lama juga gak tahan mas."

Bunda tersenyum kecil, ia lalu menepuk nepuk pundak suami nya. Wanita itu berjalan menuruni tangga, tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sedang melihat mereka.

🍃

📝 :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

📝 :

Bagian memorabilia akan aku buat dengan tujuan untuk menguak permasalahan di keluarga Ramadhan dan juga masa kecil / remaja Ramadhan bersaudara.

Di beberapa part memorabilia bakal ada kunci dari konflik yang akan datang, aku harap kalian membaca kalimat per kalimat dengan saksama ;).

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak!
See you in the next chapter ❤️

Surabaya, 1 Maret 2021
Jblueme_

TENTANG HARI ESOK [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang