memorabilia - 돌

173 37 14
                                    

Hujan mengguyur kota Bandung dan seisi nya, seorang ayah dengan perasaan kalut sedang menyetir mobil. Ia sesekali melihat istri nya yang menangis, di dekapan sang istri ada anak yang sedang berjuang mempertahankan hidup nya.

Anak tengah mereka, Jehian. Tadi, Dimas mendapatkan telepon dari sekolah kalau Jehian tiba tiba saja pingsan dan hidung nya mengeluarkan banyak darah. Mau tidak mau, Dimas langsung meninggalkan kantor nya dan pulang ke rumah untuk menjemput istri nya, baru mereka pergi ke sekolah Jehian.

Dari kecil, Jehian memang mempunyai fisik yang lemah. Dia sering sakit sakitan, cuaca dingin pun bisa membuat nya sakit. Maka dari itu, Dimas selalu menjaga anak tengah nya dengan pengawasan yang super ketat.

Ia tidak ingin terjadi hal hal buruk ke anak nya. Dimas memarkirkan mobil nya di Rumah sakit, ia turun dari mobil lalu mengambil payung di bagasi.

Dengan cepat, Dimas membuka pintu mobil dan memayungi Yessi yang sedang menggendong Jehian. Dimas tidak peduli diri nya basah kuyup, yang dia pikir kan sekarang cuma Jehian.

"Yessi, kamu pergi ke dokter terlebih dahulu. Aku sudah menelpon dokter nya tadi, jadi kamu bisa langsung masuk." kata Dimas.

"Kamu mau kemana mas?" tanya Yessi.

"Aku mau beliin kamu makanan dulu, kamu dari pagi belum makan kan?"

Yessi mengangguk anggukan kepala nya, dia menghapus air mata yang menggenang di mata nya.

"Jangan nangis, Jehian bakal baik baik aja," Dimas tersenyum sambil memegangi pundak istri nya.

Wanita itu memaksakan senyuman nya dan pergi ke dokter yang Dimas maksud tadi. Dimas membuang napas nya dengan berat, kaki nya melangkah ke kantin Rumah sakit dan memesan nasi goreng untuk istri nya.

Sembari menunggu, Dimas memijat kening nya dengan pelan. Lelaki itu ingin menangis sekarang tetapi dia tidak bisa, seakan mata nya sudah berhenti memproduksi air mata.

Dimas sangat takut, takut sekali. Dia tidak mau melihat anak nya terbaring lemah di Rumah sakit, hati nya sakit melihat anak nya tergeletak seperti itu.

Jika bisa memilih, Dimas rela menggantikan anak nya yang sakit- sakitan. Anak sekecil Jehian seharusnya boleh berlari lari riang bersama teman teman nya tetapi dia malah harus berada di rumah.

Beberapa menit kemudian, nasi goreng untuk istri nya selesai di buat. Dimas membayar nasi goreng tersebut dan pergi ke Jehian dan Yessi berada.

Dalam perjalanan, ia melihat Jehian yang dibawa dengan brankar dorong. Lelaki itu juga melihat Yessi yang berjalan di sebelah brankar tersebut.

Dimas menghampiri istri nya, "Jehian kenapa?"

"Kata dokter, Jehian kena demam berdarah."

Demam berdarah? apa Dimas tidak salah dengar?

"Ini salah ku mas, aku gak sadar Jehian kena demam berdarah. Aku terlalu sibuk sama pekerjaan ku sampai sampai anak sendiri pun gak aku perhatiin," tangis Yessi.

Dimas menarik Yessi ke pelukan nya, ia mengusap kepala istri nya. "Bukan salah mu, ini salah ku. Aku juga terlalu sibuk dengan urusan TNI, aku sampai sampai tidak tau kabar rumah gimana."

"Sekarang kita harus kuat, Jehian aja kuat..jadi kita juga ya?"

Dimas melepas pelukan nya dan mengusap air mata Yessi. Mereka berjalan mengikuti brankar Jehian yang sudah menjauh.

Tanpa Yessi ketahui, di dalam lubuk hati Dimas, dia sedang menyalahkan diri nya sendiri.

🍃

TENTANG HARI ESOK [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang