tujuh

151 33 37
                                    

🍃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍃

⚠️ Long paragraph ahead ⚠️

Sabitah mengendarai mobil nya dengan perasaan kacau, ia tidak habis pikir dengan adik nya yang turun ke jalan padahal kemarin Sabitah sudah menyuruh adik nya diam di rumah.

Parah nya lagi, Jehian sampai dibawa ke kantor polisi? Apa yang Jehian lakukan sampai sampai ia dibawa ke kantor polisi?

Sabitah tidak bisa marah kepada Jehian karena memang adik pertama nya itu susah dibilangin, ia takut jika ayah melakukan sesuatu ke Jehian. Membayangkan sang kepala keluarga murka saja membuat bulu kuduk Sabitah berdiri.

Lelaki itu juga tidak siap dengan kata kata umpatan yang akan ayah nya keluarkan untuk Jehian, siapapun tolong lindungi adik nya dari murka ayah nya.

Hanya dengan beberapa menit, Sabitah sampai di kantor polisi dekat rumah nya. Lelaki itu keluar dari mobil nya dengan cepat dan memasuki kantor polisi itu, ia melihat Jehian sedang duduk dan disebelahnya ada laki laki dengan almamater dari kampus ternama.

"Je?"

"Bang Bitah?"

"Lo ken--"

"Dengan keluarga saudara Jehian?" tanya polisi tersebut, menginterupsi pertanyaan yang akan Sabitah lontarkan kepada Jehian.

"Iya, saya kakak nya."

"Adik saya kenapa ya pak?"

"Saya akan menjelaskan semua nya nanti jika orang tua kalian sudah datang." kata polisi berperut buncit tersebut.

Sabitah mengusak rambut nya dan menghela nafas nya dengan berat. Sedangkan Jehian menundukan kepala sambil memainkan jemari nya.

"Gak ada luka kan?" tanya Sabitah.

"Tadi sempet jatuh gegara dorong dorongan, cuma lecet kok," jawab Jehian.

"Sama tadi sempet di pukul sama pak polisi, tapi untung gak ada yang patah tulang nya."

"Mata? gak kena gas air mata kan?"

Jehian menggeleng pelan, adik nya itu lalu tersenyum kecil. Sabitah mengusap usap pundak adik nya, memberi kode kalau dia tidak marah.

BRAK!

Suara pintu yang ditutup dengan keras terdengar, Sabitah sudah mengira pasti itu ayah nya. Si sulung melihat ayah nya berjalan ke ruangan Jehian dan Sabitah berada, sang bunda pun berjalan di samping ayah berniat untuk menenangkan nya.

TENTANG HARI ESOK [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang