Ungkapan

272 34 3
                                    

Jangan lupa teken bintangnya 👀
.

Matanya langsung bergerak berkeliling melihat pandangan yang tak biasa buatnya. Jejeran komputer yang tersusun rapi dengan tulisan dan huruf tak jelas langsung menguasai penglihatannya.

Ruangan yang gelap dan hanya cahaya komputer yang menerangi, membuat Nauna mendapatkan keberadaan Rans tengah terduduk sambil menelungkupkan kepalanya pada kedua tangan yang menyilang, diatas meja.

Penasaran apa yang dilakukan lelaki itu, ia pun mendekat.

Betapa terkejut Nauna ketika mendapati Rans yang tertidur sambil bergetar ditempatnya. Ia mencoba memegang pundaknya, "Rans?" malah getaran dibadannya makin menjadi-jadi. Kaget, ia pun membalikkan tubuh besar lelaki itu, "Rans?"

Hingga Nauna merasakan pergelangan tangannya ditarik kencang dan cepat, membuat dirinya tersentak dalam sekejap, lalu tanpa sadar ia terduduk dipangkuan Rans. Kantungan yang dipegangnya sedari tadi sudah terlempar entah kemana.

Merasakan getaran tangan Rans yang melingkari pinggangnya, hembusan napasnya yang berat dan memburu, kepala yang tertunduk di pundaknya, rambut yang basah oleh keringat dan mata yang masih tertutup, Nauna menebak kalau lelaki yang memangkunya kini bermimpi buruk. Apakah mimpinya seburuk itu?

Mengangkat tangannya, Nauna mengangkat kepala Rans, wajah lelaki dihadapannya memucat. Ada apa dengan lelaki ini? Hatinya berdenyut melihat wajah Rans yang memucat. Ia pun menghapus keringat yang ada dahi Rans. Wajah Nauna mulai mengkerut, sedih, ketika merasakan lingkaran tangan Rans dipinggangnya mengerat kuat.

"Sssttt, tenang Rans, gue disini." Nauna kemudian melingkarkan kedua tangannya di leher Rans sambil menepuk kecil pundaknya bermaksud menenangkan Rans.

Hingga setetes air mata tak tertahan jatuh di pipi Nauna. Sebenarnya apa yang dialami Rans, sehingga lelaki ini bermimpi buruk seperti ini?

.

Mendengar napas Rans yang memburu tidak lagi seperti tadi dan pelukan Rans dipinggang telah melonggar, ia pun bermaksud untuk melepasnya, karena beberapa menit terbuang dengan posisi seperti ini membuat punggungnya pegal.

Nauna melebarkan jaraknya hingga ia merasakan kalau baju kemejanya ikut basah juga oleh keringat lelaki ini. ia pun pelan-pelan menyandarkan Rans di sandaran kursi yang ia duduki sekarang.

Masih di dalam pangkuan Rans, Nauna memerhatikan cara tertidur Rans yang sudah pulas, sangat damai. Ia pun tersenyum manis, dan menggerakkan jarinya untuk menarik rambut basah Rans keatas, agar tak menghalangi.

Wajah Nauna kembali masam, penasaran apa yang dimimpikan lelaki ini hingga dia seperti itu.

Ia pun menarik kembali tangannya, namun pergelangan tangannya dicekal oleh Rans yang sangat tiba-tiba, membuat dirinya terkejut pangkuan Rans.

Rasa gugup pun datang menghampiri Nauna, melihat Rans secara tiba-tiba terbangun.

"Kenapa masuk?"

Nauna menangkap tatapan tenang Rans, ia pun sadar dan secepat mungkin turun dipangkuan lelaki itu.

Menunduk, "maaf," cicit Nauna, mencoba melirik Rans, ia pun mundur bunyi kresek plastik menyadarkan maksud keberadaannya disini, "gue cuma mau kembaliin ini," jelas Nauna mengambil dan memperlihat kantungan putih berisi hoodie Rans.

Menaikkan satu alis, "bukan itu."

"Hah? Bukan apanya." Nauna mengedipkan mata beberapa kali mendengar ucapan Rans. Mulai menerawang maksud dari lelaki itu.

Jangan-jangan...

Sedetik kemudian Nauna mengerti, "Gini jangan salah paham ya, gue datang kesini mau nganter ini," menunjukan kantung yang berisi hoodie, "pas gue kerumah lo, eh kebuka sendiri pintunya, gue masuk lah cari keberadaan lo, gue panggil-panggil lo gak nyaut, sampailah gue disini. Lo tertidur, karena lo mimpi buruk gue nenangin lo. Jadi itu..kenapa gue ada dipangkuan lo." Penjelasan panjang Nauna cukup membuat Rans mengernyit bingung, tampak berpikir.

Nauna menatap wajah Rans yang semakin tampan, berkat dirinya yang menyibakkan rambut Rans keatas.

Kemudian berdehem keras, Nauna berharap dapat merusak suasana canggung ini.

"Jadi seperti ini pekerjaan lo?" Tanya Nauna membuka suara sambil kepalanya berkeliling menatap jejeran komputer.

"Lo pulang." Perintah Rans.

"Kok disuruh pulang sih!?" Pekik Nauna tidak terima. padahal ia sudah sangat baik datang kesini mengantarkan hoodie lelaki itu dan balasannya sekarang, ia disuruh pulang!? Shit

Rans menghiraukan Nauna lalu berbalik mengetik sesuatu pada komputernya.

Jengkel melihat perilaku Rans yang sering kali menghiraukannya, ia pun menjadi keras kepala, "Gue gak mau pulang! Lo denger kan? Gue. Gak. Mau. Pulang."

Rans berbalik memberi isyarat pada Nauna dengan menunjuk kantung yang dipegangnya untuk disimpan dimeja, lalu menunjuk Nauna agar keluar dari sini.

"HAHAHAHAHAHAHAHHAHAH, bajingan."

Nauna tertawa keras, karena memberi isyarat seperti menganggapnya anjing pengganggu. Setelah berhenti tertawa ia menatap bengis Rans lalu melempar kantungan itu tepat diwajah Rans tetapi gagal lemparannya tertangkap karena terbaca oleh Lelaki itu.

"Lo belum liat gue marah ya?"

Rans hanya menatap tenang Nauna. Lagi-lagi emosi Nauna yang tadinya memuncak surut kembali. Merasa frustasi, Nauna pun berbalik ingin meninggalkan lelaki itu, tetapi langkahnya terhenti dengan perkataan Rans.

"Maaf dan terima kasih." Ucap Rans pelan.

Nauna yang berada di ambang pintu, mencengkram pintu sembari menggigit bibirnya. 'Apa-apaan itu'. Ia merasa ini tidak adil, apakah dengan perkataan lelaki itu membuatnya luluh sekarang? Hah!

"Maksud lo apa? Maaf? Terima kasih? Apa-apan itu!?" Bentak Nauna tanpa berbalik menatap Rans.

Dibelakang Rans pusing, ia pun menjambak rambutnya kuat, ingin menceritakan hal sebenarnya pada Nauna itu susah.

Disatu sisi tertahan karena ia tak mau ditinggalkan oleh perempuan itu, tetapi dilain sisi, Ia sudah tak tahan menyimpan beban ini, dan tidak ingin Nauna berada di dekatnya Karena, "Gue gak sepantasnya berada di dekat lo Na, gue...udah ngebunuh keluarga gue sendiri," suara Rans tercekat.

"Gue udah ngebiarin keluarga gue mati ditangan pembunuh...gue yang seharusnya gak pantas hidup...gue ngelihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kakak gue di perko-," Rans tidak meneruskan bicaranya.

"Dari dulu gue udah bejat, jadi gak mesti lo di deket gue lagi. Lo udah tau bagaimana gue kan sekarang." Lalu membelakangi Nauna yang tangisnya sudah tumpah meruah sedari tadi mendengar penjelasan Rans dari awal.

Dan lagi-lagi lelaki itu membuat Nauna terisak.

Ia pun berbalik lalu berlari memeluk leher lelaki itu. Sekejap Nauna merasakan tubuh lelaki itu menegang.

"Gu-,"

"Gak! Lo gak salah Rans, lo gak salah. Jadi jangan salahin diri lo terus!" air mata Nauna terjatuh, "gue dari dulu udah tebak, dari mata lo Rans, lo orang nya gimana. Lo bukan orang yang ngebiarin itu terjadi begitu saja, kemungkinannya adalah lo gak berdaya waktu itu." Nauna menenggelamkan wajahnya dileher Rans, "jadi berenti. Berenti salahin diri lo." Ucap Nauna sambil terisak.

Rans yang merasakan air mata Nauna terjatuh di lehernya, hanya mengangguk mengerti, agar Nauna tidak menangis kembali.

Walaupun Nauna berkata seperti itu, tidak membuat ia berhenti menyalahkan dirinya.

Walaupun Nauna menangisinya, ia masih tidak menerima dirinya yang tak berdaya kala itu.

Walaupun itu sulit diterima, ia tak bisa membuat Nauna menangis karena dirinya lagi.

Memegang lengan Nauna, "gue anter lo pulang." Ucap Rans akhirnya.

.

VOMENT-nya Zeyenk.

Trouble Hacked ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang