8

2.5K 41 2
                                    

Fazza membuka mata nya. Dia tersenyum hangat memandang wanita kesayangan nya masih tertidur dalam pelukan nya. Dia tau, istri nya sangat kelelahan karena semua pertempuran mereka tadi malam.
Semalam saat Nisa linglung karena belum bangun seluruh nya, Fazza kembali memompa nya dengan beringas. Hingga tengah malam Fazza tidak melepaskan nya. Akhir nya Nisa pingsan lagi karena sangat kelelahan. Dan sekarang hingga matahari sudah tinggi di langit, Nisa masih belum bangun.
Fazza mempertimbangkan kondisi Nisa. Dia pasti tidak mau tampil di depan keluarga nya dalam keadaan menyesal seperti ini. Tapi jika dia tak mengantar keluarga nya ke bandara, Nisa pasti akan sedih.
Jadi dengan berat hati, Fazza mengelus rambut Nisa perlahan sambil memanggil nama nya dengan lembut.
"Sayang... Bangun..."
Nisa hanya menggeliatkan tubuh nya. Tapi dia segera merintih kesakitan. Alisnya berkerut ketat seperti menahan sakit yang teramat sangat.
Fazza yang melihat keseluruhan proses sangat khawatir. Dia merasa sangat bersalah sudah melukai Nisa sedemikian parah.
Nisa membuka mata nya dengan berat hati. Kelopak mata nya seperti merekat kuat. Tidak mau terbuka. Dia berusaha menatap fokus ke depan dan mendapatkan wajah tampan suami nya sedang merengut menatap wajah nya.
"Kenapa sedih?"
Suara Nisa pelan dan sangat serak. Bahkan Nisa sangat terkejut mendengar suara nya sendiri. Dia mengingat sepanjang siang dan malam dia berteriak karena ulah suami nya. Dia menyipitkan mata nya kesal memandang Fazza.
Fazza yang di pandang seperti itu hanya tersenyum sambil berusaha memeluk tubuh telanjang Nisa dalam selimut.
"Ssshhhhh...."
Nisa mendesis kesakitan. Dia berusaha menggerakkan tangan dan kaki nya. Tapi semua anggota tubuh nya seperti jelly. Mereka semua tak bertenaga.
Saat dia mencoba mengangkat pinggul nya untuk duduk, dia baru merasakan kesakitan yang teramat sangat di daerah bawah nya. Tempat tertentu itu sangat sakit dan ngilu. Perih namun juga sejuk. Dia menduga Fazza telah menerapkan obat di sana. Nisa menghirup nafas dingin dan tidak bergerak lagi.
Fazza menghela nafas menyadari akibat dari perbuatan nya. Dia menunduk dan mencium kening Nisa lama sebelum memandang mata nya.
"Maaf. Aku benar-bemar lepas kendali. Aku tidak akan mengulangi nya lagi. Aku akan selalu meminta ijin darimu dulu sebelum melakukan nya."
Nisa memandang Fazza dan tersenyum, suara nya masih serak saat dia berkata,
"Ini tidak sesakit kelihatan nya. Aku tidak keberatan. Kamu memiliki aku sepenuh nya. Jangan khawatirkan apapun dan lakukan semua yang kamu inginkan padaku. Hanya saja tolong beri aku jeda waktu untuk menyesuaikan diri dengan gaya bertarung mu. Yang kemarin itu sangat keras dan brutal. Aku belum bisa mengikuti ritme mu. Ajari aku perlahan, oke?"
Fazza memandang mata istri nya dengan bahagia. Dia tidak tau dengan perempuan lain nya. Tapi istri nya dari pengalaman dua hari ini sangat terbuka tentang urusan kamar tidur. Dia juga sangat bahagia bisa berbagi pikiran nya dengan wanita yang akan jadi mitra seumur hidup nya.
Fazza mengangguk dan memeluk istri nya dengan lembut. Meskipun Nisa masih tetap menegang kesakitan tapi lama kelamaan tubuh nya rileks. Wajah Nisa bersarang di dada kokoh suami nya.
"Apa yang ingin kamu makan?"
"Bubur nasi saja. Itu mudah di telan."
"Baiklah, tunggu sebentar."
Fazza mengecup puncak kepala Nisa dan meletakkan nya kembali ke dalam selimut. Sebelum Fazza turun dari tempat tidur, dia mendengar suara serak yang lain,
"Dan air putih hangat...
Dan baju ku, tolong..."
Fazza memandang mata memohon istri nya, dia menghela nafas berat.
"Tolong jangan gunakan mata seperti itu sekarang. Aku takut akan menyerang mu lagi."
Nisa tersenyum dan berkedip genit kemudian menyembunyikan wajahnya di balik selimut. Dia mendengar suami nya menggerutu.

Tidak lama sebelum Nisa mendengar suara Fazza memanggil nya untuk bangun. Fazza harus menahan diri agar tidak memakan habis istri nya lagi. Pasal nya dia sekarang melihat Nisa telanjang dengan banyak tanda beringas yang di buat nya seharian. Nisa melotot kejam pada Fazza yang tertegun memandang tubuh nya dengan mata lapar.
"Cukup. Jangan lihat lagi. Tolong pakaikan pakaian untuk ku. Aku tak bisa bergerak sendiri."
Fazza mengedipkan mata nya beberapa kali sebelum menarik nafas panjang. "Maaf."
Dia memakaikan pakaian Nisa tanpa pakaian dalam. Nisa hanya memandang nya tak mengerti.
"Kenapa tidak ada pakaian dalam?"
Fazza menghela nafas lagi,
"Pakaian dalam akan membuat mu kesakitan. Tidak usah pakai. Lagi pula pakaian luar mu berwarna hitam dan longgar. Jadi tidak akan memperlihatkan bentuk tubuh mu."
Nisa melirik suami nya,
"Katakan saja kamu tidak ingin siapa pun melihat tubuh ku."
Fazza mengangguk mantap. "Ya!"
Nisa melongo mendengar jawaban pasti dari suami nya.
"Kamu sangat posesif."
"Ya! Jadi jangan coba-coba membuat ku cemburu."
Fazza menyuapi nya bubur dengan lembut. Dia memastikan bubur nya hangat sebelum di tempatkan di depan bibir Nisa.
Nisa menelan nya perlahan. Dia merasakan kekuatan nya perlahan kembali.
Nisa menegakkan tubuh nya, dan duduk bersandar pada bantal lembut yang di tempatkan Fazza di belakang kepala nya.
"Sudah lebih baik?"
Nisa mengangguk. Dan memberi Fazza tanda agar terus menyuapi nya.
"Eemmm... Kamu jadi mengantar ayah ibu ke bandara?"
Fazza bertanya ragu-ragu.
Nisa mendelik memandang Fazza. Dia lupa kalau malam nanti dia akan mengantar keluarga nya ke bandara.
" Ya. Apa pun itu. Kamu harus menemukan cara membawaku ke bandara. Aku tidak mungkin tidak mengantar mereka pulang."
"Tapi kamu masih kesakitan."
"Ini akan segera sembuh. Paling-paling hanya cara jalan ku yang akan sedikit aneh nanti."

Nisa merasakan tatapan intens suami nya. "Apa..."
Nisa belum menyelesaikan pertanyaan nya, tibi-tiba dia merasakan bibir nya di cium dengan lembut. Awalnya Nisa sempat ingin menolak. Tapi lama kelamaan dia pasrah pada ciuman suami nya. Ciuman itu sangat lama dan menenangkan. Dia tidak merasakan jijik dalam berbagi Saliva dengan suami nya. Ciuman panjang yang berputar-putar membuat kepala nya pusing karena kekurangan oksigen.
Fazza melepaskan bibir Nisa setelah membuat dua kelopak mawar itu merah dan bengkak. Mata Nisa hampir meneteskan air mata sangking kurang nya oksigen yang masuk ke paru-paru nya. Dia memukul pelan dada suami nya.
"Apa yang kamu lakukan?"
Nafas nya masih berlarian saat dia melotot pada Fazza.
Fazza seakan tak merasa bersalah sedikit pun. Dia tersenyum dan memeluk erat tubuh istri nya dengan kasih sayang yang membuncah.
"Kamu sangat menggemaskan. Sebentar saja bersama dengan mu membuat adik kecil ku berdiri tegak. Ini akan jadi masalah serius jika kita tidak segera membangun fisik mu."
Fazza bicara dengan mata menggoda.
Nisa melotot memandang suami nya yang tak tahu malu.
"Tidak sekarang. Biarkan aku sembuh dulu."
"Tentu saja. Setelah sembuh..."
Fazza memandang Nisa dengan sugestif penuh canda. Wajah Nisa langsung memerah.

Hope My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang