Sepanjang perjalanan pulang Nisa merasa sangat lelah. Di sebagian besar perjalanan dia tertidur dan baru membuka mata saat di rasakan nya mobil berhenti.
Saat dia masih berusaha mengumpulkan kesadarannya, dia merasakan tubuhnya melayang. Refleks dia menggantungkan tangan nya di leher Fazza.
"Tidurlah lagi. Aku akan memandikan mu."
"Mmm."
Nisa melanjutkan tidurnya. Dia merasakan tubuhnya bersih setelah mandi dan Fazza meletakkannya di tempat tidur.
"Aku mandi sebentar."
Fazza mengecup kening Nisa dan berlalu ke kamar mandi.
Sebentar kemudian Fazza menyusul Nisa menggulung dirinya dalam selimut. Direngkuhnya sang istri ke dalam pelukannya.
"Tidurlah."
Nisa meraba bungkusan di bawah bantalnya.
"Ada yang ingin ku berikan padamu."
Fazza menaikkan alisnya,
"Apa?"
Nisa menyerahkan sebuah bingkisan kecil. Fazza duduk bersandarkan kepala ranjang dan menyalakan lampu kamar. Nisa meletakkan kepalanya di pangkuan Fazza dan memeluk perut sang suami.
Fazza membuka bingkisan dari Nisa dan menemukan tiga tongkat kecil dengan dua garis merah di dalamnya. Dia bingung tentang apa itu?
Di lihatnya Nisa yang sedang menciumi perutnya, dengan wajah kebingungan dia bertanya,
"Apa ini?"
"Baca kertas di bawahnya."
Fazza memperhatikan kalau ada kertas kecil di bawah kotak. Tertulis tentang instruksi penggunaan dan juga hasil nya. Dan tanda garis dua berarti adalah "HAMIL".
Fazza berhenti sebentar untuk mencerna apa yang di lihatnya.
"Hamil. Apa maksudnya?"
"Ya hamil. Apa lagi maksudnya."
Nisa kecewa dengan reaksi lambat suaminya.
Perlahan raut wajah suaminya berubah. Fazza melotot dengan tangan gemetar. Dia menoleh pada istrinya seakan bertanya 'apa ini nyata?'
Nisa hanya mengangguk dengan malas.
"Apa?! Benarkah? Sungguh kamu hamil sayang?"
Fazza menangkup wajah istrinya dengan binar bahagia.
Nisa tersenyum dan mengangguk.
"Alhamdulillah, aku harus mengabari ummi."
Fazza meraih telponnya. Nisa mengerutkan kening dan menangkap tangan Fazza.
"Besok saja kabari ummi nya. Ini sudah sangat malam. Nanti menganggu istirahatnya."
Fazza mengangguk dan segera memeluk Nisa. Dia sangat bahagia akan segera menjadi seorang ayah.
"Kapan kamu tau kalau kamu sedang hamil?"
"Hheemmmm.... Mungkin dua bulan yang lalu. Jangan marah dulu."
Saat dirasanya pelukan suaminya mengencang, Nisa buru-buru menjelaskan.
"Tadinya aku ingin memberikan kabar ini sebagai hadiah ulang tahunmu. Tapi aku merasa kalau pada saat ulang tahunmu, usia kandunganku pasti sudah lebih dari empat bulan. Dan itu pasti akan sangat kelihatan. Jadi aku memutuskan untuk memberitahumu sekarang. Tolong jangan marah."
Nisa memandang suaminya dengan mata memohon.
Fazza menghela nafas menyerah.
"Tidak ada yang ke dua kalinya. Hal ini menyangkut keselamatanmu dan..."
Tiba-tiba Fazza memikirkan kegiatan mereka barusan. Wajahnya menegang. Nisa tau suaminya pasti mengingat kegiatan hari ini juga.
"Jangan khawatir sayang. Kami baik-baik saja."
"Kamu...."
Fazza berusaha mengendalikan emosinya. Tadi mereka naik turun bukit pasir dengan kecepatan seperti itu. Pasti Nisa sangat ketakutan. Seandainya dia tau....
"Kami tidak apa-apa. Kalau kamu tidak percaya, besok ayo kita periksakan bersama. Bagaimana?"
Nisa mengusap lengan suaminya untuk menenangkannya.
Fazza menghirup nafas panjang dan menganggukkan kepalanya singkat.
"Hemm..."
Nisa tersenyum dan memeluk suaminya,
"Mari tidur sekarang, aku samngat lelah."
"Ya, ayo tidur. Jangan kelelahan"
Nisa memejamkan matanya, dia tertidur begitu saja. Fazza masih memeluk erat tubuh istrinya. Dia memikirkan banyak hal.
Dalam benaknya terjadi percakapan yang gaduh antara hati dan pikirannya,
"Aku tahu ada yang tidak beres belakangan, tapi aku tak menyangka dia akan hamil sekarang"
Si hati bergumam pelan,
"Kau saja yang bodoh karena tidak memperhatikan!"
Sang pikiran menghina,
"Ya, aku bodoh. Padahal dia menunjukkan banyak tanda wanita hamil. Tapi aku tidak peduli."
"Kau memang sangat dingin."
"Yah..."
Fazza menghela nafas lagi. Dia menyesal tidak menyadari kehadiran anaknya lebih awal.
Sedangkan Nisa, dia tidak menyadari penyesalan suaminya dan sedang memimpikan memakan nasi kebuli yang di bawakan suaminya.👣👣👣👣
Dua hari yang lalu, Nisa mengajak Fazza untuk memeriksakan kehamilannya. Dan dia sangat menyesalinya. Dia merasa harusnya dia pergi ke dokter sendirian saja. Pasalnya dokter hanya mengatakan kalau dia kurang vitamin, dan suaminya memberikan setumpuk vitamin untuk ibu hamil begitu mereka pulang dari rumah sakit. Dia merasa Fazza sangat berlebihan. Saat Nisa mengatakan kalau suaminya berlebihan, Fazza mengatakan kalau itu yang dokter katakan dan dia hanya menuruti kata dokter.
Fazza mulai melarang Nisa berbuat apapun. Dia tidak boleh jalan-jalan lagi, takut kalau dia akan kelelahan. Nisa juga tidak boleh memasak lagi karena suaminya khawatir dia akan terluka. Sampai pada puncak kekesalannya, Nisa mendiamkan Fazza seharian. Pasalnya Fazza melarang Nisa untuk memegang handphone, karena dia takut radiasi dari handphone akan mempengaruhi perkembangan janin.
"Sampai kapan kamu akan melarang ku melakukan ini itu?"
"Maaf sayang..."
"Aku tau kamu khawatir dengan kesehatan kami, tapi caramu membuatku stres. Tolong berhentilah."
Fazza menatap istrinya dengan menyesal dan mengangguk pasrah.
Nisa tersenyum sambil mengulurkan tangannya memeluk perut suami tercintanya.
"Maaf sudah mendiamkan mu seharian ini. Aku merindukan pelukanmu."
Fazza tersenyum dan memeluk Nissa semakin erat.
"Ayo kita berkunjung ke rumah ummi besok. Kita harus membagi kabar bahagia ini kepada keluarga besar."
Nisa mengangguk sambil tersenyum senang.
"Aku mau makan bakso, bisakah kamu membelikannya untukku sayang?"
Fazza menoleh ke arah jam di dinding. Dia menghela nafas pasrah. Ini baru jam dua pagi, dan anaknya sudah bertingkah. Ini sudah terjadi beberapa kali dalam dua bulan ini. Tadinya dia merasa bingung dengan kebiasaan baru istrinya. Tapi sekarang dia paham, istrinya hamil. Dan itu kemungkinan besar bukan keinginan pribadi sang istri. Jadi dia maklum saja.
Tapi dia harus mendapatkan bakso itu, kalau tidak Nisa tidak akan bisa tidur lagi. Yang lebih gawat adalah Nisa akan uring-uringan sepanjang hari.
Fazza turun dari tempat tidur dan mengambil jaket serta dompetnya. Dia mengelus perut Nisa sambil bergumam,
"Dedek sayang Abi, jangan nakal di dalem sana. Abi akan carikan bakso buat adek. Oke..."
"Iya Abi, adek enggak nakal kok. Cuma mau makan bakso aja."
Nisa tersenyum dan menimpali kalimat suaminya.
Fazza tersenyum dan mengangguk.
"Aku berangkat sekarang. Jangan tidur dulu sebelum aku pulang yah."
"Insaallah sayang."
Fazza mengacup kening Nisa dan segera berlalu mencari bakso di pagi buta. Dia pesimis kalau dia akan mendapatkannya. Tapi mau bagaimana lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope My Love
RomanceJantung ku berdetak kencang dan hatiku menghangat saat menulis cerita ini. Saya harap kalian akan menikmatinya juga. Enjoy this story'...