Nisa merasakan punggungnya sakit dari perjalanan yang sangat panjang. Tapi pemandangan Padang pasir yang bersih membentang di kiri kanan nya membuat hatinya rileks.
"Kamu tidak bilang kalau perjalanan ini sangat lama. Punggungku sakit sayang."
Fazza memandang Nisa dan tersenyum. Dia meraih sebelah tangan istrinya lalu mengecup sayang jemari Nisa.
"Maaf sayang. Sebentar lagi sampai. Kita akan bersenang-senang."
Nisa mengernyit,
"Hee, apanya yang bersenang-senang? Aku bahkan tak boleh keluar dari mobil. Kenapa aku tidak kembali saja ke sofa lembutku dan menonton kartun di rumah yang nyaman."
Fazza tersenyum saja mendapatkan tanggapan sarkastik dari istrinya.
Dia yakin istrinya akan menyukai kegiatan yang akan mereka lakukan ini.
"Kamu akan menyukainya. Jika lelah, aturlah kursi agar kamu bisa berbaring dengan nyaman. Bukankah kita membawa banyak makanan dan minuman bersama kita?"
Nisa bengong sekejap.
"Jadi semua makanan dan minuman itu untukku karena aku harus berada dalam mobil terus?"
"Iya sayang"
Faza mengelus puncak kepala Nisa dengan kasih sayang membuncah.
Nisa menggelengkan kepalanya tak paham. Dia menghela nafas dan mulai membuka snack yang di bawanya.Satu jam kemudian Nisa sudah berada di tengah gurun pasir yang membentang luas sejauh mata memandang. Dia terpukau dengan pemandangan sore di negara tandus ini. Nikmat Tuhan mu yang mana lagi yang kau dustakan. Bahkan di Padang gurun seperti ini ada banyak kesenangan dan kebahagiaan.
Fazza keluar dari mobil dan menyapa teman-teman nya. Nisa memandang sekelompok pemuda dengan tampilan seperti suaminya. Dalam hatinya dia sempat membatin
'mereka akan berkendara di tengah gurun pasir dengan kostum daster seperti itu? Ini hal yang menyenangkan untuk di tonton.'Fazza berjalan menghampiri sahabatnya. Sesekali dia menengok ke mobil di belakangnya.
"Kenapa menengok ke belakang terus? Mobilmu tak akan hilang."
Seorang teman menegurnya.
"Tidak. Hanya melihat."
Fazza tersenyum kecil. Dia tetap tidak tenang meninggalkan Nisa dalam mobil sendirian. Dia khawatir istrinya akan bosan.
"Bagaimana dengan rute hari ini? Kemana kita akan pergi?"
"Yang lain mau ke mana?"
"Kami akan ikut di belakangmu."
Fazza memikirkannya sebentar
"Bagaimana kalau rute tiga saja. Aku membawa seseorang yang baru pertama kali ikut kesini. Jangan menakutinya."
Ketiga sahabatnya menoleh sekaligus.
"Kamu membawa kakak ipar bersamamu?"
Fazza tersenyum dan mengangguk
"Kenapa istrimu tidak keluar dari mobil?"
"Aku melarangnya keluar dari mobil."
"Kenapa?"
Fazza hanya mengangkat bahu dan berbalik pergi kembali ke mobilnya.
"Dia pasti sangat posesif kan?"
"Ya. Pastinya."
"Aku tak pernah mengira dia akan menikah yang pertama di antara kita berempat."
"Aku belum pernah melihat wajah istrinya."
"Ibuku berkata wajahnya cukup cantik."
"Bagaimana bibi tau?"
"Pada malam pernikahan ibuku juga di undang. Untungnya ibu sudah pulang dari negara J. Jadi beliau bisa hadir."
"Dari keluargaku tidak ada yang hadir. Pernikahan itu sangat mendadak. Bahkan aku hanya bisa datang di menit terakhir."
"Fazza sangat memperhatikan istrinya kan?!"
"Kurasa begitu."Nisa menoleh saat suaminya membuka pintu mobil di sebelahnya.
"Kamu bosan?"
"Menurutmu?"
Nisa mendengus dan mengalihkan pandangannya pada sekelompok pria di depannya. Fazza memperhatikan kemana arah pandangan istrinya. Matanya memicing sebal.
"Awasi pandanganmu. Hati-hati zina mata."
Nisa tersenyum kemudian menoleh pada suaminya,
"Maaf sayang. Mereka tidak setampan suamiku ini kok. Kamu masih di atas tangga lagu."
"Mulutmu sangat manis bukan?"
"Hahaha.... Seperti madu."
Nisa menjawab dengan bangga.
"Kapan kita akan mulai berkendara? Atau kita hanya melihat matahari terbenam di sini?"
"Sabar sebentar lagi. Ada yang belum datang."
Nisa mengedarkan pandangannya. Keningnya mengerut.
"Apa kamu mencoba mengumpulkan semua mobil mewah ini di sini dan menunggu badai pasir untuk mengubur mereka semua?""Bukan begitu. Jika tidak dengan mobil seperti ini, kita tak akan bisa berjalan di atas pasir. Coba saja bawa mobil sedan kemari. Aku jamin, pasti akan langsung tenggelam tanpa badai sekalipun."
Nisa memutar matanya dari jawaban yang di lontarkan suaminya. Dia berpikir hanya orang kaya di sini yang akan membawa mobil seharga rumah mewah di negaranya untuk di buat mainan di tengah Padang pasir. Apa orang di negara ini kelebihan uang?
Telepon Faza bergetar. Sesaat kemudian Fazza menghidupkan mesin mobilnya. Dia tersenyum dan menoleh pada istrinya,
"Mari kita mulai. Kencangkan sabuk pengaman mu sayang."
Nisa mengencangkan sabuk pengaman di kursinya.
"Tolong jangan keras padaku. Pelan-pelan saja."
Nisa membuat wajah mohon. Dia tidak bercanda. Dia sangat khawatir kalau goncangan ini akan mempengaruhi hadiahnya nanti.
"Aku akan pelan."
Fazza berjanji. Dia juga paham kalau istrinya masih takut karena ini adalah waktu pertamanya berkendara di tengah Padang pasir.
Tapi tentu saja sangat sulit bagi Fazza untuk memenuhi janjinya. Dia menemukan jika dia memperlambat, maka mobil akan terjebak dalam pasir. Tapi saat dia akan mempercepat, Nisa pasti berteriak ketakutan sambil memegangi perutnya.
"Tolong perlambat sayang. Kami tak bisa menerima goncangan sebesar ini."
Fazza merasa aneh dengan pilihan kata yang Nisa ucapkan. Kenapa dia menggunakan kata 'kami' bukan aku? Tapi Fazza berfikir kalau itu hanya momen spontan karena ketakutan. Fazza masih terus memacu mobilnya karena teman-temannya sudah mulai dekat di garis finis.
Hampir satu jam lamanya Nisa di goncang dalam mobil. Kepalanya sangat pusing. Perutnya bergejolak seakan ingin menumpahkan semua isinya. Keringat dingin bercucuran di balik pakaiannya. Dan jantungnya berdebar sangat cepat.
Setelah memarkir mobilnya di tempat aman, Fazza menoleh ke samping. Dia kaget mendapati Nisa dalam keadaan sangat menyedihkan. Di genggamnya tangan Nisa yang terasa sangat dingin.
"Sayang, kamu baik-baik saja?"
Nisa memejamkan matanya. Dia mencoba mengatur detak jantungnya.
"Ya. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit takut."
"Maafkan aku."
Fazza merasa buruk.
"Tidak. Ini sangat menyenangkan bila aku tidak dalam keadaan seperti ini. Kurasa nanti aku akan memintamu untuk mengajakku kemari lagi sayang."
"Apa kamu kesakitan di manapun?"
Fazza meneliti istrinya dari kepala sampai kaki. Tapi dia hanya menemukan pemandangan hitam sepanjang matanya melihat.
"Tidak. Apakah sudah selesai?"
Nisa mengedarkan pandangannya dan mendapati semua mobil terparkir bersama-sama.
"Heemm"
Fazza mengangguk masih dengan menggenggam tangan Nisa.
"Sayang, setelah ini kita akan sholat dulu. Kamu bisa sholat di mobil saja. Ada agenda untuk makan bersama dan kemudian baru pulang. Apa kamu tidak apa-apa?"
Fazza harus menanyakan pendapat istrinya. Dia tidak mau Nisa merasa dikucilkan saat dia bersama para sahabatnya.
Nisa tersenyum dan mengangguk. Dia paham apa maksud suaminya. Dia berterimakasih suaminya sangat pengertian.
"Baiklah, aku akan keluar sekarang. Kamu harus makan bekal yang kita bawa ini."
Fazza menyerahkan rantang makanan yang dibawanya dari rumah. Nisa mengernyit.
"Tapi aku mau makan apa yang kamu makan. Apakah tidak ada bagian kecil untukku?"
Nisa memohon dengan mata anjingnya. Fazza heran dengan sikap Nisa yang tak biasa. Akhir-akhir ini sikap Nisa terkadang bisa sangat manja. Kadang tengah malam buta dia akan meminta dirinya untuk membelikan makanan yang aneh bagi telinganya. Tapi Fazza merasa sangat bahagia bila bisa memenuhi keinginan istrinya ini.
"Baiklah, nanti akan aku bawakan makanan dari sana. Tapi kamu juga harus memakan bekal kita. Mungkin saja kamu tidak akan suka makanan yang aku bawa nanti. Jadi setidaknya perutmu harus terisi sebelum aku datang. Oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope My Love
RomanceJantung ku berdetak kencang dan hatiku menghangat saat menulis cerita ini. Saya harap kalian akan menikmatinya juga. Enjoy this story'...