9

2K 40 1
                                    

Nisa terbangun di pertengahan malam. Fazza memberikan Nisa istirahat yang sangat panjang agar istrinya tidak kelelahan.
Nisa menoleh ke samping dan mendapati wajah suaminya tersenyum dalam tidur. Dia menyangga kepala nya dengan siku dan mulai mengamati wajah suami tercintanya.
Kulit yang sangat putih, wajah halus bagai tahu cina, dahi yang lebar, rambut tebal, hidung tinggi dan dagu yang tegas.
Nisa berpikir, apa yang sudah ku lakukan hingga bisa mendapatkan lelaki seindah ini?
Lama Nisa mengamati sampai terdengar suara serak di depan nya,
" Sudah cukup kah istriku ini melihat? Jika sudah, aku akan membuka mataku sekarang."
Nisa tersenyum dan mengelus pipi suami nya dengan sayang.
"Hheemmm"
Fazza membuka mata, dan mendapati wajah cantik istrinya yang sedang tersenyum. Seketika hatinya berdebar.
"Kenapa tengah malam begini kamu sudah bangun?"
Fazza bertanya dengan tangan mendekap pinggang Nisa dan menariknya dalam pelukannya.
Nisa bergelung dalam pelukan suaminya. Di usapkan nya mukanya ke dada Fazza.
"Mari sholat malam dulu."
Jawab Nisa pelan sambil balik memeluk suaminya. Fazza tersenyum sambil mencubit pipi istrinya dengan sayang.
"Kamu mengajakku sholat tapi memelukku se erat ini?"
Nisa tersenyum kemudian segera duduk. "Ayooo..."
Nisa menarik tangan suaminya dengan manja. Fazza tersenyum dan membopong Nisa menuju kamar mandi. Nisa pasrah mengalungkan tangannya di leher suaminya.
Fazza menurunkan Nisa untuk berwudhu terlebih dahulu.
💦💦💦

Nisa masih terenggah setelah latihan pagi mereka. Fazza tidak membiarkan Nisa kembali tidur setelah sholat malam yang mereka kerjakan bersama.
Mata Nisa setengah terpejam sangking capeknya. Fazza tersenyum dan menyelimuti istrinya yang masih telanjang. Di kecup nya dahi Nisa penuh kasih.
"Aku mencintaimu karena Allah."
Fazza berucap di samping telinga Istrinya.
"I too"
Nisa menjawab lirih dengan mata terpejam. Entah dia sadar mengucap kan nya atau tidak. Fazza semakin tersenyum sumringah.
Fazza memakai kimono kamar nya kemudian berjalan ke ruang tamu di kamar hotel nya. Di pandang nya tumpukan hadiah yang ada di sudut ruangan.
"Apa yang harus ku lakukan dengan itu?"
Dia memanggil asisten pribadinya menyuruh nya datang ke kamarnya. Sesaat kemudian seorang lelaki datang ke kamarnya. Fazza memerintahkan semua bingkisan hadiah itu untuk di bawa ke rumah baru nya.
"Taruh saja di ruang tamu rumah baru. Kami akan pindah besok. Siapkan semuanya."
"Baik tuan"
Asisten pergi dengan membawa semua bingkisan di bantu oleh dua petugas hotel. Fazza menikmati sarapannya sambil membaca koran pagi. Dia merasa sangat segar setelah pergulatan pagi mereka.

Jarum jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Fazza berjalan ke kamar nya dan menemukan selimut yang menutupi tubuh Nisa merosot sampai pinggang. Nisa tidur menyamping dengan satu tangan di bawah kepala dan tangan lain di atas badan nya. Jadi payudara nya terlihat tegak menantang. Fazza menelan Saliva nya. Dia menggeleng sambil tersenyum.
Fazza mendekat ke tempat tidur. Di raba nya payudara istri nya sambil di cium pipinya.
"Eemmmm"
Nisa bergumam tanda tidur nya terganggu. Fazza semakin jahil dengan meremas pelan bukit indah istrinya. Nafas Nisa semakin memburu. Dia merasa tidak nyaman dalam tidur nya. Tapi mata nya tak mau di ajak kompromi. Kelopak mata nya sangat berat.
Fazza gemas dengan istri nya yang hanya mendesah tapi tidak bangun juga. Di singkap nya selimut yang membungkus tubuh sintal sang istri dan di buang nya ke bawah tempat tidur. Dia menaiki tempat tidur perlahan dan memposisikan diri nya di depan rumah nikmat istrinya.
Fazza merentangkan kaki istrinya dan menaruh paha istrinya di atas paha nya. Dia membuka kimono kamarnya dan telanjang. Di posisikan ujung senjatanya di depan gua nikmat istrinya.
Nisa merasa kedinginan dan hendak membuka matanya saat di rasakan ada yang mendesak masuk ke tubuhnya dengan paksa. Dia segera membuka paksa mata dan di lihatnya sang suami sedang mengusahakan tongkat raksasanya masuk ke dalam dirinya.
"Apa yang kamu lakukan?"
Fazza tersenyum memandang mata sayu istrinya,
"Sekali lagi yah.."
Sebelum Nisa bahkan bisa mengucapkan apa pun, Fazza langsung menghujamkan pusaka nya secara keseluruhan.
"Aaahhhhh...."
Nisa berteriak kencang. Dia merasa sangat penuh dalam perutnya.
"Kenapa....lagi??"
"Sekali lagi saja... Kamu sangat menggodaku."
"Apa yang....aahhh...ku..lakukan...?"
Fazza hanya tersenyum dan semakin mempercepat tusukan nya. Dia ingin segera selesai agar Nisa tidak kelelahan. Dia juga mengakui keinginan nya terhadap istrinya sangat besar. Tapi dia tidak pernah memperdulikan wanita lain. Dia merasa istrinya sangat istimewa.

👣👣👣
Nisa sedang mengemasi barang yang tertinggal di kamar hotelnya. Fazza ada di ruang tamu menginstruksikan staf hotel untuk membawa koper mereka ke dalam mobil.
Nisa keluar dari kamar dengan pakaian lebar khas negara ini. Dia merasa nyaman karena warna pakaian yang gelap dan bentuk yang lebar menutupi semua aurat yang memang seharusnya tertutup. Dia menenteng satu tas yang cukup besar. Fazza menghampiri istrinya dan mengambil tas itu darinya.
"Aku bisa membawanya"
Nisa merasa tak enak kalau Fazza harus menenteng tas wanita di tangannya.
Fazza tersenyum melihat mata istrinya yang masih kelelahan,
"Akan aku bawa. Sebagai gantinya kamu hanya perlu menggenggam tanganku."
"Tapi bukankah di tempat umum di larang kontak fisik antara laki-laki dan perempuan?"
"Hanya berlaku bagi yang belum muhrim. Kita sudah menikah. Apa salahnya memegang tangan istri sendiri."
Fazza tersenyum lalu mengecup dahi istrinya. Di ambilnya cadar dan di pakaikan ke wajah istrinya. Setelah selesai dia mengamati mata lelah istrinya.
"Sangat cantik."
"Apa nya yang cantik? Hanya mata yang terlihat. Itupun kalau tidak pakai kacamata. Coba aku pakai kacamata hitam. Dari atas ke bawah semuanya tertutup warna hitam."
"Aku suka saat hanya bisa melihat matamu seperti ini, aku juga suka saat bisa melihatmu telanjang tanpa selembar kain pun. Aku suka semuanya."
Wajah Nisa memerah mendengar kata-kata suaminya. Dia memandang mata suaminya.
"Katakan padaku, apa semua pria di negaramu berbicara tentang urusan kamar tidur di depan istrinya sepertimu? Kamu sangat langsung."
"Aku pria yang lurus."
"Benarkah?"
Nisa menaikkan alisnya. Dia jadi teringat seorang wanita yang memandang penuh permusuhan padanya di saat resepsi pernikahan kemarin. Wanita itu sepertinya sangat mengenal ummi.

Hope My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang