Farah tidak bisa menahan rasa gentar ketika melihat tempat yang ada di hadapannya. Lebih ke arah bingung. Bagaimana ia bisa masuk kesana untuk mencari Haikal.
Taman Bibit Gandatura.
Jika Haikal kemari di siang hari, Farah tidak perlu takut. Selain karena masih terang, biasanya banyak orang berwisata di sini.
Tapi ini nyaris pukul sembilan malam.
Selain karena tidak ada siapapun kecuali pemancing dan mungkin beberapa pasangan yang hanya Tuhan yang tahu apa yang mereka lakukan, Farah merasa berada di tempat gelap dengan pohon-pohon tua raksasa menciptakan kesan mistis tersendiri.
Farah tidak takut tempat gelap, dia hanya takut apa yang ia tidak ketahui di dalamnya.
Farah celingukan, bersikap waspada. Dengan mengabaikan rasa takut dan mensugesti diri bahwa apa yang ia takutkan tidak nyata, Farah masuk dengan mantap.
Walau tengkuknya terasa meremang.
Farah merapatkan jaketnya sembari melihat sekeliling dengan bantuan lampu taman yang temaram. Beberapa kali ia terkesiap karena bajing, kelelawar atau hewan lain melintas menimbulkan suara gemerisik.
Farah merutuk. Memaki kenapa ia harus menyusahkahkan diri sendiri.
Tapi ia harus menemukan Haikal. Sudah kepalang basah ia di sini.
Haikal pernah bercerita bahwa ia sering main di tempat ini karena tempat ini adalah tempat paling asri di jantung kota, luas, dan sejuk.
Sangat enak untuk membolos. Sangat jelas.
Dan dia pernah bilang bahwa beberapa kali dia kemari diajak temannya bermain game. Farah tidak tahu bagaimana persisnya---dia buta soal begituan, tapi Haikal bilang di tempat yang lebih mirip hutan ini sering diadakan kompetisi game lokal. Biasanya game telepon pintar yang sedang hits atau game PC.
Selain itu Haikal pernah mengatakan dengan nada sentimentil bahwa memandang pepohonan entah mengapa bisa membuat sebagian keresahannya menghilang.
"Biasanya aku kesana kalau ada hal-hal yang menyebalkan terjadi. Kadang bisa sampai pagi jika masalahku terlalu besar." Ujar Haikal di depan kamar inap ibunya saat mereka membolos itu.
"Kamu mau nyoba? Jangan salah sangka, aku nggak mau macam-macam kok sama kamu. Aku cuma mau nunjukin kalau malam hari, tempat itu bagus sekali. Apalagi kalau kunang-kunangnya keluar semua." imbuhnya.
"Ehm, aku rasa... Aku nggak begitu tertarik sama kunang-kunang... Kalau jam segitu aku lebih tertarik tidur saja." tolak Farah datar.
"Astaga..." Haikal tertawa "kamu ini jiwa 'tua' ya? Mana jiwa petualanganmu?"
Farah lebih suka jiwa tua yang menjauhkannya dari berbagai masalah.
Farah tidak mengerti, bagian mana dari pepohonan besar, gelap dan menyeramkan ini bisa menghilangkan keresahan. Bagi Farah ini malah menambah pikiran. Pikiran bahwa mungkin saja ada Mbak-mbak pucat berambut panjang duduk meratap di dahan pohon.
Farah sudah mencari hampir setengah wilayah tempat ini. Kakinya lumayan kelu. Ia memandang jam digital di handphonenya. Hampir satu jam dia berputar-putar dan dia tidak menemukan Haikal.
Farah cukup beruntung bertemu beberapa orang pemancing dan orang-orang yang sekadar olahraga malam---mereka benar-benar jogging, Farah tidak habis pikir kenapa mereka tidak istirahat saja di rumah--- yang bisa ia tanyai.
"Eh sebentar," seorang pemancing tampak berpikir lalu menengok ke beberapa anak muda seusia Farah yang juga memancing "Rio, Haikal itu temen maen lo bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Helianthus
Teen Fiction© Copyright by Lust Lucifer, June 2019 CERITAKU, OTORITASKU, HAK PREROGATIFKU. -Young Adult/Teen Fiction. But contain 18+. So be wise. -Typo, tidak EYD. -Notice this: plagiarism itu sama dengan mencuri. Jangan jatuhkan martabatmu hanya demi buah kar...