Angin Sebelum Badai

7.8K 951 288
                                    

Sona terkapar di lantai sasana. Mengelap darah dari ujung bibirnya. Keringat membanjiri setiap pori-pori tubuhnya.

"Udah makin jago aja lo nge hook nya." Komentar seorang pria yang berdiri di ujung luar sasana. Ia lalu mengacungkan jempol kepada teman sparing tinju Sona yang sudah berada di pojok ring. Dengan luka yang sama.

Sona tidak menjawab. Masih mengatur nafas. Ketika ia selesai mengembalikan ritme nafasnya, ia terduduk. Agak sempoyongan ke pojok ring.

"Bokap lo nggak ikut, tumben." Pelatih tinju Sona memberikan air yang segera diguyurkan Sona ke tubuhnya sendiri.

"Nggak. Lagi pacaran." jawab Sona. Lalu ia meneguk sisa air dingin itu. Ada rasa besi dan mineral di mulutnya.

Pelatihnya mengangguk paham namun juga canggung karena mengetahuinya.
"Eh, lo masih sekolah di Citra Nusa nggak sih?" Tanya pelatihnya lagi, mengalihkan pembicaraan.

Sona meneguk sejenak "masih. Tapi nggak tahu semester depan."

"Bangsat." Pelatihnya terkekeh.

Sona tersenyum sinis "emang kenapa tanya sekolah gue Pak?"

"Nggak ada apa-apa. Cuma kebetulan inget ada anak Citra Nusa lain ikut latihan mixed martial arts di sini." 

"Oh." Respon Sona masa bodoh "kirain, mau gantiin Ayah biayain sekolah gue."

"Sialan. Nggak lah. Kaya bokap lo." Ujar pelatihnya.

Sona merasakan kenyamanan ketika ritme nafasnya sudah teratur.

"Nah itu." Ujar pelatihnya "baru juga diomongin. Anak Citra Nusa yang ikut latihan di sini." 

Reflek kepala Sona menoleh. Lalu menyipitkan matanya. Kemudian dia menoleh ke arah pelatihnya lagi.
"Yakin dia ikut mixed martial arts?" Tanya Sona sangsi.

"Iya dia ikut Brazilian jiu-jitsu. Malahan katanya dulu atlet karate walau cuma sampai kejuaraan kota aja." Jawab pelatihnya.

Sona menatap sosok itu lagi. Lalu tersenyum miring sembari terkekeh.
"Kayaknya itu ketua OSIS di sekolah gue, Pak." Jawab Sona sembari memandang agak sinis "komuknya nggak cocok olahraga ginian."

Sona masih memandang Awang yang mencoba berlatih tehnik Bridging tanpa terlihat susah payah.
Pasti bagus sekali kalau suatu waktu dia dan Awang adu kekuatan, batin Sona.

"Buat ukuran orang yang jarang sekolah, lo tau ketua OSIS sekolah lo? Gue aja dulu rajin masuk sekolah tiga kali ganti OSIS nggak hafal-hafal." Seloroh pelatihnya sambil tergelak.

Sona mendengus "soalnya gebetan gue suka sama dia, Pak. Kan Bangsat."

Tawa pelatihnya meledak. Sona hanya menggeleng pelan.

"Lagian," lanjut Sona "dia tuh kayak artis. Banyak yang nge gebet. Tapi dia sok kalem. Ya makin klepek-klepek aja tuh cewek-cewek."

"Bisa cemburu juga hidup lo. Gue kira cuma suka berantem sama males doang."

Sona memaki sembari terkekeh. 
Ya bagaimana pun, dia masih terkejut karena Awang berlatih beladiri juga. Ia selalu merasa bahwa putaran hidup Awang adalah organisasi-sekolah-nilai bagus-ngartis. 

Bagaimana jika cewek-cewek itu tahu bahwa idola mereka juga jago membanting dan menendang orang? 

Lagi-lagi Sona terkekeh.
*****

***
Farah dan Kamila keluar dari sebuah toko bahan-bahan makanan kala langit Metro sudah jingga keemasan.
Sinar matahari yang hangat menuju lembayung menerpa wajah mereka. Silau tapi tidak menyakitkan.

HelianthusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang