Anak Lelaki dan Emosinya

8.6K 1.1K 170
                                    

Awang melihat mereka sedang merokok di gang sepi belakang sekolah. Gang yang sebenarnya menuju ke sebuah perumahan dan cukup fenomenal bagi siswa Citra Nusa, sebagai tempat membolos.

Alka mengeluarkan asap putih dari mulut dan hidung. Bersandar di tembok tinggi belakang yang penuh coretan graffiti dan mural. Seragamnya sudah berganti; kaus dengan bawahan celana olahraga.

Salah satu geng Alka lah yang melihat Awang pertama kali. Ia langsung memberi isyarat kepada Alka.

Alka menoleh ke arah Awang. Bukannya terkejut, dia justru menyunggingkan senyum masam. Seperti sudah tahu bahwa Awang akan mencarinya.

"Wah, seperti yang gue harepin dari juara OSN Mat. Garcep bener." Alka menghisap rokoknya setelah berkata demikian.

Awang tidak bereaksi.

"Rokok?" tawar Alka.

"Juara OSN Kimia yang suka rokok. Ironis."

Alka tertawa sumbang "lo bisa bacot juga ternyata. Gue kira cuma bisa koar-koar pelecehan kayak cewek."

Alka kemudian membuang sisa rokoknya. Menuju ke Awang.

"Jadi, lo tahu darimana?" Tantang Alka.

"CCTV." Jawab Awang singkat "dan gelagat lo yang kayak maling. Kalau lo bolos, minimal enampuluh menit lo nggak balik. Tapi masih setengah jam udah keliatan lagi di CCTV."

Awang mendekat ke Alka, nyaris mendesis "kalau lo nggak punya niatan mirip dajjal, nggak mungkin lo buru-buru balik. Yang kayak gitu cuma maling yang ngelakuin, Bangsat."

Alka tertawa semakin keras.

"Ketua OSIS kita nih ternyata rusak juga ya mulutnya?" Alka berkata kepada teman-temannya.

Dua orang yang sama pemberontaknya, Dion dan Rian. Satunya satu kelas dengan Alka. Lainnya adalah anak Soshum.

Dion dan Rian terkekeh. Mereka tidak menjawab, tapi tatapannya tajam ke arah Awang.

Awang tahu, bahwa dibanding orang-orang yang bersimpati kepadanya, jumlah pembencinya cenderung jauh lebih sedikit. Tapi tetap saja ada. Dion dan Rian---Alka dan Gilang juga--- adalah kelompok itu.

"Terus lo mau apa? Laporin gue?" Alka lalu menepuk bahu "laporin. Gue malah seneng. Biar cepet kelar urusan gue disini."

"Itu jelas. Tapi nanti." Ujar Awang dingin "gue cuma mau ini diselesain secara pribadi. Alasan lo ngerusak properti sekolah adalah alasan pribadi ke gue. Sekarang selesaiin secara pribadi juga sama gue."

"Gimana?" Tantang Alka.

"Sesuai keahlian lo dan gue." Balas Awang.

"Wah," Alka bergumam mengejek "masalahnya kita nggak mungkin lomba adu cermat kayak dulu kan? Terus gimana dong?"

Awang tidak menjawab. Dia hanya menatap Alka hingga Alka tahu jawabannya.

"Ah, lo nantangin berantem?" Alka lalu menggeleng dramatis "bisa karate doang mah nggak jaminan buat bisa berantem, Cowok Cantik. Berantemnya beda sama berantem sungguhan, ckckck."

"Bonyok, dah." Gumam Rian kepada Dion, mengejek Awang.

"Lo takut?" Tanya Awang dingin.

Alka mendengus "heh, yang benar aja! Ngapain gue takut? Gue udah belajar beladiri yang beneran."

"Lo bukan takut sama gue." Ujar Awang "lo takut ego lo sebagai cewek--yang--lebih--superior--dari--- cowok runtuh ketika nanti lo kalah dari gue."

"Apa lo bilang?" Alka menautkan alisnya. Suaranya mulai berbahaya.

HelianthusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang