Coba diingat-ingat, di mana ya letak perbedaanya versi yang sekarang sama versi lama 😁
Yuk, yang belum vote ...
Yang mau ngebut, cek lapak saia di NT
Sudah bab 24, deng judul bab 'Bersalah', itu nggak ada lho di versi lama
Barusan ngetik itu beberapa menit yang laluDah, kita baca dulu yang 👇
Yang jeli pasti tahu bedanya.
.
."Saya terima nikah dan kawinnya Zanna Kirania binti Adhitama Maliki dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Bagaiman para saksi?"
"Sah!"
"Sah!"
"Sah!"
"Sah!"
"Sah!"
Semua yang hadir berseru, "Sah!"
Mama menuntunku duduk di dekat Mas Hendra. Aku mengambil tangan kanan Mas Hendra, untuk pertama kalinya aku mencium tangannya sebagai suamiku. Kami saling bergantian memasangkan cincin. Setelah itu, aku menyalimi ibu dan ayah mertuaku. Mas Hendra menyalimi Mama. Kami juga berfoto sambil mengangkat buku nikah kami.
"Semoga kita menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan warohmah."
"Aamiin." Aku memejamkan mata sambil merapalkan doa yang sama di dalam hati saat Mas Hendra mengecup keningku.
Saat membuka mata, aku hanya melihat Tania, Danisha dan Adel. Aku mengedarkan pandangan ke arah sekitarku. Rupanya aku berada di ruangan pribadi yang ada di kantorku.
"Pusing?" Tania membantuku bangun. "Mau minum?"
Adel menyodorkan teh hangat padaku. Aku meminumnya sedikit dan menyandarkan kepalaku ke kepala ranjang. Mengingat apa yang terjadi padaku sebelumnya.
"Opo aku perlu telpon Hendra wae, Ran? (Apa aku perlu menelepon Hendra saja, Ran?)"
Aku menggeleng. "Jangan sampai dia tahu."
"Apa kita ke rumah sakit untuk periksa?" tawar Adel.
Aku kembali menggeleng. "Nggak usah. Aku baik-baik aja kok."
"La apik-apik wae tapi kowe semaput ngene? (La baik-baik saja tapi kamu pingsan begini?)"
"Please deh, Nish. Ngomong pake bahasa indonesia aja deh. Panas telingaku dari tadi dengernya."
"Sak karep ta, Tan. Wong Rania wae ga komen kok kowe sing repot. (Terserah dong, Tan. Rania saja tidak komentar kok kamu yang repot.)"
"Susah memang ngomong sama orang kampung."
"Lambe yo lambeku kok kowe seng susah seh. (Mulut ya mulutku kok kamu yang susah sih.)"
"Haduh!" potong Adel sebal. "Kalian ini dari dulu berantem aja kalo ketemu. Ini Rania baru aja sadar kok kalian malah debat."
"La iki janda perawan, ribut wae. (La ini janda perawan, ribut saja.)"
Aku terkekeh melihat mereka sementara ketiga sahabatku terbengong menatapku. Tania yang sudah mengangkat tasnya untuk dilempar ke arah Danisha, jadi urung. Adel menatapku prihatin. Danisha langsung duduk di dekatku. Dia mengecek panas badanku dengan menyentuh dahi dan leherku.
"Dadi gendeng ngene kowe, Ran? (Jadi gila begini kamu, Ran?)"
Aku masih tertawa hingga tak terasa air mataku jatuh. Aku tak sanggup mencegahnya.
"Ra popo ta kowe iki, Ran? (Kamu tidak apa-apa, Ran?)"
Aku menyeka air mataku. "Nggak apa. Justru aku merasa terhibur dengan kehadiran kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita-wanita Suamiku (End)
ChickLitHai, readers.... Masih ingat ceritaku yang satu ini??? Wanita-wanita suamiku mengalami banyak revisi. Apa bedanya???? Jadi secara garis besar sih sama, hanya saja per babnya lebih panjang lho dari yg versi lama. Jadiiiiiiii..... Yuk, baca sekali lag...