12. Capek

2.8K 200 2
                                    


Kenzo dan Arka masih mengaji di TPQ ujung jalan saat aku sampai di rumah. Aku langsung berjalan menuju kamar setelah menyapa Budhe Marni dan memberikan beberapa kantong belanja kebutuhan dapur yang ku beli sebelum pulang. Saat membuka pintu kamar, aku terkejut menemukan suamiku duduk di tepi ranjang, seolah sudah menungguku. Aku tidak melihat mobilnya di luar, apa sudah masuk garasi? Apakah dia sudah pulang dari tadi?

Aku meghampirinya dan duduk di sampingnya. Wajah Mas Hendra begitu muram. "Mas? Tumben udah pulang?"

Mas Hendra tidak menjawab, dia mengabaikanku. Dia masih menunduk menatap amplop coklat besar yang dipegangnya saat aku duduk di sampingnya. Bahkan saat aku menepuk lengannya dia masih diam.

"Kenapa, Mas?" tanyaku sabar, padahal seharusnya aku marah padanya.

Dia hanya menyodorkan amplop yang dipegangnya tanpa menoleh kepadaku. Dengan gemas aku mengambil dan membuka isinya. Aku menarik kertas yang ada di dalamnya.

What?! Mataku melotot melihat kertas yang ku pegang. Itu foto saat aku bertemu dengan Mas Farhan di tempat parkir cafe tadi. Mana posenya romantis lagi! Saat aku menggenggam tangan Mas Farhan dan satu tanganku yang lain menyentuh pipinya. Foto satunya saat kami saling menggenggam tangan. Kami terlihat seperti sepasang kekasih yang tampak mesra.  Kapan foto ini diambil? Siapa yang mengambilnya?

"Dari mana kamu dapat foto ini, Mas?" tanyaku mulai panik. Pasti Mas Hendra sudah berpikir yang tidak-tidak saat melihat foto ini.

"Foto itu dikirim ke rumah sakit." Mas Hendra masih belum mau menatapku. Matanya lurus ke depan dengan rahangnya yang mengeras. Pasti dia sedang menahan amarah.

"Aku bisa jelaskan kalau kamu mau dengar, Mas."

Mas Hendra menatapku sekarang. Kemarahan terlihat jelas di mata itu. Baru kali ini aku melihat tatapan seperti itu di matanya. Terus terang aku sudah mulai ketakutan.

"Apa sekarang kamu berniat membalasku?" tanyanya dingin, membuatku terhenyak.

Pertanyaan apa itu? Harusnya aku yang sekarang minta penjelasannya. Kenapa sekarang aku berubah menjadi tersangka? "Ini nggak seperti yang kamu lihat. Tadi Mas Farhan-"

"Bahkan kamu berani menyebut namanya di depanku?" potong Mas Hendra marah dan bangun dari duduknya. Suaranya sudah naik beberapa oktaf, menatapku nyalang. Baru kali ini Mas Hendra menunjukkan emosinya padaku "Mulai kapan kamu berhubungan lagi dengannya?"

"Kamu nuduh aku, Mas?" tanyaku tidak percaya.

"Selama ini aku percaya sama kamu, ta-"

"Apa bedanya denganmu, Mas?" potongku geram. Kemarahanku juga tersulut. Aku menatapnya marah. "Selama ini aku juga percaya sama kamu. Tapi kenyataannya? Kamu menyembunyikan wanita-wanita di belakangmu? Kamu pikir aku nggak sakit saat tahu itu semua?"

"Tapi nggak seperti ini kamu membalasku."

"Aku nggak sedang membalas siapa pun."

Suara kami sama-sama meninggi, saling menatap dengan tatapan marah.

"Aku nggak pernah mengkhianati kamu. Aku nggak pernah menyimpan apa pun di belakang suamiku. Dan aku nggak pernah berniat merusak pernikahan kita. Aku juga nggak pernah punya niatan untuk kembali sama mantan aku. Apalagi menjalin hubungan terlarang dengannya di belakangmu. Aku bukan wanita seperti itu."

"Foto itu membuktikan yang lain."

"Itu hanya salah paham. Seharusnya kamu mendengarkanku dulu. Kamu nggak bisa menuduhku seenaknya seperti ini, Mas."

"Foto itu jelas-jelas menunjukkan kalau kamu peduli banget sama dia."

"Itu nggak bener, Mas. Kamu dengerin aku dulu."

Wanita-wanita Suamiku (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang