9. Runyam

3K 234 5
                                    

Hai, hai pemirsaaa....
Saia update lagi😉

.
.
.

Hari sudah sore saat aku terbangun. Begitu mengingat suamiku, aku langsung duduk dan tidak menemukan keberadaannya di sampingku. Dengan lemas aku menyandarkan kepalaku. Apakah suamiku menemui wanitanya yang lain lagi?

Aku kembali memejamkan mata. Wanita suamiku yang lain itu terlihat sakit dan tidak berdaya. Seharusnya aku sakit hati, tetapi mengapa aku justru kasihan saat melihatnya. Apakah itu sebagian dari rencananya untuk menguasai suamiku? Tidak. Aku menggeleng kuat-kuat agar tidak semakin berprasangka. Aku hanya cemburu. Masih normal kan? Bagai-

"KELUAR!"

Aku terkejut mendengar suara suamiku, tatapanku tertuju pada pintu kamarku yang terbuka. Pada siapa dia berteriak? Cepat-cepat aku bangun dan keluar kamar mencari keberadaannya. Aku kembali terkejut saat melihat siapa yang berhadapan dengan suamiku di ruang tamu.

"Mas Farhan? Kamu ngapain di sini?" tanyaku heran.

"Aku khawatir sama kamu."

Aku menepuk dahiku. Jelas saja Mas Farhan bisa menemukanku di sini. Aku masih menempati rumah orang tuaku.

"Kamu nggak usah mengkhawatirkan aku. Nggak ada yang perlu dikhawatirin. Lebih baik kamu pulang."

Mas Farhan tampak tidak terima. "Tapi suamimu udah punya wanita lain, Ran. Kamu lupa dengan wanita yang di rumah sakit tadi?"

Jika aku tidak menahan lengan Mas Hendra, pasti tangannya sudah mendarat bebas ke wajah mantanku yang tak beretika itu.

"Sudah, Mas. Nggak usah kamu ladeni." Aku menatap Mas Farhan marah. "Tolong jangan datang lagi, Mas. Aku sudah bahagia dengan keluargaku."

"Kamu nggak bahagia, Ran. Suami kamu ini laki-laki nggak bener."

"Bukan urusan kamu, Mas. Tolong kamu pergi. Kasihan Mama sendiri di rumah sakit."

"Mama minta kamu datang lagi."

Aku memegang erat lengan Mas Hendra yang menegang. "Maaf, tapi sebaiknya aku nggak datang lagi. Aku nggak mau Mama terus berharap. Tolong jangan menambah runyam."

Mas Farhan terdiam. Menatapku kecewa. Dia berbalik, keluar dari rumahku.

Aku menepuk lengan Mas Hendra dan mengajaknya duduk. Dengan manja aku menyandarkan kepalaku ke bahunya agar emosinya menurun.

“Itu mantan kamu yang ninggalin kamu dulu?”

Aku mengangguk. “Ya, dia baru balik dari Singapura kemarin.”

“Kalian masih sering berkomunikasi?”

“Nggak, kebetulan aja kami bertemu kemarin dan dia mengajakku menemui Mama. Ibunya sedang sakit.”

"Dia bilang kalian akan bersama lagi," ucap Mas Hendra dengan tatapan sedih.

Aku tersenyum mendengarnya. Punya mantan kok pede banget ya? Hhh, ini nih, dikasih hati malah nusuk jantung.

"Dia bilang apalagi?" tanyaku malas.

Mas Hendra menatapku. "Apakah kamu akan kembali bersamanya? Meninggalkanku dan anak-anak?"

Lagi-lagi aku tersenyum. Aku membalas tatapannya. "Apakah kamu juga akan meninggalkanku dan anak-anak untuk wanita itu?"

Mas Hendra tampak sedang berpikir. Apa itu artinya dia tidak akan meninggalkan wanita itu? Aku tidak akan mau mundur meski apapun itu alasannya.

Mas Hendra menggeleng. "Tapi aku juga nggak bisa meninggalkannya."

Apa dia bilang? Senyumku memudar. Hati ini kembali nyeri. Setegas itu suamiku mengatakannya. Apa dia tidak memikirkan hatiku?

Wanita-wanita Suamiku (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang