Hai, readers....
Masih ingat ceritaku yang satu ini???Wanita-wanita suamiku mengalami banyak revisi.
Apa bedanya????
Jadi secara garis besar sih sama, hanya saja per babnya lebih panjang lho dari yg versi lama.
Jadiiiiiiii..... Yuk, baca sekali lagi 😘
.
.
.
Here we goAku masih berdiam diri di kamar. Masih duduk di tepi ranjang sambil memejamkan mata. Mencoba menahan sesak di dada ini dan berpuas diri setelah menangis semalaman. Berkali-kali aku menarik napas untuk melegakan hatiku. Ku alihkan pandanganku ke arah jam dinding.
Sudah pukul enam pagi. Seharusnya aku sudah ada di dapur, membantu Budhe Marni menyiapkan sarapan. Seharusnya aku mengecek kesiapan anak-anakku yang akan pergi ke sekolah. Aku masih bergeming dengan pikiranku. Ah, biarlah si mbaknya yang mengurus. Aku masih ingin disini. Masih mencoba meyakini bahwa semua masih baik-baik saja.
Dari jam dinding, ku alihkan pandanganku ke sebuah frame foto yang berukuran televisi empat belas inchi. Ada gambar dua orang disana. Seorang wanita yang mencium takzim tangan kanan seorang laki-laki. Gambar yang diambil sembilan tahun yang lalu.
Itu adalah potret kami. Aku dan suamiku.
Kami sangat berbahagia waktu itu. Kami adalah pasangan serasi, menurut orang-orang di sekitar kami. Terlihat jelas cinta di mata kami berdua. Ya, kami sangat bahagia. Kebahagiaan kami sangat lengkap dengan kehadiran dua anak laki-laki kami saat ini. Sungguh indah bukan?
Aku sangat menikmati peranku sebagai seorang istri dari Mahendra Prambudi. Nama suamiku. Dia suami dan ayah yang sangat luar biasa. Aku mencintainya dengan segenap jiwaku. Keluarga kami sangat bahagia. Suamiku, Mas Hendra sangat mencintaiku. Aku bisa membacanya dari sikap dan tatapannya. Aku sangat bahagia.
Hingga kemarin malam, Adel, sahabatku mengirim sebuah foto ke nomorku. Foto Mas Hendra dengan seorang wanita berjilbab di sebuah cafe. Wanita itu tengah berbadan dua. Siapa dia? Mereka tampak bahagia. Di foto itu, Mas Hendra mengusap perut wanita itu dengan sayang. Aku seolah merasa hantaman kuat di kepalaku.
Tanganku bergetar memegang ponsel. Aku menggenggam ponsel itu kuat-kuat menghela napas panjang sambil memejamkan mata. Dengan gerakan cepat, aku menghapus foto itu. Tak lama setelahnya, Adel meneleponku.Ran, sapa Adel di seberang.
Ku hela napas panjang sebelum aku menarik sudut bibirku untuk tersenyum,
“Assalamu’alaikum, Del.”
Wa’alaikumsalam. Itu…
"Jelas itu bukanlah Mas Hendra, Del. Kamu pikir Mas Hendra lelaki seperti itu? Aku tahu Mas Hendra." sanggahku
tegas.Tapi... Aku jelas-jelas melihat kalau itu Hendra. Aku nggak mungkin salah lihat.
"Mungkin kamu salah orang, Del.”
Salah orang?
“Mas Hendra sedang bersamaku sekarang."
Sama kamu?
"Iya. Mas Hendra lagi main sama anak-anak."Sejenak Adel tidak bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita-wanita Suamiku (End)
ChickLitHai, readers.... Masih ingat ceritaku yang satu ini??? Wanita-wanita suamiku mengalami banyak revisi. Apa bedanya???? Jadi secara garis besar sih sama, hanya saja per babnya lebih panjang lho dari yg versi lama. Jadiiiiiiii..... Yuk, baca sekali lag...