8. Yang Benar Saja

3.4K 242 6
                                    

I'm back, pemirsaaa ...

Akhirnya bisa berselancar juga sama ini kotak ajaib

Maafkeun, baru on

.
.
.

Aku menatap Ibu Selvi dengan tatapan prihatin. Jika tahu seperti ini jadinya, lebih baik aku tidak bertemu saja dengannya. Maju kena, mundur kena. Tetap saja ada drama. Kepalaku kembali berdenyut. Jangan pingsan di sini, Rania.

“Rania tidak bisa kembali dengan Mas Farhan.”

"Rania, Mama mohon sama kamu, kembalilah dengan Farhan ."

Ya Allah, apa ibunya Mas Farhan pikir aku ini perawan tua yang tidak laku ya?  "Rania minta maaf, Ma. Tapi Rania sekarang sudah berkeluarga."

Ibu Selvi tampak terkejut. "Kenapa secepat itu kamu melupakan Farhan?" Matanya menatapku protes.

Aku bingung. Maksudnya? Heloooooo... sepuluh tahun lho, se-pu-luh ta-hun.

"Belum ada satu tahun Farhan ninggalin kamu, Rania. Kenapa kamu sudah melupakan Farhan?" Air mata Ibu Selvi mulai mengalir. “Kenapa kamu begitu cepat melupakan anak Mama?”

Alamak! Satu tahun? Ibunya Mas Farhan pasti sedang mengigau.

Ibu Selvi masih tergugu sementara aku menggaruk kepalaku yang tiba-tiba gatal.

"Sudah dong, Ma. Mama nggak boleh kayak gini." Mas Farhan menatapku. "Sewaktu di Singapura Mama pernah koma seminggu, sejak saat itu Mama mengalami penurunan daya ingat."

Tubuhku terasa lemas. Ya Allah, tolong keluarkan hambamu dari ruangan ini secepatnya! TOLOOOOONG! Aku tidak mau ikut-ikutan drama di sini. Sudah cukup drama di dalam hidupku. Itu pun belum selesai ending-nya.

Tiba-tiba Ibu Selvi menggenggam erat tanganku dan menatapku memohon. "Kamu tidak bisa meninggalkan Farhan, Rania. Mama mohon. Kamu harus kembali pada Farhan."

Lidahku kelu, aku benar-benar tidak bisa merangkai kata yang tepat saat ini.

"Ma, biarkan Rania memikirkan dulu. Mama nggak boleh seperti ini. Nanti Mama nggak akan bisa sembuh dengan cepat. Mama istirahat dulu ya. Rania akan tetap bersama Mama."

Aku langsung menoleh ke arah Mas Farhan dengan mata melotot keras-keras. Apa maksudnya memikirkan dulu? Memangnya apa yang harus dipikirkan lagi? Wah, nggak beres nih dramanya.

"Mama tenang ya."

"Pokoknya Rania harus tetap jadi mantu Mama."

"Iya, Ma. Iya. Nanti Rania akan memikirkannya."

Apa-apaan sih?! Aku begitu kesal mendengarnya sehingga aku berdiri dan keluar dari kamar itu tanpa berpamitan. Peduli amat dengan sopan santun dan etika. Kepalaku mau pecah rasanya. Ibu dan anak ini hanya menambah masalah dalam hidupku saja.

Aku baru saja akan berbelok di koridor rumah sakit saat Mas Farhan mencekal tanganku dan menahanku.

"Tunggu dulu, Ran."

"Mas, kamu nggak bisa ngomong gitu sama Mama," ucapku kesal. Enak saja dia membuat keputusan seperti itu. Apa dia pikir aku tidak punya perasaan? Main atur seenaknya saja! "Kamu jangan memberi Mama harapan sementara kamu nggak bisa."

"Kita bisa."

"Kamu jangan gila, Mas. Aku sudah bilang kita sudah nggak ada hubungan lagi."

"Kita bisa memulai semua dari awal."

“Jangan memaksakan sesuatu yang nggak mungkin, Mas.”

“Kita bisa, Rania. Kita mulai dari awal lagi. Aku masih sangat mencintai kamu. Aku nggak peduli apa yang terjadi sekarang, aku hanya mau kamu balik sama aku. Please. Kita mulai lagi dari awal.”

Wanita-wanita Suamiku (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang