BAB 13

1K 196 53
                                    

"Ron."

Ini Saeron tiba-tiba merinding pas Chaeryeong keluar dari kamarnya. Dia lagi nonton tv sama Karina, Karina pura-pura fokus aja sama tv. Padahal dalam hati dia udah degdegan parah. Enggak tau mau ngapain. Mau lari tapi takut Chaeryeong curiga kan.

"Kita pulang jadi besok enggak sih?" Tanya Chaeryeong. Dia langsung duduk di sofa single.

Saeron menelan ludah kasar, mau bicara juga entah kenapa jadi susah gitu. "Kayaknya jadi." Ucap Karina. Dia mencoba tenang.

"Yah.. padahal gua masih pengen disini."

Sibangsat emang.

Saeron enggak merespon ucapan Chaeryeong. Boro-boro deh ya Saeron nyaman disini. Yang ada teman-teman dia jadi korban. Bisa jadi sebentar lagi dirinya, kan ajal enggak ada yang tau. Karina cuma bisa mengulum bibir aja, dia enggak mau berbicara sekarang. Takut salah bicara kan bahaya. Tapi diam-diam dia melirik cincin yang melingkar di jari manis Chaeryeong. Warna silver dengan batu permata berwarna hitam pekat.

"Chaer."

Saeron udah degdegan saat Karina menoleh ke Chaeryeong tapi Saeron coba biasa aja, kalau dia panik yang ada Chaeryeont curiga. Chaeryeong menoleh, "Hah?"

"Mau gua buatin teh manis hangat, enggak?"

Deg

Saeron tremor tiba-tiba, tangannya mendadak dingin. Takut-takut dia melirik ke arah Chaeryeong, "Boleh deh." Balas Chaeryeong dan Karina langsung ke dapur meninggalkan Saeron dan Chaeryeong berdua di ruang tv.

Didapur Karina ragu-ragu buat ambil gelas. Masalahnya Chaeryeong itu kan bukan manusia, jadi dia mikir apa cara ini akan berhasil atau enggak. Dia cuma takut cara ini enggak berhasil dan ujungnya dia sama Saeron yang celaka. Karina berharap tiba-tiba Ryujin atau Minju datang, tapi udah ditungguin mereka berdua enggak datang-datang bahkan yang merencanakan ini aja enggak tau ada dimana.

Ya siapa lagi kalau bukan Chenle?

Jantungnya bener-bener sulit buat di kontrol, udah lima menit dia didapur tapi belum melakukan apapun. Buat ambil gelas aja Karina harus mikir-mikir lagi.

"Ini harus? Beneran?" Monolognya.

Karina menghela nafas frustasi, dia enggak tau harus gimana lagi. Andaikan ada Jaemin disini, pasti udah kasih solusi atau sekedar memberi Karina wejengan untuk memilih pilihan yang sekiranya itu adalah pilihan terbaik. Karina enggak bisa memilih jika di sampingnya enggak ada orang yang membuatnya berani untuk memilih.

"Pilihlah apa yang kata hatimu benar, sayang!"

Tiba-tiba aja Karina ingat kata-kata Jaemin kepadanya disaat dirinya lagi bimbang antara ikut kursus Vokal atau ikut ekstrakulikuler Tari. Karena Jaemin memberi wejengan seperti itu, akhirnya Karina memilih apa yang kata hati Karina itu benar. Dia memilih ekstrakulikuler Tari.

Sejujurnya Karina butuh Jaemin disaat dirinya bimbang, baginya Jaemin itu bisa menentukan pilihannya meski hanya lewat wejengannya aja. Tetapi sekarang Karina harus mandiri. Dia mau enggak mau harus memilih meski hatinya sedikit ragu. Biasanya Karina enggak akan ragu saat ia udah menentukan pilihannya, baru sekarang dia maju-mundur.

Hatinya sih berkata kalau ini itu.. salah.

"Oke!"

Karina menghela nafas panjang dan mengambil dua buah gelas di rak.

Dan tiba-tiba aja ucapan Jaemin terdengar lagi, "Jimin sayang.. jika kamu enggak mencoba bagaimana kamu bisa tau hasilnya? Daripada penasaran, lebih baik kamu mencoba kan? Kalau gagal ya enggak apa-apa. Setidaknya kamu udah berusaha."

Who? | 00 - 01l ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang