"Ayo Tante!" Kiara menarik tangan Eliza menuju garasi mobil. Eliza terkekeh, langkahnya dipercepat karena langkah Kiara yang panjang. Kiara nggak tau orang udah berumur kali ya?
Sampai di garasi, Eliza mengeluarkan mobilnya. Kiara membuka gerbang agar mobil bisa keluar. Setelah mobil siap, Kiara kembali menutup gerbang dan berjalan mengitari mobil, memasuki kursi penumpang.
"Lets go!" mobil Eliza meninggalkan rumah.
Selama perjalanan, Kiara menyetel musik kesukaannya. Sesekali bibirnya bersenandung mengikuti irama lagu. 15 menit perjalanan, mobil Eliza berhenti di pinggir jalan, membuat Kiara menatap bingung.
"Kok kita berhenti di sini, Tan?" tanya Kiara. Jantungnya berdetak tak karuan saat melihat sekelilingnya hanya ada hutan.
Eliza tersenyum. "Kita ke makam Bunda dulu ya?" Kiara kembali menatap sekitarnya, oh iya! Ia baru ingat jika ini arah ke makam Sinta. Kiara menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ketahuan sekali jika ia tak pernah berkunjung ke makam Bundanya.
"Kamu jarang ngunjungin Bunda ya?" tebak Eliza. Kiara nyengir, memperlihatkan giginya yang berderet rapi.
Eliza menggeleng pelan. "Kunjungin Bundanya, Ra. Walaupun kamu sering kirim do'a, tapi kan Bunda juga mau kamu dateng ke makamnya. Minimal bersihin makamnya, cabut-cabutin rumput liar. Tante yakin, pasti makam Bunda kamu udah ketutup ilalang" ujarnya. Kiara menunduk, sudah setahun ia tak berkunjung ke "rumah" Bundanya.
"Iya, Tan"
Mobil Eliza kembali melaju kembali, membelah jalanan yang sepi. Tak sampai 10 menit, mobil Eliza berhenti di depan gerbang pemakaman keluarga Baskara.
Dengan hati-hati, Eliza dan Kiara berjalan memasuki pemakaman, karena jalan yang licin.
Setelah menemukan payung hijau dengan nomor 32, Eliza menggandeng tangan Kiara. Keduanya menatap nanar pemakaman Sinta. Rumput-rumput liar mengelilingi pemakaman Sinta. Kiara meringis, rasa bersalah tiba-tiba menyerang hatinya.
"Assalamualaikum, Ta" ucap Eliza. Tangannya terulur membersihkan dedaunan yang berada di nisan. Pandangannya mengabur karena air mata yang menggenang.
"Assalamualaikum, Bun" ucap Kiara. Ia juga membersihkan rumput-rumput nakal yang berani hidup di atas makam Sinta.
"Bun, apa kabar?" Kiara terkekeh dengan pertanyaannya sendiri. Bisa-bisanya ia bertanya keadaan Bundanya. Nanti Sinta malah jawab "Alhamdulillah, Bunda baik. Kamu gimana?" Kan serem.
"Ta, udah 2 tahun aja kamu pergi" oke, keadaan melow lagi.
"22 tahun kita bareng. Tapi aku nggak nyangka, kamu duluan yang pergi. Padahal kita udah janji bakal hangout bareng. Ehh, sekarang malah sama Kiara" Eliza menatap Salsa. Memang, sehari sebelum Sinta meninggal, keduanya sudah berjanji akan hangout bareng. Sekedar quality time, karena sejak Sinta menikah, waktu untuk bersama berkurang drastis. Tapi yang namanya takdir, nggak ada yang tau.
"Iya nih, Bun. Udah 2 tahun Bunda pergi ninggalin Ara sama Abang. Ara kangen sama Bunda. Kangen masakan Bunda, suara Bunda, kangen Bunda yang selalu ngelus rambut Ara kalo lagi sedih. Tahun ini Ara lulus SMA loh, Bun. Bunda sendiri yang bilang, pengen liat Ara tampil nyanyi. Tapi kenapa.." Kiara meraup
udara di sekitarnya saat merasakan oksigen tipis.Eliza mengelus pundak Kiara, menguatkan anak sahabatnya. Siapa sih yang senang ditinggal orang tersayang untuk selamanya? Eliza masih ingat, hari dimana Sinta meninggal. Kiara meraung-raung, selalu berkata ingin ikut dengan Sinta. Begitu pun dengan Keano, laki-laki dingin yang terkenal kuat, harus rapuh saat melihat tubuh Bundanya yang kaku. Tubuh yang selalu memeluknya, tubuh yang siap melindunginya.
Eliza juga ingat, saat Kiara mencium wajah Sinta yang pucat. Wajah yang menenangkan. Mata yang selalu menghangatkan jika ditatap, harus tertutup untuk selamanya. Bibir yang biasanya mengukirkan senyuman yang menular kini tak lagi.
"Berdo'a buat Bunda yuk. Do'ain Bunda supaya tenang di sana" ujar Eliza. Kiara mengangguk. Tangannya menengadah. Kiara berdo'a dalam hati sembari menyampaikan pesan kepada Sinta.
"Bun, sering-sering dateng ke mimpi ya? Ara bakal ceritain kehidupan Ara selama nggak ada Bunda"
🧕🏻🧕🏻🧕🏻
Setelah dari pemakaman, Eliza dan Kiara langsung bergegas menuju Mall yang lumayan jauh dari pemakaman.
Di perjalanan hanya hening yang menemani. Mungkin karena baru balik dari pemakaman, jadi agak aneh rasanya. 30 menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai di salah satu Mall terbesar dan terkenal di Ibu Kota. Selesai memarkirkan mobil, Eliza menggandeng tangan Kiara layaknya seorang Ibu dan anak.
Mereka berdua disambut salah satu satpam dengan pengecek suhu tubuh dan handsanitizer di tangannya.
"36,6" ujarnya pada Eliza. Kiara maju, gilirannya untuk dicek suhu tubuh.
"36,6" sama ternyata, tau gitu Kiara nyelonong masuk duluan.
Tangan sudah disemprot handsanitizer, sekarang saatnya Kiara belanja sepuasnya. Tujuan utamanya yaitu Gramedia, toko buku yang tak asing di Indonesia. Kiara menjelajahi rak buku bagian novel. Matanya menelisik seluruh buku hingga pandangannya terjatuh pada satu buku yang paling menarik.
Kiara mengambil dan dibacanya judul buku itu. "Cara menjadi Ibu yang baik?" Kiara bergidik ngeri. Dengan cepat, ia menaruh kembali buku itu dan berjalan menuju rak selanjutnya.
"Kenapa harus buku itu sih yang paling menarik? Astaga" Kiara merutuki matanya yang sangat jeli.
Kaki Kiara berhenti di rak buku bergenre horor. Senyumnya mengembang saat mendapati buku impiannya dari dulu. Buku milik Risa Saraswati yang menceritakan tentang arwah anak yang meninggal karena dibunuh oleh Nipon, tentara Jepang. Kiara mengambil buku itu dan dibawanya menuju rak bergenre romance.
Senyum Kiara luntur saat buku yang ia cari sudah habis. Tapi lagi dan lagi, matanya menangkap buku yang menarik. Sampul buku itu seperti tak asing bagi Kiara. Otak lemotnya mencoba untuk mengingat-ingat. Tapi nihil, ia tak mengingatnya. Kiara mendengus kesal, lantas meninggalkan rak buku tersebut dan berjalan menemui Eliza yang sedang melihat-lihat buku masakan.
"Udah, Ra?" tanya Eliza saat Kiara menghampiri. Kiara mengangguk. Eliza membawa Kiara menuju kasir untuk membayar buku yang ia dan Kiara beli.
Keluar dari Gramedia, Kiara mengajak Eliza untuk makan siang di restoran Korea. Dengan senang hati, Eliza mengiyakan permintaan Kiara. Namun saat memasuki pintu restoran, mata Eliza menangkap sosok yang tak asing. Sosok itu.... Mirip sekali dengan Sinta.
"Ayo Tan!"
"E-eh, iya ayo" Eliza melihat lagi ke arah jendela. Sosok itu sudah tak ada.
"Ta, kamu mau ikut makan?" batin Eliza.
🧕🏻🧕🏻🧕🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Mom [END]
Teen FictionMenjadi Ibu sambung merupakan tantangan tersendiri bagi Clara. Mengasuh dua anak yang berbeda lima tahun dibawahnya bukanlah hal mudah. Apalagi, kedua anak sambungnya belum menerima dirinya. Apakah suatu saat nanti, ia akan diterima atau malah diusi...