Timaaciw ya 1K pembacanya, xixi♡
H a p p y • R e a d i n g
"Aku pamit dulu ya, sayang. Hati-hati di rumah" ujar Rafa
"Iya, Mas. Mas juga hati-hati. Baca do'a jangan lupa" ingat Clara.
Rafa mengangguk. Tangannya mengambil kepala Clara, lalu dikecupnya lama. Rafa berjongkok, menatap perut buncit Clara. "Anak Ayah jangan nakal ya. Jangan buat Bunda susah. Kalo nendang juga jangan kenceng-kenceng, kasian Bunda. Oke?"
"Oke, Ayah" sahut Clara. Rafa tersenyum, ia mengambil tas kerja yang disodorkan Clara. "Aku berangkat dulu, Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam, hati-hati Mas!"
Tin tin
Clara menatap kepergian mobil Rafa hingga benar-benar tak terlihat lagi. Setelahnya, Clara menutup pintu. Tak lupa ia kunci sekali.
Baru berjalan 2 langkah, pintu diketuk. Mau tak mau, Clara harus balik badan dan membuka pintu.
"Wa'alaikumsalam, ya Allah Bunda, Ayah. Kapan nyampe?" tanya Clara menyalimi tangan Fatma. Ia juga menyalimi tangan Dandy, Ayahnya.
"Baru aja. Ini, rumah kok sepi banget?" tanya Fatma.
"Ayo, masuk dulu Bun, Yah. Ceritanya panjang" ujar Clara. Ia memanggil Bi Limah, untuk membantu membawakan barang-barang orangtuanya.
Clara mengajak Fatma dan Dandy untuk duduk di ruang keluarga. Fatma sempat berdecak kagum dengan interior rumah Rafa yang sangat mewah.
"Pantes aja jarang pulang, wong omahe apik koyo ngene" ujar Fatma. Clara tersenyum, Bundanya belum tahu alasan ia jarang pulang ke rumah.
(Trans: Orang rumahnya bagus kayak gini)
"Ini Pak, Bu. Silahkan diminum" ujar Bi Limah.
"Terimakasih"
Bi Limah mengangguk, lantas izin untuk kembali ke dapur.
"Gimana kabarnya nduk?" tanya Dandy.
"Alhamdulillah, baik-baik aja"
"Cucuku, gimana kabarnya?" tanya Fatma. Clara menangkap, cucu yang ditanyakan Bundanya adalah Kiara dan Keano. "Alhamdulillah, mereka juga baik-baik aja"
"Eh eh eh, cucuku yang ada di perut mu itu lho yang tak tanyain" ujar Fatma. Clara meringis, "Alhamdulillah sehat. Sekarang lagi aktif nendang-nendang" ujar Clara.
Wajah Fatma berseri-seri. "Opo iyo? Waduuh, mau jadi pemain sepak bola yo?" tanya Fatma. Dandy menyenggol lengan istrinya. "Opo toh, Yah?"
"Nggak semuanya mau jadi pemain sepak bola, Bun" ujar Dandy.
"Lah itu kan perumpamaan aja. Kan nggak mungkin Bunda bilang, 'mau jadi pemain biola ya?' Nendang-nendang kok mau jadi pemain biola" sungut Fatma. Clara tertawa, ternyata Ayah Bundanya masih saja suka bertengkar kecil.
Clara berharap, ia bisa seperti itu bersama Rafa nanti.
Aamiin.
Ayo, aamiin-in dong!
Nah gitu, cakep!
Lanjut.
Fatma melihat sekeliling rumah. "Cucuku yang kembar itu mana?" tanya Fatma.
"Keano lagi di kamarnya. Kalo Kiara, di rumah Kakeknya" jawab Clara. Dahi Fatma mengerut. "Bukannya Ayahnya Rafa wis mati?" tanya Fatma.
"Bun.." tegur Dandy.
"Maksudnya, bukannya udah meninggal?"
Clara tersenyum. "Kakek dari Bunda kandungnya. Dia tinggal di sana"
"Tinggal di sana? Pindah gitu maksudnya?" Clara mengangguk, lalu menceritakan kejadian yang sebenarnya.
"Astaghfirullah. Bunda yakin, yakin banget nanti si Keno bakal nyesel" ujar Fatma.
"Keano, Bun" koreksi Clara.
"Halah, sama aja"
Langkah kaki dari tangga terdengar oleh ketiga orang tersebut. Keano, laki-laki itu baru saja keluar kamar.
"Sini, Bang. Salim dulu sama Uti dan Kakung" ujar Clara. Keano menoleh, lalu berjalan menuju Fatma dan Dandy.
"Ini si Keno?" tanya Fatma. Keano menatap Clara. Clara yang paham langsung mengoreksi ucapan Fatma.
"Keano, Bun"
"Iya iya, Keano. Kamu, gimana kabarnya?"
"Alhamdulillah, baik Ti" jawab Keano.
"Duduk dulu, Uti sama Kakung mau ngomong serius" Keano langsung duduk berhadapan dengan Fatma dan Dandy.
"Saya tau, kami bukan Nenek dan Kakek kandung kamu. Tapi jauh dari lubuk hati kami, kami sudah menganggap kamu sebagai cucu kami. Walaupun kami sendiri tahu kamu sering menyakiti anak saya" ujar Fatma. Keano terdiam.
"Gini loh, le. Sejahat-jahatnya kamu sama saudara kandung, suatu saat dia yang bakal bantu kamu disaat kamu susah nanti. Mungkin sekarang memang kamu nggak menyesal dengan keputusan kamu. Tapi nanti, disaat Kiara sudah benar-benar tidak menganggap kamu sebagai Abang lagi, kamu akan merasakan kehilangan. Dari kecil, bahkan dari rahim kalian bareng. Terus harus kepisah karena suatu hal yang bahkan mungkin nggak akan ada disaat kamu butuh nanti—"
"Sekarang kamu ketawa-ketawa sama pacar kamu, tanpa mikirin Kiara. Tapi bisa aja, Kiara kepikiran sama kamu. Apalagi kalian kembar. Ikatan batin anak kembar itu sangat kuat. Kamu nggak pernah tau kan, kecewanya Kiara saat kamu lebih milih pacar kamu ketimbang Kiara?" tanya Fatma. Ia bangkit lalu mendudukkan dirinya di sebelah Keano. Tangannya mengelus bahu tegap Keano.
"Pikirin lagi perkataan Uti. Uti bukan mau ikut campur, tapi Uti cuma mau yang terbaik buat cucu Uti. Paham?" Keano mengangguk, lalu berpamitan ingin makan siang.
"Bunda sama Ayah nggak mau makan? Kita makan bareng aja sekalian" ajak Clara. Fatma menggeleng, "nggak usah, nduk. Bunda sama Ayah udah makan tadi sebelum ke sini. Bunda mau istirahat aja, capek" ujarnya terkekeh. Clara tersenyum, ia mengantarkan orangtuanya menuju kamar tamu yang tak jauh dengan kamarnya.
🧕🏻🧕🏻🧕🏻
Keano meringis saat duri ikan menancap di langit-langit mulutnya. Ia mengumpat, kenapa sekarang ia jadi kepikiran Kiara?
"Akh!" ringis Keano saat duri ikan berhasil tercabut. Ia menghela nafas kasar. Nafsu makannya tiba-tiba hilang seketika.
Haruskah ia melakukan ini sekarang?
🧕🏻🧕🏻🧕🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Mom [END]
Teen FictionMenjadi Ibu sambung merupakan tantangan tersendiri bagi Clara. Mengasuh dua anak yang berbeda lima tahun dibawahnya bukanlah hal mudah. Apalagi, kedua anak sambungnya belum menerima dirinya. Apakah suatu saat nanti, ia akan diterima atau malah diusi...