XL

4.3K 200 15
                                    

"Sebentar lagi, aku sedang ber-telepati dengan anakku Nai, kami sedang membahas ekspansi bisnis kita." Jawab David ngawur.

Naila diam-diam dapat merasakan perubahan sikap dari David, ia terlihat menghindari hal-hal yang bersangkutan dengan acara syukuran tadi siang, dia, Alex dan Andre juga memisahkan diri dan berkumpul di sudut rumah yang berbeda dengan teman-temannya.

Setelah puas ber"telepati" dengan calon anaknya, David menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang disusul Naila yang bersandar pada dada suaminya. Mereka sama-sama diam sibuk dengan pikirannya masing-masing, sementara Naila berpikir bagaimana cara terbaik untuk bertanya mengenai perempuan yang bernama Delilah pada suaminya sebenarnya ia penasaran karena perasaannya mengatakan suaminya mengenal perempuan itu.

"Bumil lagi mikirin apa sih?" Tanya David terlebih dahulu seakan bisa membaca pikiran Naila, tangannya bergerak mengelus lembut rambut Naila.

"Hmm aku mau tanya Mas." Naila memutar-mutar jarinya pada kancing baju piyama David.

"Tanya saja sayang." Ucap David masih memainkan jarinya pada rambut Naila.

"Hmm,  Mas tuh kenal sama Delilah yah?" Tanya Naila mencoba menyusun kalimat pertanyaan senormal mungkin.

Pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Naila membuat dunia David seakan berhenti, ia tidak berekspektasi bahwa istrinya itu akan bertanya mengenai Delilah. Ia menimbang hal-hal apa sajakah yang harus ia katakan pada Naila, istrinya sedang mengandung dan hormon ibu hamil itu mengerikan.

"Kenal." Jawab David singkat.

"Dia itu siapa sih Mas? Sepertinya Andre dan Alex juga kenal sama dia." Tanya Naila lagi tak puas mendengar jawaban dari David.

"Kalau tidak salah yang tadi datang sama siapa tuh, teman baikmu?" David balik bertanya, mengalihkan perhatian dari Naila ia tak ingin istrinya bertanya lebih jauh mengenai perempuan itu, nanti ketika waktunya sudah tepat ia akan memberitahukan semuanya pada Naila.

"Rangga." Jawab Naila cepat, teralihkan oleh pertanyaan lebih dalam mengenai Delilah.

"Iya Rangga." David tidak sepenuhnya berbohong, ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk menjelaskan siapa Delilah yang sebenarnya pada Naila. Namun sebelum itu ia harus menyelesaikan beberapa rencana yang sudah ia rencanakan sebelumnya, apalagi Delilah yang kembali ke kehidupannya benar-benar merepotkan semuanya.

"Mereka berdua terlihat sangat cocok yah Mas, mudah-mudahan saja mereka berdua berjodoh." Racau Naila yang tidak mendapatkan balasan dari David. Rencana David berhasil, istrinya teralihkan dari pertanyaan yang lebih dalam mengenai Delilah, sementara David memilih diam daripada ia salah berbicara yang harus ia lakukan sekarang adalah menyelesaikan masalah Delilah secepatnya.

Setelah satu bulan lamanya Delilah berada di Indonesia, David masih tak habis pikir bagaimana cara agar Delilah tidak kembali datang ke kehidupannya karena seharusnya gadis itu sudah tidak ada di Indonesia. Yang ia khawatirkan Delilah akan memberitahu istrinya sebelum dirinyalah yang menjelaskan siapa dirinya pada Naila.

Sudah selama ini ia dan Norman tidak menemukan jalan yang tepat untuk menyingkirkan Delilah, keberadaan Delilah yang bersama Rangga sedikit banyak mempengaruhi rencana untuk memulangkan kembali dirinya, David masih mencoba untuk mencari cara terbaik tanpa menyakiti Delilah, ia tak mungkin melakukan hal yang biasa ia lakukan untuk menyingkirkan orang yang mengusik kehidupannya, meskipun kehadiran Delilah sangat rawan bagi kehidupan rumah tangganya, dirinya pernah menjadi orang yang berarti dalam kehidupannya sungguh perasaannya tak setega itu.

David mendial nomor Norman dan memintannya untuk datang ke ruangannya, ia membutuhkan masukan dari orang kepercayaannya sesegera mungkin. Tak lama seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya sosok Norman muncul dari balik pintu itu lalu ia duduk tepat di kursi yang ada di sebrang meja kerja David.

"Apa ada sesuatu yang Tuan butuhkan?"

"Aku butuh untuk bertukar pikiran denganmu Norman, bagaimana bisa dia bisa datang ke acara syukuran bulan lalu Norman, how can?" Tanya David langsung ke pokok permasalahan yang mengganggu pikirannya, ia mendesak Norman memberikan jawaban secepat mungkin.

"Ia datang bersama Rangga Molea Restawijaya, ketika mereka datang saya sedang tidak ada di pintu depan." Norman menggantung kalimatnya, ia membenarkan posisinya. "Bahkan saya tidak menyangka ia datang." Lanjutnya.

"Aku tau ia datang bersama Rangga, dia teman istiku. Tapi apa hubungannya Rangga dengan Delilah." David diam sejenak, keningnya berkerut mencoba memecahkan pertanyaan yang ada di kepalanya. "Cari tahu informasi tentang mereka, bawa ke mejaku secepatnya." Lanjut David memilih memerintah Norman karena frustasi tak menemukan jawaban.

"Baik Tuan, secepatnya akan saya berikan."

"Norman, bukannya saya sudah perintahkan untuk mengirimnya kembali ke Milan?" David menegangkan tubuhnya, pandangannya lurus menatap manik mata Norman.

Sedangkan Norman tetap berusaha untuk menstabilkan detak jantungnya dan juga menjaga ekspresi wajahnya tetap menjadi datar, pertanyaan yang barusan dilontarkan David dapat menjadi bumerang bagi dirinya sendiri apalagi ekspresi David saat ini sangat memungkinkan dirinya akan dijadikan santapan peliharaannya.

"Dia memang kembali ke Milan, namun hanya beberapa bulan saja lalu ia datang kembali ke Indonesia Tuan." Norman menunduk tak berani menatap wajah David.

David menyandarkan tubuhnya ke kursi kerjanya, ia memijit pelipisnya. Dipikirannya terlintas paksaan untuk membuang Delilah sama seperti yang biasa ia lakukan, namun perasaannya berkata lain tak mungkin ia bisa setega itu padahal cara yang ia lakukan saat ini adalah cara yang memiliki resiko paling sedikit.

"Apa aku harus melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan pada Restawijaya?" Tanya David tatapannya lurus menembus kaca penyekat ruangan dengan dunia luar.

Norman mengangkat wajahnya dan menatap David tak percaya, padahal David sendiri yang selalu mewanti untuk tidak menyakiti Delilah sedikitpun namun kalimat yang barusan keluar dari mulutnya masih tak dapat diterima oleh Norman.
"Tuan apakah Anda yakin dengan keputusan itu?" Tanya Norman memastikan apa yang ia dengar tadi tak salah. Ia memang sangat tak suka dengan perempuan itu, namun mengambil tindakan seperti yang ia katakan tadi itu terlalu keras dan beresiko.

"Aku tak tahu Norman, bahkan pikiranku sedang bertempur. Otakku mengatakan ya, dan hatiku tidak begitu." David memejamkan matanya, dalam hatinya mengumpat sebal, bagaimana bisa urusan wanita bisa se repot ini.

"Apakah Tuan masih mencintainya?" Lontaran pertanyaan Norman mengusik perasaan David, dirinya terdiam mencerna setiap kata yang tadi Norman ucapkan.

"Jika Tuan masih mencintainya tolong lepaskan Nyonya Naila, dia berhak untuk bahagia dan dia juga bukan pengganti.."

"Jaga mulutmu Norman!" Murka David tersulut emosi memotong ucapan Norman, baginya saat ini dia sudah pergi terlalu jauh masuk ke dalam ranah pribadinya. Norman memutuskan kontak matanya dengan David, ia tahu kehidupannya sedang diujung tanduk namun dia rela melakukannya asalkan atasannya ini tidak kembali ke pelukan gadis yang menghancurkannya untuk kedua kalinya.

"Maafkan saya Tuan." Ucap Norman tertunduk dalam tak berani menatap wajah David.

"Lakukan seperti yang aku perintahkan." Perintah David final, nada suaranya terdengar sangat dingin dan membunuh. Dengan patuh Norman pamit undur diri dari ruangan dan menjalankan perintah David.

Setelah pintu tertutup David tersadar bahwa keputusannya tadi juga karena emosinya yang terpancing, bagaimana bisa ia melepaskan Naila dan calon anaknya lebih baik ia melenyapkan Delilah dari pada harus kehilangan Naila. Namun tak dipungkiri bahwa di dalam lubuk hatinya ada sedikit perasaan yang mengatakan untuk menelpon Norman dan menghentikan perintahnya.
.
.
.
Halo, apa kabar kalian? Boleh ya cerita sesekali? Aku kembali dari dunia per-hiatus-an, ada banyak faktor yang buat aku lelah untuk nulis di Wattpad. Jujur, ada perasaan sebal karena jumlah vote berbanding terbalik dengan jumlah pembaca, ada perasaan kecewa lantaran beberapa komen yang tidak enak di hati dan.. sempat terpikirkan untuk meninggalkan dunia Wattpad untuk waktu yang lama, entah 1 tahun, 2 tahun atau selamanya.. namun aku rasa waktu yang lalu sudah cukup untuk aku mengistirahatkan kegundahan. Pelan-pelan aku usahakan untuk kembali konsisten, dan membangun mood untuk bercinta kembali di dunia Wattpad ini.. terimakasih telah membaca curhatan ku.. terimakasih untuk yang masih setia menunggu kelanjutan cerita ini💙

- xoxo, Puan.

My Devil Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang